Part 2

149 6 0
                                    

Vanilla Latte

satu persatu dari mereka mulai melepas posisinya masing masing.  Beberapa gitar berjejer di tempatnya. Kaka masih terpaku pada tempat duduk di area drum yang slalu ia andalkan. Sedangkan kean dan justin duduk bersandar pada tembok yang menjadi sekat antara ruangan studio musik dengan bagian rumah kaka. Siang itu, mereka yang tergabung dalam satu band telah selesai latihan. Untung saja, panasnya udara dapat diredam dengan AC yang terpasang di pojok ruangan sehingga tak membuat mereka ingin cepat keluar dari studio.

“guys… kemarin gue ketemu sama vanilla.” Kata justin membuka pembicaraan diantara ketiganya. Kalimat tersebut tentu menarik kedua temannya untuk masuk ke dalam perbincangan. 

“terus?” tanya kaka dengan antusias menanggapi kalimat justin yang baru saja terlontar. Ia tahu benar, justin tidak mungkin segegabah itu dalam mendekati vanilla. Sebab ia tahu perasaan sahabatnya kepada vanilla saja tak pernah justin ungkapkan sejak lama. Ia hanya diam. Memendam perasaanya, sambil menunggu waktu yang tepat untuk ia mengutarakannya.

“dia marah sama gue. ngga Cuma marah mungkin sebel juga.” Justin menghela napas kemudian melanjutkan kalimatnya tanpa ada seorang pun dari kedua temannya yang berusaha memotong pembicaraan justin. “jujur, walaupun vanilla marah, dia tetep keliatan cantik.”

Selepas itu, kaka dan kean saling memandang. Bingung akan raut wajah justin yang hanya tersenyum getir. Menggeleng geleng kepala, seperti sedang mengulas bayangan pertemuannya dengan vanilla. Hal itu dapat ditebak dari sikapnya yang tak seperti biasa. hanya saja perasaan yang menggebu itu, tidak pernah justin perlihatkan dihadapan vanilla. Seperti tak ada suatu apa, ia terlihat cuek, acuh bahkan orang lain tak pernah mengira bahwa orang secuek justin bisa menaruh harap pada seorang gadis yang sejak lama ia inginkan kehadirannya.

“kok bisa?” tanya kean dengan wajah penasaran yang tak terkondisikan. Ia memang slalu antusias jika berbincang dalam hal percintaan. Perlu diakui, bahwa kean memang pandai dalam hal percintaan. sebab ialah yang paling sering taken dan relatif sebentar merasakan masa masa jomblo.

“kepo” sergah kaka ketika justin hendak menjawab. Menanggapi sergahan kaka, kean hanya memiringkan bibirnya pertanda ia sudah hafal kelakuan teman satu bandnya itu.

“waktu kita perform kemarin, gue ngga sengaja nabrak dia yang lagi minum es. Finally seragam dia kotor kena tumpahan es. Gue udah berusaha minta maaf eh dia tetep marah. Dasar cewek… salah dikit aja ngomel kek ibu ibu komplek. Resekkk”

“resek juga lo suka kan?” celetuk kean disela penjelasan justin. ia memang pandai membuat justin skakmat dengan kenyataan yang termanipulasi lewat pertanyaan.

“apaan sih. ” jawab justin dengan singkat. Diselingi tawa yang mengundang gurau kaka.

“sini bagi minum lo kampret !” kaka berteriak gusar pada kean yang tengah asik meneguk segelas milk shake cokelat di kantin. Sedangkan justin masih terlalu fokus dengan nasi goreng dihadapannya. Sampai sampai ia tak menghiraukan kericuhan yang kaka dan kean timbulkan.

Ketiga kursi yang mereka duduki rupanya masih menyisakan kekosongan. Dan tak lama kemudian, kekosongan tersebut segera diisi oleh elang, yang merupakan salah satu anggota dari blackrose. kedatangannya sedikit meredakan kericuhan antara kean dan kaka yang sedang berebut segelas milk shake cokelat.

“eh lo… udah selesai ulangan” tanya justin menyambut kedatangan elang yang langsung duduk disampingnya.

“sama guru killer itu? mampus dah lo” sumpah kean melihat wajah elang yang terlihat pucat setelah sekian jam duduk manis merapalkan segala doa agar dimudahkan dalam menyontek.

“elang ikut ulangan ? waks. Palingan juga dia kabur ke kantin” Celetuk kaka membuka aib elang yang merupakan the most wanted di sekolah ini. kenyataan membuat kaka berkata benar akan teman satu gengnya yang bernama elang.

Tak banyak berkata, elang langsung pergi untuk memesan makanan, meninggalkan justin,  kean dan kaka yang masih sibuk berceloteh kesana kemari. Ulangan matematika kali ini cukup membuatnya pusing tak tertahankan. Bagaimana tidak? 2 jam pelajaran ia habiskan dengan duduk tegak menghadap soal, dan selama 2 jam pelajaran itu juga pencerahan akan jawaban yang ia cari yak kunjung datang. Alhasil kurang 10 menit ia nekat mengambil jawaban milik teman sebangkunya. Tanpa diduga aksinya terlihat jelas oleh guru pengawas. Tak harus basa basi, anak itu langsung didiskualifikasi dan harus mengikuti ulangan susulan.

Di kantin paling ujung,  terlihat Vanilla yang kala itu sedang mengantri untuk memesan vanilla late kesukaannya secara tidak langsung menarik perhatian justin dari kejauhan. Di sela kerumunan, justin berusaha untuk berada di tempat yang sama dengan vanilla. Niatnya tak lebih dari sekedar mengganti vanilla late yang tumpah kemarin.

“nasi goreng sama vanilla latenya dia.” Kata seorang yang secara tiba tiba muncul di samping vanilla.

“eeeh eeeh ngga usah ! gue bisa bayar sendiri.” Tolak vanilla yang berusaha mengembalikan uang justin. ia mengeluarkan uang dari sakunya.

“aduh mas, mbak… ini jadine gimana ta?” tanya ibu kantin dihadapan kami. Sikapku dan justin telah membuat dirinya kebingungan.

“ini bu… sekalian sama dia.” Kata justin sembari memberikan uang, tak peduli vanilla telah membayarnya. Sehingga mau tak mau ibu kantin itu pun mengembalikan uang vanilla. Jadilah vanilla late yang ia minum, dibayar oleh justin.

Seperti biasa, justin melenggang santai meningggalkan vanilla, tanpa kata pergi semaunya. Tak harus berfikir lama, vanilla berusaha  mengejar justin. ia tak mau hanya karena masalah kemarin, seseorang yang tidak ia kenal itu harus merelakan uang jajannya untuk membelikan vanilla satu buah vanilla late full cream.

“berhenti” kata vanilla menghentikan langkah justin.

“lo ngapain pake acara bayarin gue segala, lo mau pamer kalo lo punya duit ? gue ngga butuh !” lanjut vanilla di hadapan justin.

“buat ngeganti es yang tumpah kemarin. Dont be resentful” justin yang sedari tadi diam, kini dengan datarnya mulai angkat bicara. meski ia tahu, lawan bicaranya adalah seorang vanilla yang serta merta mudah terpancing emosi dan terkenal dengan perkataannya tanpa ujung.

“Fine. Kok lo ngatain gue resek? Lo kali yang resek”

Hening. Tak ada suara yang terdengar setelah kalimat itu.

“oh iyaa, gue vanilla. Masalah kemarin… udah gue lupain kok.” Ntah karena apa, emosi vanilla perlahan mulai luntur. Senyumnya mulai mengembang hingga menimbulkan kesan manis dihadapan justin. manis.

“udah tau.”

“tau dari mana? Bukannya Kita baru kenal?”

“siapa sih yang ngga tau lo? anggota osis, penatarama marching band,  nama lo slalu ada di mading. Siapa yang nggak tau lo?” jawab justin.

“justin… nama lo justin?” tanya vanilla ketika setelah membaca name tag seseorang dihadapannya.

“udah gih sana masuk kelas. bentar lagi bel.” Kata justin seketika menghentikan pembicaraan. Vanilla tak tahu, bahwa seseorang yang kini berada di hadapannya itu tengah berusaha menyembunyikan perasaannya. Terlebih menyembunyikan rasa gugup yang tanpa sadar hal itu muncul karena kehadiran vanilla.

Sunset di Tanah AnarkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang