Stalker

33 2 0
                                    

Lomba telah lama berakhir, UAS semester tiga pun telah selesai dilaksanakan dan sekarang waktunya liburan. Berbeda dari murid lain yang bisa dengan leluasa menghabiskan waktu liburannya, aku justru disibukkan dengan kegiatanku yang mengharuskan ke sekolah setiap hari walaupun yang lain libur, karena aku lolos ke tahap selanjutnya dalam lomba kimia, itu berarti aku akan ikut dalam lomba kimia tingkat propinsi.

Namaku tercatat sebagai peraih nilai tertinggi dalam lomba kimia tingkat kota, tapi bukan berarti nilaiku benar-benar sempurna, teknikku saat melakukan presentasi di depan orang banyak masih salah, itu sebabnya nilaiku sedikit berkurang dan tidak bisa mendapat nilai sempurna. Lalu peringkat kedua dan tiga diraih oleh peserta dari SMA Puncak Harapan, sekolahnya Dara. Dalam lomba kimia tingkat kota, juara satu hingga tiga diambil untuk mengikuti lomba kimia tingkat propinsi, itu berarti dari sekolahku hanya diwakili aku seorang dan dari sekolah rival diwakili oleh dua orang.

"Pak, rumus Stoikiometri Larutan apa?" tanyaku pada pak Rio yang tengah asik dengan hpnya.

Saat ini aku berada di ruang laboratoruim kimia milik sekolah dan tengah berkutat dengan soal-soal esay kimia yang entah kenapa baru lima menit baca soal kepala udah berasap.

"n sama dengan V dikali M." jawab pak Rio singkat, dua jempol tangannya saling beradu memencet layar hpnya.

Main game ya?

Aku hanya mengangguk lalu berusaha mengerjakan soal dihadapanku dengan rumus yang tadi disebutkan oleh pak Rio. Saat liburan seperti ini bukan hanya aku saja yang harus berangkat ke sekolah, beberapa anak ada yang memiliki nasib sama sepertiku, mereka diantaranya peserta lomba matematika, fisika, biologi, ada pula beberapa atlet sekolah yang dilatih untuk lomba disetiap cabang olahraga, dan yang terakhir anak-anak dari organisasi pasus yang disiapkan untuk lomba yang akan berlangsung dalam waktu dekat. Yah, setidaknya nasib buruk bukan hanya milikku seorang.

"Pak." aku mendekatkan bukuku pada pak Rio agar dia mengoreksi beberapa soal yang aku kerjakan, tapi pak Rio masih fokus dengan gamenya.

Dengan lesu kuletakkan kepalaku di atas meja dan lenganku kujadikan bantal. Azka adalah murid terpintar di sekolah ini, tapi kenapa tidak ada satu pun lomba yang dia ikuti saat ini? Kenapa sekolah tidak menunjuknya? Atau mungkin dia menolak permintaan dari pihak sekolah untuk mengikuti lomba itu, maklum sih, anak itu selalu bersikap seenaknya, mentang-mentang dia pintar, mentang-mentang dia kaya, dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan. Aish! Aku kenapa malah mikirin bocah itu?!

"Masih ada yang salah, benerin lagi." aku langsung mengangkat kepalaku ketika pak Rio mengatakan demikian dan dia masih tetap sibuk dengan game di androidnya.

"Pak, koreksinya yang bener..." rengekku.

"Udah." balasnya singkat, dengan wajah merengut kutarik bukuku untuk merevisi kembali jawaban.

"Salahnya gimana pak?" tanyaku setelah melihat tulisanku yang tanpa coretan.

"Coba dicari mana yang salah terus jawab lagi dengan teliti, kalau masih salah ntar saya ajarin."

Ternyata ngomong sama orang yang masih fokus main game itu susah ya, eh tapi lebih susah lagi ngomong sama gebetan. Aku meneliti kembali jawabanku untuk melihat bagian mana yang salah, karena kesal, aku terus mendumel selama mengerjakan soal.

Ketika selesai, aku meletakkan buku catatanku di dekat pak Rio tanpa mengeluarkan suara, lalu menatapnya tanpa ekspresi. Pak Rio ini dilihat darimana pun dia masih tampak muda, rambutnya yang hitam berpadu dengan pupilnya yang juga hitam ditambah bibirnya yang lembab itu membuat pak Rio terlihat sempurna dari luar. Sikapnya baik tapi kadang usil dan kalau sudah fokus sama sesuatu seperti sekarang ini sulit untuk dialihkan. Tapi sayangnya pak Rio bukan tipeku.

Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang