Prolog

680 68 145
                                    

Dia masih tetap diam, dengan mata terpejam dan tubuh terbaring lemah. Seolah tak ada lagi alasan untuk membuka mata dan bangun dari tidur panjangnya. Ya, dia hanya tak ingin lagi merasa terluka. Tanpa tahu dunia tanpa dirinya hanya kesunyian bagi mereka yang menyayangi.

Seorang wanita masuk keruangan itu, sunyi dan sepi . Hanya ada suara dari alat pendeteksi jantung dan alat-alat medis lainnya. Wanita itu hanya berharap gadis kecilnya yang dulu selalu ceria akan terbangun dan kembali tersenyum. Harapan kecil namun berdampak besar baginya.

"Kapan kamu sadar, sayang? Bangunlah... Kakak ingin mendengar celotahanmu lagi. Kakak janji tidak akan meninggalkanmu lagi. Kakak...." Ucapannya tercekat seiring air mata yang terus mengalir. Kedua pipinya seakan selalu basah jika dia mengingat adik manisnya itu.

"Kak... Kak Monik sebaiknya istirahat. Biar aku yang menjaga Melody." Seorang pemuda masuk dan memecah keheningan. Pria itu terlihat berantakan dengan rambut acak-acakan, dan sepertinya dia sudah tidak memperhatikan jadwal makan dengan baik. Pipinya terlihat lebih tirus dari beberapa hari yang lalu. Wanita itu diam sesaat lalu berdiri dan mengusap pipinya dengan punggung tangan. Tersenyum getir lalu mengecup kening gadis yang sedang terbaring lemah di hadapannya.

"Kakak pikir kamu sudah pulang, Rey. Sebaiknya kamu yang istirahat!" Wanita itu mendesah pelan. "Sudah beberapa hari ini kamu menjaga Melody, kamu terlihat sangat kacau sekarang. Ahh... andai saja Melody melihat penampilanmu sekarang, Kakak pastikan dia akan tertawa terbahak-bahak. Atau lebih parahnya lagi dia akan mengomelimu habis-habisan. Seorang Raindra Surya Wicaksana yang notabene pemikat wanita, bisa seberantakan ini? Aku rasa Melody sudah memakai dukun terbaik untuk menjeratmu." Wanita itu menahan tawanya hanya untuk menghibur pemuda tampan yang sekarang duduk di kursi tepat di hadapannya. Padahal dia sendiri tahu pasti, kata-kata itu juga hanya untuk menutupi kesedihannya.

Pemuda itu hanya tersenyum samar tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun dari gadis cantik yang masih betah dengan tidur nyenyaknya.

"Baiklah, kalau begitu Kakak pamit dulu. Titip Melody sebentar, ya, Kakak mau ambil baju ganti. Jika terjadi sesuatu, langsung hubungi Kakak!" Sambil menepuk bahu pemuda itu ia berlalu pergi.

Setelah menutup pintu ruangan, wanita itu meluruh bersandar di tembok. Kakinya seperti sudah tak memiliki tulang. Dadanya bergemuruh menahan sesak. Bahkan tangisnya kembali pecah. Dia berujar namun nyaris terdengar seperti bisikan, "bangunlah, kamu sudah menemukannya. Apa kamu tidak ingin melihat orangnya? Orang yang selalu kamu tunggu kedatangannya. Orang yang merasa hidupnya sunyi dan sepi tanpa kehadiranmu. Kamu sudah menemukannya. Dia di hadapanmu. Walau tak terucap dari bibirnya, bahkan aku bisa merasakan hanya dari tatap matanya. Bahwa kesunyian sudah membalut hidupnya tanpa mu... tanpa Melody."

Melody of RainWhere stories live. Discover now