Oliv

108 6 1
                                    

"Terlambat sekolah saja aku harus pulang. Lalu ketika aku telat menyadari apa aku juga harus pergi ?"

"Kin, udah buat tugas seni rupa yang kemarin ?", tanya Alan yang lantas duduk di bangku kosong depanku.

"Udah kayanya. Liat aja di loker belakang. Nih, kuncinya", kuserahkan sebuah kunci berwarna orange kepadanya. Kunci itu memang sengaja ku cat agar berbeda dari yang lain.

"Eh, Kin gimana semalem ?", tanya Alan yang sekarang menyalin tugas seni rupaku.

"Nggak tau. Biasa aja sih", acuhku.

"Driel nggak dateng kan ?", Alan kembali bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku milikku.

"Nggak. Dia malah main game online. Katanya lagi war. Bodo amat gue mah sama dia", jawabku.

"Bagus kalo gitu", ucapan Alan membuatku menoleh dan menautkan alis.

"Maksud lo ?", ujarku yang kini menatapnya lekat-lekat.

"Nggak ada maksud sih, gue sama Driel emang sengaja nggak dateng biar lu bisa berduaan. Sorry ya", jari Alan jelas membentuk V disana.

"Gila ya lu pada. Padal lu juga ikut ngedeketin Galen sama Ila", gerutuku.

"Guekan pernah bilang nggak suka sama Ila. Menurut gue lo cocokan sama Galen. Beneran", dia kembali fokus menyalin tugas. Aku tak bergeming dan kembali melanjutkan aktifitasku di instagram.

"Hei", seseorang tiba-tiba saja datang dan membuatku serta Alan menoleh.

"Kebiasaan. Dateng mepet", gumamku.

"Nggak papa lah. Yang penting nggak telat kaya Alan", sahut Galen.

"Eh, setan lu pikir gue telat mulu ? Kagak. Cuma kadang doang", bela Alan.

"Bodo", Galen lantas beranjak dari bangkunya dan keluar dari kelas.

"Galen Kemana, Kin ?", tanya Alan.

"Manalah gue ngerti. Ngapel kali ya", jawabku asal.

📌📌📌

Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit lalu. Aku masih berada di dalam kelas untuk menyelesaikan mapping seni rupa. Aku bukan tipe anak rajin Sebenarnya, hanya sedang mood saja mungkin.

"Kin, ntar nyoklat yuk", Oliv menghampiriku tepat disaat aku menutup buku.

"Nyoklat ?", aku berfikir dua kali untuk menerima ajakkannya. Sesekali kulirik cuaca lewat jendela dan memastikan aku membawa payung hari ini.

"Eumm..", gumamku pelan.

"Lu yakin mau ngajak Kinan, Liv ?", Sahut Galen.

"Yakinlah. Kenapa emang ?", gadis ini tampak mengalihkan tatapannya pada Galen.

"Bukannya kemarin lu berdua udah pergi nyoklat ?", Galen kembali bersuara.

"Nggak jadi", singkatku.

"Iya gue tahu, kalian nggak jadi nyoklat karena Oliv pergi sama pacarnya dan lu kejebak hujan di pos satpam", jelas Galen lengkap.

"Gue lupa kalo ada janji sama Kinan, Len", sahut Oliv.

"Dan gue nggak mau lu lupa lagi kalo punya janji sama Kinan hari ini. Untung kemarin ujannya jadi nggak deres-deres banget dan Kinan nggak sakit", ujar Galen panjang.

"Iya Galen, gue janji nggak bakal lupa lagi kali ini", Oliv tampak menekan perkataannya.

"Yaudah kalo gitu. Pergi nyoklat nggak papa", Galen memutuskan hal itu sepihak.

Oliv langsung pergi dan tinggalah aku dengan Galen saja.

Hening.

"Lu tau dari mana tentang gue dan Oliv kemarin ?", tanyaku.

"Dari Naga. Dia ngasih tau gue kalo lu nunggu ujan reda. Dia mau nganter tapi ada pacarnya. Pas dia telfon gue kebetulan gue lagi sama Ila ya.. Jadi nggak ada yang bisa nganterin lu. Waktu gue minta tolong Randi katanya juga lagi Sibuk", ucapan Galen seakan sulit tercerna di pikiranku.

"Gue punya mantan kok baik semua ya. Eh, nggak deng. Kalo.baik mereka nggak bakal ninggalin gue", batinku.

"Kin, lu inget foto ini nggak ?", Galen lantas menunjukkan sebuah foto melalui ponselnya.

"Gue inget. Gue inget. Ini waktu lu minta gue fotoin kan ? Sumpah lu waktu ini alay banget. Seinget gue ya.. Gue foto cuma tiga kali lu sampek berkali-kali kan ? Abis foto ini lu jatoh dari sepeda terus lutut kiri lu berdarah dan lu nangis", ucap ku diakhiri dengan tawa.

Galen tampak tersenyum tipis. Lalu berkata, "Lu masih inget gue banget Ternyata, Kin. Jangan salahin gue kalo mau terus deket sama lo dan jagain lo. Karna menurut gue lo mantan paling temen sama gue".

Aku terdiam mendengar ucapannya.

"Ini alasan gue cowok tapi suka foto", lirih Galen sembari menyentuh layar ponselnya.

"Maksudnya ?", kedua alisku saling bertautan.

"Karna dengan foto kaya gini. Gue bisa inget memori yang dulu-dulu", enteng Galen.

"Maksud lu kaya gue. Yang ada di hati lu dulu", ujarku spontan.

Dia tak berucap.

Diam dan senyap seketika

📌📌📌

"Lu nggak bawa motor kan, Kin ?", tanya Oliv saat menemuiku di koridor sekolah.

"Enggak. Gue nggak bawa motor kebetulan. Jadi, gue nebeng ya", kuakhiri ucapanku dengan senyum.

Oliv hanya mengangguk dan berjalan mendahuluiku menuju parkiran.

"Gue Putus, Kin", gumam Oliv yang kini melajukan motornya di jalan raya.

"Kenapa ?", kudengar suara itu samar memang.

"Nggak tau, Rio nggak bilang alasannya apa", Oliv tampak menatap ke depan kosong.

"Liv, sorry ya. Itu Rio bukan ?", tiba-tiba saja mataku menemukan Rio yang membonceng seorang perempuan.

Oliv tak berucap namun sekarang aku tahu laju motornya mengikuti arah pergi Rio bersama perempuan itu.

📌📌📌

Drrtt..

From : Galen
Kemana sih lu sebenernya, gue liat lu sama Oliv bolak-balik 4 kali di gang Sakinah. Ada apa ?

To : Galen
Nggak kemana-mana. Jalan-jalan doang. Coklat masih rame.

'Sorry, Len. Gue nggak mau lu juga ikutan masalahnya Oliv sama Rio', batinku.

From : Galen
Gausah bohong, Kin. Gue udah tanya Alan kalo coklat itu nggak rame. Lu lupa kalo rumahnya Alan di depan Coklat he ?

"Mati, gue lupa", lirihku.

"Kenapa ?", tanya Oliv yang ternyata mendengarnya. Aku tak menjawab dan hanya menggeleng.

Boy friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang