Chapter 8

473 53 5
                                    

"Ini ulahmu, bukan?"

Taehyung memperlihatkan layar ponselnya padaku dan aku bisa lihat Kim Doyeon sudah memulai aksinya dengan mengirimi Taehyung pesan. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Doyeon. Aku yakin ada banyak sekali pesan dari laki-laki di ponselnya tapi ia lebih memilih mendekati Taehyung? Ia pasti sudah kehilangan akal sehat.

"Jangan salahkan aku. Dia yang minta nomormu." ujarku. Taehyung berdecak dan tatapannya menajam tak suka.

"Aku tidak pernah bilang kau boleh menyebarkan nomorku sembarangan!"

"Sembarangan, katamu? Doyeon bukan orang sembarangan, tahu! Dia kan temanmu juga!"

"Aku tidak merasa berteman dengannya?" ia mengangkat satu alis. Keningnya yang berkerut membuatnya terlihat seribu kali lebih menyebalkan dari biasanya.

Bagaimana bisa ia tidak mengakui seorang teman?

Oh, aku lupa. Pasti ini sebabnya ia tidak pernah punya teman.

"Dasar sinting!"

Umpatku sebelum bangkit dari kasur Taehyung dan beranjak pergi keluar kamar. Sebelum benar-benar pergi dari kamar Taehyung, aku berkata dengan penuh penekanan, "Pokoknya balas pesan itu. aku tidak mau tahu!"

**

"Jihyun. Lee Jihyun, bangunlah. Ini sudah jam 9, kita bisa terlambat!"

Merasakan guncangan di lengan, aku berusaha membuka mata dan berniat untuk merutuki siapapun yang tega membangunkanku dari beauty sleep di hari Minggu. Well, kecuali apabila itu ibu atau ayah, tentu aku tidak cukup gila untuk merutuki orangtuaku sendiri.

Tapi jelas itu bukan suara ayah atau ibu. Awalnya kupikir itu Taehyung. Maksudku, siapa lagi yang suka mengganggu dan merecoki ketenangan hidupku kalau bukan dia.

Tapi ketika aku berhasil membuka mata dan yang kutemukan adalah pemuda berparas menggemaskan layaknya kelinci, tersenyum geli padaku sampai terbentuk kerutan di kedua sudut matanya, dengan kecepatan cahaya aku langsung bangkit dari posisi tidur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh yang berbalut piyama beruang yang memalukan.

"Astaga, Jeon Jungkook! Apa yang kau lakukan disini?!"

"Aku menelpon, delapan kali. Atau lebih. Tapi kau tidak menjawab satupun dan aku putuskan untuk kemari. Ibumu yang menyuruh aku naik ke kamarmu dan membangunkanmu."

"Aish, sampai kapan eomma akan membiarkan laki-laki masuk sembarangan ke kamarku.." desisku kesal.

"Lagipula, hei! Apa kau benar-benar lupa? Kita ada janji dengan Doyeon untuk menonton tim cheerleaders tampil di pertandingan basket."

Sial. Benar-benar sial. Bagaimana bisa aku lupa?

"Kau punya waktu 30 menit." ucap Jungkook seraya mengecek jam di pergelangan tangannya, "aku akan menunggu di bawah."

**

Saat aku dan Jungkook tiba di gymnasium, tepatnya sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai, tempat ini sudah penuh sesak dengan anak-anak yang datang untuk menjadi supporter. Anak-anak dari sekolah kami dan dari sekolah lawan membentuk kelompok besar di tribun kanan dan kiri, tapi aku tidak begitu peduli. Aku datang sebagai penonton tim cheerleaders, bukan untuk menonton pertandingan. Lagipula aku tidak terlalu menggemari basket dan olahraga lainnya.

Sayangnya, Jungkook datang untuk menonton pertandingan. Jadi niatku untuk mengajaknya pulang atau pergi ke tempat lain setelah Doyeon dan tim cheerleadersnya tampil terpaksa harus kubuang jauh-jauh.

Teriakan para supporter semakin menjadi saat satu persatu pemain memasuki lapangan. Seorang pemain dengan nomor punggung 01 mendapat teriakan paling kencang dan aku tidak mengerti kenapa. Maksudku, ia tidak tinggi dan kulitnya putih sekali. Tidak kusangka anak basket seperti dia cukup populer di kalangan gadis-gadis.

Alien Next Door [KTH]Where stories live. Discover now