Second Lesson

17 1 0
                                    

Seperti rutinitasku dipagi-pagi sebelumnya, hari ini aku kembali berangkat ke sekolah dengan diantar papa menggunakan mobilnya. Papa juga mengantarkan adikku yang berbeda sekolah denganku lalu dia baru berangkat ke kantornya.

Hari ini aku berangkat disertai dendam yang membara di hatiku, pasalnya kemarin sore Azka benar-benar menggambar wajahku menggunakan spidol permanen, dan itu susah dihapus dari kulitku, wajahku sampai merah gara-gara harus mencucinya beberapa kali. Dan hari ini, aku akan membalas perbuatannya kemarin, lihat aja, dasar AZKAMPRET.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, saat hendak memasuki kelas, aku melihat Azka berada di lapangan basket, dia berdiri menyandar pada tiang penyangga ring. Saatnya balas dendam, pikirku.

Aku berjalan pelan-pelan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara agar 'mangsaku' tidak kabur. Tangan kanan Azka dia gunakan untuk mendribble bola basket sedang tangan kirinya menempelkan smartphone pada telinganya, dia tampak sedang menelpon seseorang, raut wajahnya terlihat sangat serius.

"Buat hal sepele gini lo harus konsultasi ke gue?" ucapnya penuh penekanan, suaranya baru terdengar saat aku berada dalam radius satu setengah meter darinya, sepertinya dia sedang menahan marah.

"Bunuh dia, ini perintah." aku mematung mendengarkan ucapannya, aura gelap seolah mengelilinginya. Entah apapun objeknya, kata 'bunuh' itu hampir selalu memiliki arti negatif.

Azka menurunkan tangan kirinya kemudian memasukkan benda kotak itu ke dalam kantung celananya, bola basket yang ia pegang dibenturkannya ke lantai dengan kesal, suara yang dihasilkan dari pertabrakan antara kulit bola dan lantai terdengar sangat keras, terbukti bola basket itu kembali melambung tinggi. Lalu Azka berjalan pergi tanpa menyadari kehadiranku, rahangnya mengeras, tatapan matanya menajam. Tuhan, siapa Azka sebenarnya?

***

KBM hari ini berjalan dengan normal tanpa ada hambatan apapun, tapi setelah bel jam pelajaran keempat berbunyi, tidak ada guru yang masuk untuk mengajar di kelasku, rupanya hal yang sama terjadi pada seluruh kelas di sekolah ini. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh seluruh teman-teman sekelasku, bukan untuk belajar tapi untuk bermain.

Dan seperti inilah kami sekarang, duduk melingkar memainkan permainan tradisional bernama 'si polisi'. Cara bermainnya gampang, kami harus menyanyikan lagu dan menyebutkan nama buah atau hewan saat lagu itu berhenti, nama-nama itu disebutkan secara bergiliran, dan apabila tiba giliranku menyebutkan nama itu tapi aku terlambat menyebutkannya, maka aku akan dihukum oleh teman-teman sekelas, hukumannya berupa coretan bedak bubuk di wajah.

"Si polisi numpang tanya~ sebentar~ atas nama~ buah-buahan, dimulai dari Kaila~ misalnya." kami semua menyanyikan lagu dari permainan ini secara bersamaan.

"Jeruk!" ucapku segera setelah lagu itu selesai, lalu berantai pada orang yang duduk di sebelah kiriku dan berlanjut seperti itu.

Saat tiba pada giliran Nier, dia tidak bisa menyebutkan nama buah-buahan karena hampir semua buah sudah disebutkan sebelumnya. Dia pun dieksekusi, wajahnya kini penuh dengan coretan bedak bayi lalu kami tertawa bersama.

Suasana kelas seperti ini baru pertama kali kurasakan, kelas 3 IPA 5 benar-benar gokil, namanya juga kelas ketoprak. Hal-hal kecil seperti ini membuatku sedikit melupakan beban hidup. Eh, emang aku punya beban hidup?

"Pengumuman." sebuah suara terdengar dari pengeras suara yang terletak di depan kelas, membuat kami terdiam, seketika suasana berubah menjadi hening.

"Dikarenakan ada rapat tahunan maka siswa dipersilakan untuk belajar di rumah, sekali lagi-"

"Yeaaaay!!!!!!" teriak kebahagiaan langsung memenuhi tuang kelasku, bukan hanya di kelasku saja, uforia ini terdengar dari seluruh kelas.

Beberapa dari kami yang wajahnya belum kena coret langsung bergegas pulang, termasuk aku. Kulihat Azka berjalan keluar dari kelas, dengan langkah cepat sedikit berlari, aku menyusulnya.

Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang