Part 17

62 1 0
                                    

Rooftop

Bel pulang sekolah berbunyi. Beberapa buku yang berserakan di meja segera dimasukkan oleh pemiliknya ke dalam tas. Tak lupa riuh sorakan diberbagai ruangan menggema seraya menyambut berakhirnya pembelajaran. Vanilla yang tengah sibuk menyalin catatan di papan tulis, menghentikan kegiatannya. Menatap sebagian orang yang mulai meninggalkan kelas. Menyisakkan bangku kosong dan hanya berpenghunikan dirinya. Tak lama berselang ia pun melanjutkan kegiatan menyalinnya.

" lo ngga pulang? " tanya seseorang mengagetkan vanilla. Seseorang itu tertawa kecil melihat ekspresi kaget vanilla.

" ngagetin aja. Gue kira siapa "

" ya kali siang siang gini lo parno sama hantu. Kok nggak dijawab "

" lo sendiri kenapa nggak pulang? " tanya vanilla

" ya elah. Kebiasaan banget sih. Ditanya malahan balik nanya." rayen menggelengkan kepalanya seraya tersenyum sinis. Namun kali ini ada yang berbeda dari sesosok rayen. Senyum yang mengembang dari bibirnya bukan lagi sebuah pertanda dimulainya adu mulut antara rayen dan vanilla. Bukan lagi sebuah senyuman basi seperti biasanya. Kali ini ada yang berbeda. Rayen terlihat begitu tulus menyapa vanilla.

" nanti juga gue pulang "

" nggak nyuruh lo pulang juga kali, van"

" siapa juga yang mau pulang " kata vanilla sembari membereskan bukunya dan bergegas meninggalkan rayen di ruangan tak bepenghuni itu.

" la trus ngapain lo mau kemana? "

" jan kepo! " vanilla menjulurkan lidahnya. Sedangkan rayen terkekeh melihat tingkah vanilla.

" van "

Langkah vanilla terhenti selang beberapa detik rayen memanggil namannya. Spontan ia menoleh ke belakang. Menatap rayen dengan bingung.

" mulai sekarang kita temenan kan? " tanya rayen. Canggung. Vanilla hanya mengangguk, lantas meninggalkan ruang kelas.

Sudah setengah jam dari waktu pulang, vanilla berada di ruang kelas. Terlihat koridor kelas mulai sepi. Bahkan justin yang biasa duduk di persimpangan koridor pun kini tak ada. Sepanjang tatapan matanya hanya menemukan bangku kosong di sebrang sana. Vanilla tersenyum. Tak dapat dipungkiri, ada sedikit harap dibenaknya untuk bertemu dengan justin. Namun tak apalah untuk kali ini ia tidak bertemu. Bisa jadi pertemuan tanpa sengaja itu menghampirinya esok atau lusa.

Vanilla terus berjalan. Menapaki koridor demi koridor yang menghubungkan setiap ruangan. Hari ini ia berencana mengumpulkan beberapa hot news untuk dijadikan headline di mading sekolah. Sebagai seorang reporter sekolah, memburu hot news sudah melekat menjadi rutinitas mingguan. Sejak duduk dibangku kelas VIII vanilla suka dengan kegiatan jurnalis. Walaupun pada awalnya kegiatan itu diperkenalkan oleh Rey yang sudah lebih dulu bergabung menjadi jurnalis sekolah.

" sasha? " panggil vanilla ketika melihat seorang gadis duduk di ujung koridor. Kedua matanya sembab, terlihat seperti baru menangis. Baru kali ini vanilla mendapati seorang sasha yang terkenal ceria menangis sesenggukan. Ya... Baru kali ini. Mendengar namanya dipanggil, gadis itu menoleh. Hendak menyaut namun mulutnya serasa bungkam. Lantas vanilla menghampirinya dan memeluknya dengan erat.

" lo kenapa kek gini? Crita sama gue, sha. Lo barusan kena omel guru karna misi kita kemarin gagal? Atau karena penerbitan redaksi kita terlambat? Crita sama gue, sha. " vanilla mulai menerka beberapa kejadian yang mungkin bisa dijadikan alasan sasha menangis.

" bukan la, bukan itu. " sasha mulai angkat bicara.

" bukan itu? Ya terus lo kenapa? Crita sama gue, sha. " ternyata dugaan vanilla salah. Beberapa asumsi yang ia utarakan, tidak ada satu pun yang benar.

" elang mutusin gue " kata sasha dengan nada lirih.

Mendengar hal itu vanilla hanya terdiam. Berusaha menenangkan sasha seperti sekarang ini tidaklah mudah. Jadilah vanilla terdiam, membiarkan sasha menumpahkan keluh kesahnya. Di mata vanilla, elang dan sasha adalah pasangan yang serasi. Keduanya sering terlihat bersama di sekolah. Bahkan membuat orang orang yang melihatnya berdecak heran jika mendengar kabar ini. Tidak tahu pasti masalah apa yang mereka berdua hadapi, sampai akhirnya mengakhiri hubungan adalah jalan yang mereka pilih.

" udah jan nangis. Lo ngga boleh cengeng kek gitu. "

" Tapi gue nyaman, la sama elang. "

Alasan klise seorang cewek menangis ketika ditinggalkan adalah karena ia nyaman.

" tapi lo ngga bisa kek gini, sha. Banyak hal yang harus lo capai dan lo ngga bisa nge stuck kebahagiaan lo hanya dengan satu orang saja. "

"Patah hati itu sakit. Tidak semua orang bisa menjalaninya. Jadi, fikirkan kembali. Rasa terbang yang pernah dibuatnya tidak serta merta tanpa akibat. Patah hatilah yang dinamakan konsekuensi dari rasa terbang itu. " vanilla melanjutkan kalimatnya setelah sekian lama memperhatikan sasha yang tertunduk pucat dan terdiam.

" mungkin ada baiknya pulang. Kasian tubuhmu. Sepertinya lelah. "

Sasha hanya mengangguk. Keduanya bergegas meninggalkan koridor ujung. Berjalan melewati lapangan basket lantas berpisah di pict up point karena arah pulang keduanya yang berlawanan.

Sunset di Tanah AnarkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang