Enam

815 118 5
                                    

Kurang lebih 1,5 jam operasi itu berlangsung, dan berjalan dengan lancar. Semua orang yang menjadi saksi menghela napas dalam kerana lega. Yonghwa menghapus matanya yang membasah, lepas dari cemas dan tegang. Yang terpenting kesembuhan Halabeoji.
Sementara Shinhye pun menghela napas dalam. Meski lalu benaknya bingung, apa yang harus dilakukan jika Halabeoji menagih janjinya.

Yonghwa tidak mau jauh dari kakeknya, ia bahkan menolak untuk memeriksa pasien. Tidak ada yang berani marah, sebab dia cucu pemilik RS itu. Yang besok lusa dialah pemiliknya. Yonghwa cucu laki-laki satu-satunya. Dialah pewaris SH Group sudah tidak diragukan.
Pemulihan pasca bedah tentunya bergantung kepada kondisi pasien sendiri. Hal itulah yang masih mengkhawatirkan Yonghwa, namun kadarnya tipis saja. Karena tumor penyebab keluhan pada tubuh Halabeoji sudah dapat dibuang.
Shinhye menemui Halabeoji setelah siuman, ia datang dengan membawa bunga seperti biasa, namun lebih banyak dan lebih warna warni. Halabeoji tampak sangat senang. Yonghwa tidak banyak bicara menanggapi kehadirannya. Tapi saat Halabeoji tidur, Yonghwa pergi menghampiri Shinhye di kantornya.
"Kau tidak harus mengikuti permintaan Halabeoji, biar ini menjadi tanggung jawabku." ocehnya begitu tiba di hadapan Shinhye.
"Tentu, lagi pula aku sudah mempersiapkan diri untuk pergi. Mungkin minggu depan aku akan berangkat ke Amerika." balas Shinhye tak kalah tandas.
"Bagus. Pergilah sejauh mungkin! Lebih baik jika kau tidak menampakan diri pada Halabeoji lagi."
"Kau sungguh-sungguh ingin aku pergi?" tatap Shinhye tidak percaya dengan jawaban Yonghwa.
"Bukankah kau yang menginginkan pergi?"
"Aku bisa menjelaskan kepada Halabeoji kenapa menolak permintaannya menikah denganmu."
"Supaya Halabeoji sakit lagi?" pandang Yonghwa nyinyir.
"Kau memang yang memulai, tapi aku juga perlu menjelaskan kepada Halabeoji supaya Halabeoji mengerti."
"Tesseo... tidak usah, jika alasanmu menolak kehendak Halabeoji! Kau pergilah saja!"
"Aku berjanji berbicara dengan hati-hati untuk tidak membuat Halabeoji kecewa."
"Halabeoji pasti kecewa jika kau tidak menuruti permintaannya."
Shinhye akhirnya diam. Ia tahu yang namanya penolakan tetaplah penolakan selembut apapun disampaikannya.
"Baiklah. Kalau begitu, sampaikan salamku untuk Halabeoji! Maaf aku tidak menemuinya dulu sebelum berangkat." ucap Shinhye akhirnya.
"Kapan kau akan berangkat?" tanya Yonghwa.
"Minggu depan."
Tidak ada lagi obrolan, Yonghwa beranjak pergi setelah itu.

Halabeoji semakin hari semakin sembuh, dan yang diingatnya hanya Shinhye sebab belum menengoknya lagi sejak hari pertama ia selesai menjalani pembedahan tersebut.
"Dia pergi mengikuti seminar di luar kota beberapa hari, Halabeoji. Dia pergi saat Halabeoji sedang tidur, makanya dia tidak berpamitan pada Halabeoji." Yonghwa selalu berusaha menutupi.
"O, begitu rupanya. Baiklah."
"Halabeoji sudah diijinkan pulang, hanya hari ini saja menginap disini karena hasil laboratorium terakhir belum keluar." senyum Yonghwa.
"Ne, Halabeoji sudah bosan sekali ingin segera jalan-jalan di halaman melihat tumbuhan-tumbuhan, Yonghwa-ya!"
"Segera, Halabeoji!"

Sementara Shinhye semakin pasti akan segera berangkat. Orang tua mereka tahu jika urusan dengan Halabeoji akan diurus Yonghwa. Hari itu Halabeoji keluar dari RS. Ayah Yonghwa yang menjemput, sementara ayah Shinhye menunggu kepulangannya di rumah. Tidak ada yang aneh sebetulnya dengan kondisi Presdir SH Group itu. Selama 2 hari di rumah semua tampak normal hingga di hari ketiga kondisinya mendadak drop. Yonghwa segera melarikannya kembali ke RS, dokter-dokter yang kompeten segera menangani di tengah malam buta itu. Namun setelah berjuang 3 jam, lelaki berparas teduh karena kebaikannya itu menghembuskan napasnya yang terakhir di hadapan Yonghwa. Tak terkatakan dokter Rock n Roll itu terpukulnya.
Ia bahkan tidak bisa berkata-kata. Seketika RS riuh lagi oleh kehadiran para petinggi. Disinyalir kepergian Big Boss  karena gagal jantung. Bukan karena shock atau apa pun setelah mendengar kenyataan tentang pertunangan cucunya seperti yang diduga Shinhye. Bahkan Halabeoji tidak tahu apa-apa tentang hal itu, sebab Yonghwa masih menyembunyikannya.

Rumah Sakit berkabung, Yonghwa masih amat terpukul. Ia sangat tidak menyangka atas semua yang terjadi. Tangisnya membuat pilu orang yang melihat saat mengantar jenazah ke peristirahatannya terakhir. Mobil-mobil mewah berjajar di komplek pemakaman di atas bukit. Shinhye dan keluarganya ada di salah satu mobil pengiring jenazah. Begitu pula para petinggi RS atau perusahaan. Dokter-dokter termasuk Seojun, membuat bukit tempat pemakamannya menghitam oleh lautan manusia. Setelah selesai, satu persatu mobil-mobil itu pergi. Yang tersisa hanya Yonghwa tetap berdiri di atas pusara kakeknya. Ia merasa sangat berdosa karena di akhir hayat kakeknya ia masih menipunya. Shinhye menatapnya dari kejauhan. Sepanjang mengenalnya baru kali ini ia melihat pemuda itu seterpukul itu.

Dua hari Yonghwa tidak datang ke RS. Di hari ketiga, Shinhye mendatanginya ke rumahnya. Ibunya mempersilakan Shinhye menuju kamarnya. Di dalam kamarnya yang luas, Yonghwa tengah terduduk di lantai. Suasana kamar sangat berantakan. Pelahan Shinhye memasukinya.
"Yonghwa-ya.." ia memanggil pelan.
"Pergilah, Shinhye-ya! Aku ingin sendiri."
"Aku khawatir padamu. Kau tidak keluar kamar sudah 3 hari kata Samo-nim." Shinhye terus melangkah masuk.
"Jangan pedulikan aku!"
"Aku tahu kau sedih dan terpukul atas kepergian Halabeoji, tapi kalau sikapmu seperti ini aku yakin Halabeoji sedih melihatmu di alam sana." ujar Shinhye menekuk lutut di hadapan sahabatnya itu.
"Pergilah! Jangan hiraukan aku." Yonghwa menutup wajahnya dengan telapak tangan.
"Kau tidak bersedih sendirian, Yong-ah! Ratusan orang turut bersedih atas kepergian Halabeoji, tapi hidup harus terus berjalan." Shinhye pelan menyentuh tangan pemuda itu.
"Halabeoji tidak pernah tahu aku telah menipunya." air mata Yonghwa menetes lagi.
"Bukan untuk menjahatinya, tapi untuk membuat semangat Halabeoji tumbuh. Sebab Halabeoji butuh itu untuk melawan penyakitnya."
"Seharusnya aku tidak membohonginya diakhir hidupnya." air mata itu semakin deras menetes. Shinhye tanpa sadar merengkuh kepala Yonghwa ke dalam dekapannya. Membiarkan tangis Yonghwa di dalam pelukannya.
Ini pertama kalinya melihat teman sejak kanak-kanaknya ini menangis. Dadanya sendiri terasa buncah, pertemuan terakhir dengan orang tua itu hanya pada saat Halabeoji siuman. Ia tidak menemuinya lagi karena kekeras-kepalaannya menolak permintaannya. Tapi siapa yang menduga hal ini akan terjadi, sebab Halabeoji telah melewati hal tersulit dengan baik.
Yonghwa masih mengumbar air matanya, Shinhye melepaskan pelukannya. Lalu menatap dalam wajah lelaki yang seumur ia mengenalnya seperti tidak pernah bersedih itu. Jemarinya lalu menghapus air mata di wajahnya. Yonghwa terdiam.
"Maaf, aku telah meninggalkanmu sendiri melewati semua ini. Aku tidak mengira semua ini akan terjadi." ujar Shinhye terbata.
"Pulanglah! Aku ingin sendiri." suara Yonghwa lirih.
"Jangan terlalu lama terlarut seperti ini. Aku akan ada untukmu jika kau membutuhkanku."
Yonghwa mengangguk. Setelah itu Shinhye berdiri lalu melangkah meninggalkannya.

Menyaksikan dari dekat penderitaan Yonghwa membuat Shinhye ragu untuk segera berangkat seperti rencananya semula. Ia bingung teramat sangat. Yonghwa ia kenali sejak kanak-kanak, ini pertama kalinya ia melihatnya terpukul sedemikian rupa. Halabeoji sangat memanjakannya sebab Yonghwa cucu laki-laki satu-satunya. Yonghwa menyayangi lelaki sepuh itu lebih daripada ayahnya sendiri. Wajar jika sekarang Yonghwa merasa sangat kehilangan. Tapi yang membuatnya amat terpukul, diakhir hayatnya Yonghwa membohonginya dengan berpura-pura bertunangan dengan Shinhye. Hanya agar membuat kesehatan Halabeoji stabil menjelang pengangkatan tumor pada kornea matanya.
Seharusnya semua itu tidak ia lakukan sebab ia sangat menyayanginya. Shinhye pun turut merasa bersalah, sebab ia turut dalam kebohongan Yonghwa menipu orang tua yang juga sudah menganggapnya cucu tersebut. Kematian itu mutlak akan terjadi kepada siapa pun, seharusnya ia tidak melakukan persekongkolan semacam itu. Shinhye tidak dapat tidur semalaman karena tidak sampai hati jika harus tetap pergi seperti tidak berdosa  meninggalkan Yonghwa bersedih sendirian. Dilain sisi ia pun sudah sangat mendambakan untuk secepatnya pergi meraih mimpinya.

Bersambung....

Love Will Never Wrong side BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang