I'm Sorry
Dentingan bel istirahat nyaring berbunyi. Pertanda jam pelajaran telah usai. Sebagian penghuni kelas mulai berhamburan keluar untuk sekedar membeli minuman atau makanan ringan di kantin. Sudah sedari tadi vanilla memasukkan bukunya ke dalam tas. Merapikan peralatan tulisnya yang tercecer di meja. Kemudian bersiap pergi ke kantin untuk membeli vanilla latte kesukaannya. Tak hanya itu, alasan lain ia pergi ke kantin adalah bertemu dengan justin. Seringkali harapan akan pertemuan itu tidak selalu terjadi. Ia hanya diperkenankan untuk melihat tidak untuk bertemu lalu saling menyapa seperti harapannya.
Langkahnya mulai menapak di koridor seberang. Melewati taman kecil yang menghubungkan koridor kelas 8 dan kelas 9 serta kelas justin yang tidak juga menampakkan kehadiran justin di sana. Sesekali ia tersenyum membalas sapaan teman teman justin yang menyapa dirinya.
" kak vanilla. Kakak cari justin? Justin nggak ada di kelas kak" tanya salah seorang diantara mereka saat melihat pandanganku tidak terlepas dari kelas justin. Vanilla hanya tersenyum membalas kalimat tersebut.
'Justin tidak ada di kelas. Lalu kemana dia?' gumam vanilla dalam hati.
Di waktu istirahat seperti ini, koridor memang nampak ramai karena koridor yang sedang ia lewati merupakan jalan utama aksesbilitas siswa. Sehingga tidak heran, bila banyak orang melintasi koridor ini ketika jam istrirahat. Vanilla meneruskan langkahnya. Meninggalkan kelas justin menuju kantin. Berharap seseorang yang ia cari ada di sana dan tersenyum padanya. Ada sedikitpun rasa harap dibenak vanilla. Ia ingin bertemu justin, lalu justin bersedia menemaninya untuk menghabiskan vanilla late yang ia suka.
Terkadang, vanilla berfikir. Sebenarnya apa yang ada difikiran justin. Semasa keduanya berada pada zona pendekatan, sikap justin terasa lebih hangat. Perhatian tercurah sebegitu hangatnya. Justin, sosok yang perhatian dan peduli pada vanilla. Bahkan bisa dikatakan ia adalah moodboster bagi gadis berkucir kuda itu. Tapi entah mengapa, disaat vanilla merasa yakin bahwa ia nyaman dengan justin, perubahan sikap justin terjadi begitu cepat. Ia berubah menjadi sosok manusia cold atlantis yang tidak lagi bersikap hangat pada dirinya. Vanilla rindu masa masa itu. Dimana hari harinya terasa berwarna. Seulas senyum slalu mengembang dari bibirnya.
"apa apaan ini? " sergah vanilla ketika ia merasakan tangannya ditarik seseorang. Ia memandang lekat seseorang itu. Seorang the most wanted di sekolah ini dengan gaya rambut klimis karena balutan pomade sedang menatap tajam dirinya. Mata hitamnya searah dengan pandangan mata vanilla.
" elang! Lepasin gue! Lo apa apaan sih. Nggak jelas banget." vanilla terus berbicara sembari Berusaha melepaskan genggaman tangan elang yang mencengkeram kuat lengan bagian bawah tangan vanilla. Elang masih terdiam. Tidak seperti biasanya ia bersikap seperti ini pada vanilla. Biasanya, ia hanya sekedar mengolok olok gadis itu dengan lelucon leluconnya. Tapi tidak kali ini, ia terlihat begitu serius dan entah akan membawa vanilla kemana.
"elang! Lepasin nggak! Lo mau bawa gue kemana? "
" nggak usah banyak tanya! "
Seketika fenomena elang menarik tangan vanilla menjadi sorotan orang orang yang berada di koridor. Sebagian dari mereka merasa panas karena the most wanted yang mereka idolakan menyeret dan memegang tangan vanilla. Vanilla sadar akan hal itu. Akan tetapi vanilla tahu rasa panas yang dirasakan para penggemar elang tidak mungkin membuat mereka membenci vanilla. Karena posisi vanilla adalah sebagai kakak kelas mereka. Otomatis mereka yang hanya sebatas adik kelas tidak biasa berbuat apa apa selain menyaksikan fenomena tersebut dengan penuh rasa panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunset di Tanah Anarki
Ficção AdolescenteDua hal yang berbeda ditakdirkan bersama oleh semesta ketika jingganya senja merona. Bertabur rasa mengulas cerita yang telah lalu, untaian kata manis yang lambat laun memudar. Sedangkan harap masih menggantung tinggi atas kehadirannya. Kelak, aku y...