Part 6

92 4 0
                                    

Pengakuan tak terduga

Deadline jatuh pada hari yang ditentukan. Setelah sepekan yang lalu, diadakan rapat bersama antara tim jurnalis dengan pimred membahas tema untuk penerbitan yang akan datang. Beberapa ide muncul menuai berbagai pendapat dan saran. Hingga akhirnya dari berbagai ide yang muncul difokuskan menjadi satu judul penerbitan.

Sebagai seorang reporter sekolah, kegiatanku disibukkan dengan pencarian informasi untuk mengisi kolom headline yang sudah dijatuhkan menjadi tugasku. Sebelumnya beberapa Minggu yang lalu aku masih memegang tugas sebagai pembuat cerpen. Namun dalam penerbitan kali ini Shasa yang menjabat sebagai pimred memintaku untuk membuat headline. Kini beberapa informasi yang berhubungan dengan tema sudah ku dapatkan Tempo hari yang lalu.

Ruangan yang kini dijadikan sebagai perpustakaan terlihat sepi, dan hanya berpenghunikan beberapa anak dari tim jurnalis. Sebab sebagian siswa memilih untuk pulang selepas the last lesson berakhir.

Beberapa bulan terakhir, kami yang tergabung sebagai satu tim, terlihat akrab di pandangan satu sama lain. Hingga bercerita tentang hal apapun kami lakukan sesama satu komunitas. Seperti halnya pertemuan tim jurnalis Minggu lalu, dimana sasha bercerita dengan penuh menghayati sampai menitikkan air mata ketika mengingat hari harinya bersama elang yang sudah memudar. Seperti menyaksikan seorang gadis broken heart yang berpuisi, dengan soundsystem dan panggung sebagai kurangnya.

Informasi yang sudah ku dapatkan belum seutuhnya bisa dijadikan headline. masih banyak yang perlu dilakukan revisi. Sembari menyusun kalimat yang tepat,  diandra mengambil posisi tempat duduk tepat di sampingku.

"Hey kak..." Sapa diandra dengan ramah.

"Hey..." Jawabku di sela merevisi headline yang sudah sampai pada setengah bagian.

"Kak... Aku denger kaka baru jadian ya sama Justin ya?"

"Kenapa emangnya?" Tanyaku pada diandra. Aku tau, mungkin kabar ini cepat atau lambat pasti akan diketahui banyak orang termasuk diandra. Jadi tak heran jika ada orang yang bertanya untuk sekedar memastikan kebenarannya.

"Ngga papa. Aku cuma mau bilang, kalo Justin pernah suka sama aku. Tapi sayang, aku ngga suka sama dia. Lucu deh kalo inget kejadian belum lama itu." Jawab diandra dengan penuh senyum. Seakan sikapnya juga menjawab pertanyaan yang muncul di pikiranku.

Diam. Aku masih menunggunya melanjutkan beberapa kalimat yang mungkin bisa membuat hatiku merasakan panas yang bertambah seperti siang ini.

"Oh iya kak... Mata Justin kenapa? Tadi waktu istirahat aku ngga sengaja ketemu. Aku tanya kenapa dia cuma diem"

"Ntah"

Kegiatan menulis headline yang seharusnya ku kejar untuk menyanggupi deadline, kini harus ku tinggalkan beberapa menit untuk memulihkan fikiran yang sudah kalut dengan rasa panas yang membakar.

Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan mengkhiri pertemuan dengan tim jurnalis. Baru kali ini aku merasa fikiranku benar benar kalut. Entah rasanya aku hanya ingin pulang dan bertanya banyak hal dengan justin.

"Shaa... Gue pulang dulu. Masalah headline Lo tenang aja. Besok gue kumpulin sebelum masuk." Kata ku mencoba meyakinkan agar ia tak banyak membuatku larut dalam percakapan.

"Okee... Hati hati di jalan"

'gue rasa gue terlalu gegabah buat Nerima seseorang masuk dalam hidup gue. Ntah kenapa disaat gue ngerasa Lo, orang yang biasa buat gue nyaman kenapa mesti ada pengakuan yang ngebuat gue ragu dan ngerasa kalo sikap Lo ke gue cuma sebatas pelarian. Ngga lebih atau mungkin kurang'

"Pagi pagi udah ngelamun" celetuk vio yang kini berada di depan meja tempat dudukku. Aku hanya tersenyum. Memandangnya dengan malas. Karena sejujurnya memang aku sedang tak ingin di ganggu.

"Ciyee yang baru jadian" kata regina. Sedangkan Alicia juga juga terlihat akan memberi komentar di detik selanjutnya.

"Ngga nyangka yaa... Giliran gue baru putus aja. Vanilla langsung dapet"

"Udah takdir kali" jawabku yang berusaha menyembunyikan rasa kalut yang mulai menyelinap.

Dalam beberapa menit... Terlihat kalimat ku berhasil membuat Alicia menekuk wajahnya. Sedangkan vio dan regina ikut merasa bahagia jika ada temannya yang tertindas ucapan.

"Yeelah gimana ngga cepet putus. Lo aja ngga bisa bedain mana yang cuma buat pelarian dan mana yang bener bener serius." kata regina diselingi gurau ejeknya. Secara tidak langsung, kalimat yang ia lontarkan semakin membuat perasaanku menggebu bertanya banyak hal dengan justin.

"That's right ree" vio menimpali kalimat regina yang dianggapnya benar.

"Jomblo ? Di bikin asik ajaa" gurauku mengejek Alicia dan vio yang sama sama menyandang status jomblo.

Tawaku membuncah melihat wajah keduanya kaku seperti ayam yang sedang kedinginan. Suasana kelas terlihat begitu riuh seketika kami tertawa. Tak ada satu pun dari mereka yang berani menghentikan tawa kami. Angelrose. Satu geng yang cukup populer di Screen Sun. Bahkan berita kedekatanku dengan justin anggota Blackrose pun sudah tersebar luas di Screen Sun. Namun hanya Rayen dan Elang yang sepertinya tak mau melihat kebahagiaanku. Sampai mem-bully, mereka jadikan sebagai hobby tiap hari.

Bel masuk berbunyi. Keadaan mendadak kondusif setelah guru mata pelajaran memasuki ruang kelas. Hawa hawa tidak enak kerap kali menyelinap di kepala untuk malarikan diri ke kantin. Namun sayang hari masih terlalu pagi untuk merealisasi rencana di otakku.

3 jam pelajaran di isi dengan pendidikan bela negara yang berbasis karakter. 3 jam setelahnya di isi pelajaran bahasa Indonesia yang teramat membuat jenuh dan cenderung mengundang rasa kantuk. Tapi tidak halnya dengan diriku yang justru menikmati pembelajaran yang berkaitan dengan sastra terutama menulis. Sedangkan 2 jam pelajaran terakhir di isi dengan bahasa Inggris.

Beberapa jam pelajaran berlangsung begitu lama, fikiranku masih kalut dengan berbagai asumsi tentang kemungkinan yang aku sendiri tak tau kebenarannya.

Apa mungkin Justin memang menjadikanku sebagai pelarian?

"sir... May I wash my hand?"

"Sure"

"Thanks a lot"

Mendengar Jawaban itu, rasa merdeka terasa berpihak padaku. Dengan langkah yang anggun aku bangkit dari tempat duduk dan bergegas ke kantin lalu duduk dengan santainya memesan segelas vanilla late.

Belum lama aku meneguk vanilla Late di hadapanku, vio beserta Alicia dan regina muncul di sudut kantin yang sepertinya sedang mencari ku.

"Lo ngapain si sini?" Tanyaku pada ketiga orang yang terlihat senyum senyum menatapku.

"Lo sendiri ngapain di sini?" Tanya regina

"Kita semua mau relaxation di kantin." Jawab Alicia dengan penuh semangat sembari meneguk vanilla Late ku.

Tanpa ku persilahkan duduk, ketiganya sudah menempatkan posisi di hadapanku, menunggu lemon tea, mocacinno, dan Chocolate float yang sudah mereka pesan sebelum duduk.

Tanpa rasa bersalah, kami merasa sangat menikmati waktu yang seharusnya duduk di kelas membaca buku atau sekedar bermain pensil jika kepala terlalu banyak pikiran hingga pelajaran yang di sampaikan hanya sebatas angin lalu.

Sunset di Tanah AnarkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang