Eenvoudige vergadering
Rachquelca Vanillandra. Begitulah nama lengkapnya. Namun sebutan vanilla lebih akrab sebagai sapaan seorang gadis kecil bermata sipit dan terkesan menyebalkan di mata anak laki laki. Karena keceriaan dan sikap juteknya, ia slalu berhasil menarik perhatian sejumlah teman temannya di sekolah. Termasuk Rey, seorang wakil ketua osis di Screen Sun Junior High School yang tanpa sebab mulai masuk ke dalam kehidupan vanilla. Entah karena motif apa, ia mendekati vanilla hingga keduanya menjalin hubungan secara tiba tiba. Aneh bin ajaib, berbagai pertanyaan muncul bertanya tanya. Bahkan dalam benak vanilla, ia sendiri pun tak tau apa yang membuat dirinya berani menaruh kepercayaan pada rey. Bahkan Fero yang kala itu menyimpan perasaan dengan vanilla pun harus menerima kenyataan bahwa kini rey telah berhasil menjalin hubungan dengan vanilla, meski vanilla pun tak pernah tau apakah ia benar benar jatuh hati pada seorang wakil ketua osis itu.
lama tak terlihat keduanya dekat, suatu hari sebuah kenyataan pahit datang menerpa vanilla. Rey memutuskan untuk pergi dari kehidupannya dan melenyap di hadapan vanilla. layaknya sebuah sepatu, ia seperti dijatuhkan dan dihempaskan meski ia telah berbesar hati meletakkan ketulusan untuk melindungi bahkan menjaga sebuah kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk menerima telapak kaki yang melangkah sejauh manapun meski berulangkali menyeretnya ke dalam rasa sakit. Bukan karena ia lemah, namun belajar menerima bahwa kenyataan bisa jadi tak seindah harapan.
reynandka : Van... Kita udahan aja ya. Gue ngga tau harus bilang apa. Sorry. Tetep jadi vanilla yang ceria ya...
( Read )
Apapun alasan rey pergi, vanilla hanya menganggap bahwa hal itu memang jalan untuk mereka menemukan perasaannya sendiri. Karena memang pada dasarnya perasaaan akan berlabuh dengan sendirinya kemana pun ia temukan rasa nyaman pada seseorang yang berhasil membuatnya jatuh hati.
☕
selepas perginya rey dari hidupku, keseharianku di sekolah sama sekali tak berubah. Keceriaan yang pada mulanya slalu melekat pada diriku masih sama seperti hari hari sebelum rey masuk dalam hidupku. Bahkan perginya dia pun tidak lantas membuatku patah semangat. Sebab aku merasa baik baik saja dengan kesendirian yang tak pernah ku permasalahkan. Hanya saja, untuk saat ini aku masih belum siap untuk membuka hati lagi, alasannya sederhana... aku masih ingin mempersiapkan diri agar kelak ketika aku benar benar menaruh harap pada seseorang, aku tak lagi takut jika suatu hari orang tersebut membuatku merasakan kecewa akan harap yang ku damba tak kunjung menjadi kenyataan.
3 bulan sudah para mahasiswa dari sebuah unniversitas mengabdikan diri di sekolahku lewat program PPL. Ketulusan, kesabaran dan kehangatan benar benar mereka tunjukkan di sini. Namun dihari ini, pertemuan itu akan segera berakhir. Sebab jangka waktu yang unniversitas tersebut berikan pada mereka kini telah habis. Sekilas, fikiranku terbesit akan kata perpisahan. Belum lama aku berpisah dengan rey, kini perpisahan itu muncul kembali dihadapanku.
Di aula, semua siswa Screen Sun sudah berkumpul. Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Rupanya dari dulu, kegiatan perpisahan slalu dijajarkan dengan pentas seni. Aku sendiri tak tau mengapa kedua hal itu dijajarkan, menurutku mungkin pentas seni diadakan untuk mengurangi rasa haru akan kesan daripada perpisahan itu sendiri.
Selang beberapa jam menunggu, acara dimulai. Sebagai pembuka acara, semua keluarga besar Screen Sun disuguhkan dengan gemulainya tarian masal yang berbusanakan pakaian hitam, kemben di pinggang, dan selendang yang melingkar di perut. Tak hanya itu, karate, solo song, dance dan lainnya pun turut memeriahkan acara ini. namun, dari sekian penampilan, yang paling menarik perhatianku adalah penampilan anak band. Karena dari dulu aku memang mempunyai keinginan untuk tampil bermain gitar. Tetapi harus ku akui, banyaknya kegiatan sekolah seperti osis, jurnalistik dan marching band membuatku menduakan ambisi besar ini.
Di temani dengan freya dan olivia, aku berjalan menuju belakang panggung. Menembus kerumunan manusia yang tengah terperangah menyaksikan pementasan selama acara berlangsung. Di balik panggung, Tak ada kegiatan lain yang kami lakukan selain berbincang dan menunggu. 2 jam berlalu kami masih belum enyah dari tempat semula. Namun keadaan berubah seketika karena guyuran vanilla late mengenai seragamku. Tanpa menunggu lama, segala sumpah serapah ku tujukan pada orang di depanku. Seseorang itu terdiam, tak berkutik karena memang nyatanya ia salah. Namun raut wajahnya sama sekali tak menunjukkan penyesalan. Datar dan matanya searah dengan pandanganku.
"eh lo... kalo jalan pake mata dong ! lo ngga liat gara gara lo, vanilla late gue jadi tumpah !" kataku pada seseorang di hadapanku.
"sorry, ngga sengaja." Jawabnya dengan nada datar. Cuek dan terkesan masa bodo dengan apa yang dia lakukan.
"sorry sorry. Demi apa kata sorry bisa ngubah seragam vanilla jadi bersih gitu?" kata freya yang ikut sebal dengan seseorang itu.
"resek banget jadi orang." Olivia ikut menimpali.
Permintaan maaf itu tak ku gubris sedikit pun. Aku terlanjur kesal dengannya sebab seragamku kini terlihat kotor dengan guyuran vanilla late yang membekas. Sembari itu, freya dan Olivia berusaha mencari tissue serta membantu membersihkan seragamku. Sedangkan orang tak bertanggung jawab itu justru pergi, melenggang seperti manusia tak berdosa bersama gitar yang ia slempangkan pada bahunya yang bertuliskan police line do not cross.
"eh vann..." suara freya kini terdengar setelah beberapa menit kami terdiam dan larut dalam fikiran masing masing.
"apa?"
"lo tau nggak ini suara siapa?"
tanya freya ketika kini sebuah band terdengar tampil dan membawakan lagu yang berjudul sunset di tanah anarki."ngga tau" kataku tak berminat dengan topik pembicaraan yang freya buka.
"tebak dong siapa."
"I dunno but also he has good voice." Jawabku tanpa menatap keduanya.
"cowok yang tadi nabrak lo" celetuk olivia yang tengah asik bermain handphone.
"whats?" spontan aku tak percaya. Kata kata kanya benar benar membuatku diam dan menghentikan kegiatanku selama beberapa saat. Bagaimana bisa aku memuji seseorang yang baru saja membuatku kesal dan mandi dengan vanilla late kesukaanku. Hari yang kacau ! baru kali ini ada orang yang berani membuat penampilanku terlihat sekacau ini. damn ! I hate him.
"gue tarik kata kata gue tadi"
"kenapa?" tanya seseorang yang ku rasa bukan freya ataupun olivia.
Dan saat saat mengejutkan, seorang cowok dengan slempangan gitar di bahunya itu berdiri di hadapanku. Tatapannya benar benar berbeda dari sebelumnya. sekarang, ia berhasil membuatku membeku. Aku masih terdiam, bahkan lupa untuk menjawab pertanyaannya.
Di detik berikutnya, tanpa sebab aku meninggalkan tempat itu menuju koridor sekolah yang terlihat sepi. Pertanyaannya terulas jelas difikiran. Pertemuan ku dengan seorang gitaris itu benar benar menikamku dalam diam. Aku tak pernah berfikir, di sekolahku ada manusia aneh yang mampu mengaduk aduk fikiranku sampai seperti ini.
"namanya siapa ya?" aku bergeming, menerka nerka sendiri dengan menimang nimang beberapa nama difikiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunset di Tanah Anarki
Teen FictionDua hal yang berbeda ditakdirkan bersama oleh semesta ketika jingganya senja merona. Bertabur rasa mengulas cerita yang telah lalu, untaian kata manis yang lambat laun memudar. Sedangkan harap masih menggantung tinggi atas kehadirannya. Kelak, aku y...