Menantu Idaman

45 5 0
                                    

"Kin ? Nggak marah lagi kan sama gue ?", tanya Daren yang nampak menyamai langkahku dengannya.

"Enggak kok. Yakali gue marah sama lo mau lama-lama. Nanti nggak dikasih coklat sama oreo lagi", aku tersenyum memperlihatkan jajaran gigiku. Dia juga tampak tersenyum lantas berucap, "Syukur deh kalo gitu. Kalo lo marah kan gue nggak ada tebengan wiffi lagi"

"Inget itu aja terus. Kapan lo ikhlas sama temen", gerutuku.

"Nggak nggak gue ikhlas kok. Beneran. Oh , iya Kin berangkat dianter kan ?", tanya Daren.

"Iya sih, kenapa ?", aku menoleh ke arahnya dan mengerutkan dahi.

"Bareng gue aja. Yaudah, Oke gue ke kelas dulu. Dan nggak ada penolakan", katanya lantas melangkah lebih cepat dariku.

"Daren", teriakku namun tidak ada respon.

📌📌📌

"Kin", Alan samar memanggilku.

Kulepas earphoneku dan betanya kenapa dia memanggilku.

"Ke ruang eksmus yuk. Jamkos kok", ujarnya menempatkan diri pada bangku kosong di depanku.

Hari ini seluruh kelas jamkos. Guru-guru kabarnya mengadakan rapat mendadak karena ujian tengah semester akan di percepat. Jadilah semua siswa tak lagi pada bangkunya masing-masing. Pada bagian belakang sekelompok anak bergerombol untuk sekedar bermain PS. Di sudut lain empat orang dengan asik bermain kartu. sedangkan yang lain sibuk dengan kebahagiaannya masing-masing.

"Nggak main PS ? Tumben", ujarku.

"Udah tadi. Mau main kartu juga udah bosen guenya. Ke ruang eksmus yu, Kin. Bosen gue. Ada Daren juga sih", ajaknya lagi.

"Kita mau ngapain disana geblek. Anggota bukan, bisa main musik juga engga. Mau mecahin speker kalo kita nyanyi", sahutku.

"Ya ngapain gitu. Ya kesana aja. Kan lumayan nggak gabut. Lu juga suka main-main gajelas kan. Ayolah, Kin", ajaknya lagi.

"Gue mager masa", kulipat tanganku di atas meja dan menenggelamkan wajah disana.

"Kinan.. Ayolah", Alan justru menarik tanganku hingga membuatku terpaksa berdiri.

Ruang eksmus memang tak terlalu jauh dengan kelas kami. Hanya tinggal lurus dan dua ruangan dari ujung.

"Haluu", sapaku lalu masuk ke dalam

"Hai", Daren menoleh dan menjawabnya dengan senyum tipis.

"Tadi aja, diajak kesini makek pemaksaan sampek gue tarik kaya anak sapi. Sampek sini semangat", Alan yang baru masuk terdengar menggerutu.

"Ya kan tadi sama sekarang beda", sahutku cepat.

Aku lantas duduk bersila di dekat Daren yang sedang bermain gitar. Ya dia memang pintar dalam hal itu.

"Ren, gue mau nyanyi boleh ?", ucapku membuatnya menoleh dan tersenyum.

"Boleh sih, nyanyi aja"

"Tapi suara gue jelek. Gimana ?", aku sedikit ragu karena suaraku jauh dari kata layak.

"Gapapa kok. Coba aja", dia masih meyakinkanku.

"Jangan deh kin, nanti kalo speakernya pecah kaya kata lu tadi kasihan Darennya yang ganti", sahut Alan.

"Enggak, enggak. Udah gapapa. Coba aja", tatapannya sedikit dalam dan meyakinkan. Dia lantas mengangkat bahu dan dagunya seolah mempersilahkanku.

" I met you in the dark
You lit me up
You made me feel as though
I was enough
We danced the night away
We drank too much
I held your hair back when
You were throwing up

Boy friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang