Hujan

29 2 0
                                    

Satu minggu berlalu, kegiatanku setelah pulang sekolah selalu sama, pergi ke ruang lab kimia dan latihan untuk lomba yang akan kami hadapi. Meskipun jumlah peserta lomba di sekolah ini ada lima, tapi kami terdaftar secara individu, itu berarti mereka berempat adalah lawan yang harus kukalahkan.

Berhubung empat peserta lainnya izin karena ada keperluan, hari ini aku meminta pak Rio mengajariku praktek mencampur beberapa bahan kimia.

Pak Rio terlihat sedang mengambil beberapa bahan dari lemari kaca yang semuanya berisi obat-obatan dan meletakkan bahan-bahan itu di atas meja.

"Kita mau praktek bikin apa pak?" tanyaku melihat pak Rio yang dudu di sebrangku.

"Praktek bikin pemutih pakaian, tadi sempet baca di internet, jadi penasaran gimana caranya bikin pemutih, dan kebetulan kamu dateng, kita bisa bikin bareng." jelasnya.

"Kalau gagal gimana pak?" aku kembali bertanya dengan nada pesimis.

Yah, jadi manusia yang pesimis itu memang tidak baik, tapi setidaknya kita bisa waspada terhadap apapun dan mungkin bisa meminimalisir sebuah kerugian yang cukup besar. Aku ngomong apa sih?

"Gagal itu biasa, Kaila. Seenggaknya kita udah nyoba, lagian bikin pemutih pakaian gak pake bahan peledak kok, jadi gak usah khawatir." ucap pak Rio seolah tau kekhawatiranku.

"Tapi sebelum dimulai kita harus pakai masker dulu, supaya gak ada bahan berbahaya yang terhisap saat kita nafas." pak Rio mengulurkan tangannya, memberiku sebuah masker biasa berwarna biru, aku langsung memakainya.

"Baiklah, ayo kita mulai. Bahan utamanya adalah natrium hipoklorit (NaClO), bahan ini gak boleh dicampur detergen karena akan menghasilkan gas klorin yang bisa bikin iritasi tenggorokan dan sistem pernapasan kalau tertiup."

"Tapi kali ini kita akan bikin bahan ini enggak berbahaya untuk siapa pun." imbuhnya.

"Caranya?" aku bersuara.

Pak Rio pun mengajariku bagaimana cara membuat pemutih dari bahan yang tadi dia sebut. Dia mencampur beberapa bahan ke dalam sebuah tabung kaca, sesekali dia memutar tabung itu agar bahan-bahannya tercampur.

Aku tidak hanya melihat saja, aku juga ikut membantu pak Rio dan sesekali mencatat kegiatan ini ke dalam bukuku. Beberapa saat aku melihat ke luar jendela, langit di luar berwarna abu-abu, membuatku sedikit khawatir kalau air langit akan tumpah.

Sejauh ini semuanya berjalan lancar, aku mengamati reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam tabung yang menjadi pusat perhatian guru pembimbingku. Dengan penuh kehati-hatian, pak Rio mencampur sebuah bahan ke dalam cairan yang hampir jadi itu, dia berdiri dan mengamati apa yang akan terjadi. Tiba-tiba cairan itu berubah warna menjadi biru kehijauan, pak Rio berdecak kesal melihat perubahan itu.

"Kenapa pak?" tanyaku yang belum tau dengan apa yang terjadi.

"Gagal." jawab pak Rio singkat.

"Ha?" kalo gitu, ngapain aku nyatet hasil penelitian gagal?.

"Kaila, tolong bantu bersihin ya." pintanya, pak Rio berjalan menuju washtafel dan membuang cairan aneh itu dari tabung yang dia bawa.

"Iya pak." aku berjalan mengikutinya dengan membawa beberapa tabung yang berisi cairan kimia yang tadi kami gunakan.

Kami membersihkan tabung-tabung kaca itu dengan air bersih dan mengalir, lalu meletakkannya di sebuah lemari yang berisi benda yang hampir sama tapi beda bentuk itu dengan rapi. Sedangkan botol-botol putih yang di luarnya tertulis nama-nama bahan kimia yang tadi sempat digunakan kembali kami masukkan ke dalam sebuah lemari berisi obat-obatan dan bahan kimia lainnya.

Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang