Hari itu mereka tengah membereskan rumah baru mereka. Rumah itu sesuai keinginan Shinhye tidak jauh dari RS. Dengan konsep arsitektur mediterania, rumah itu terasa luas. Mereka tidak menyukai banyak property di dalamnya.
Shinhye merasa tubuhnya sangat lelah saat akhirnya ia terduduk di sofa. Yonghwa sedang memasang lukisan di dinding. Dan Shinhye kaget tak terkira saat melihat darah mengalir di kakinya. Darah dari mana.
"Yong, lihat ada darah di kakiku!" ujarnya bingung.
"Darah?" Yonghwa tak acuh. "Darah apa?" baru Yonghwa menoleh.
"Ini di kakiku, darah dari mana ya?" Shinhye masih berpikir ketika kemudian perutnya terasa mules.
"Astaga! Shinhye, itu darah apa?" Yonghwa tak urung kaget.
"Ah.... perutku!" Shinhye meringis kesakitan. Semakin lama mulesnya semakin hebat.
Yonghwa segera menghampiri dan melakukan pemeriksaan, mencari sumber cairan merah itu dari sebelah mana.
"Shin, kau keguguran!" cetusnya.
"Ah, aduh... sakit, Yong!" Shinhye meremas sofa dan wajahnya pucat menahan sakit yang tiba-tiba luar biasa.
Seketika Yonghwa membawa Shinhye ke RS dengan pikiran yang kacau.
"Tahan, Shin! Tahan sebentar lagi!"
"Ah.... aduh...ah!" Shinhye tak berhenti merintih membuat Yonghwa panik. Untung RS tidak jauh. Kira-kira 10 menit berselang, mereka sudah tiba di UGD RS.
Hari itu hari libur, tapi dokter jaga sigap sekali menangani Shinhye. Dokter obgyn datang begitu dokter yang memeriksa Shinhye menghubunginya. Dia melakukan pemeriksaan dan langsung mengambil tindakan. Shinhye di bawa ke ruang bersalin untuk dilakukan Curretase pada rahimnya, karena rupanya benar ia mengalami Abortus.
Yonghwa menunggu dengan cemas, kenapa Shinhye tidak menyadari jika dirinya sedang hamil? Apa ia tidak merasa ada yang berubah pada tubuhnya?
Tidak lama proses pengambilan jaringan di dalam rahim Shinhye, sebentar saja Shinhye sudah dibawa ke ruang pemulihan.
"Kira-kira berapa minggu usia janinnya, dr Kim?" tanya Yonghwa kepada dokter kandungan itu.
"Paling baru 4 minggu, dr Jung. Istri Anda tidak mengurangi kegiatannya sepertinya."
"Dia tidak tahu kalau dirinya sedang hamil, dokter. Dia masih tetap dengan jadwal operasinya minggu-minggu kemarin itu."
"Terlalu sibuk barangkali, makanya tidak sadar sudah telat haed." duga dokter kandungan.
"Sepertinya begitu."
"Tapi tenang saja! Tiga bulan setelah ini dr Park bisa kembali hamil."
Yonghwa tersenyum masam. "Terima kasih banyak atas bantuannya, dr Kim."
"Sudah kewajiban saya, dr Jung! Merasa terhormat saya bisa melayani istri Anda."
Yonghwa tersenyum lebar.Shinhye terkulai lemas di bad ruang VIP RS tempat ia bekerja selama ini. Matanya membasah. Ia sedih harus kehilangan janin yang belum sempat diketahui tumbuh di rahimnya. Yonghwa membelainya.
"Sudah, jangan ditangisi! Kita masih punya banyak kesempatan untuk menunggunya lagi hadir di rahimmu."
Shinhye menghapus air matanya, ia merasa bersalah. Sebab jika saja tahu ia akan berhenti dari kegiatannya yang menyibukan dan menguras banyak energinya.
"Pelajaran penting untukmu, jangan terlalu menomersatukan pekerjaan. Begitu juga untukku." lanjut Yonghwa. "Makanya besok aku akan minta dr Jo untuk mengurangi jadwal operasimu. Kau selalu melarangku untuk melakukan itu, dengan dalih tidak mau diistimewakan. Siapa yang mengistimewakanmu? Tapi masalahnya, sekarang kau sudah punya suami." Yonghwa jadi agak ngomel.
"Dr. Jo sudah mengurangi jadwal operasiku sejak aku menikah." sanggah Shinhye.
"Berarti kau yang terlalu sibuk. Habis ini aku tidak ijinkan kau pulang lewat dari jam pulang kantor. Kalau perlu ke perpustakaan untuk jurnalmu, lakukan disela-sela jam kerja." putus Yonghwa tidak bisa ditawar. Shinhye tidak melawan.Orang tua mereka cemas mendengar itu, tapi kondisi Shinhye sudah baik. Sore hari ia sudah diperbolehkan pulang. Di dalam mobil Yonghwa kembali ngomel kayak nenek-nenek.
"Aku nggak habis pikir, telat haed kok nggak tahu sih? Biasanya cewek suka hitung itu. Ditungguin setiap bulan."
"Bukan nggak tahu, aku juga sedang nungguin. Kirain sakit pinggang dan nggak enak badan itu mau haed. Tahunya malah keburu keluar lagi." sungut Shinhye cemberut.
"Makanya jangan terlalu sibuk, kamu tu sekarang wanita menikah. Di RS kerja, di rumah sibuk ngurusin jurnal. Kau hampir tidak ngurusin aku!"
"Jangan berlebihan. Siapa yang membuatkanmu sarapan tiap pagi? Siapa yang mengurus pakaianmu? Siapa yang membuatkanmu kopi tiap waktu... aku selalu melakukannya betapa pun aku sibuk." Shinhye meradang.
"Iya, tapi habis itu kau fokus lagi ke karya tulismu itu."
"Aku juga fokus padamu setiap kau membutuhkan aku!" ketus Shinhye.
"Iya tapi itu sekali-kali aja. Tidak setiap hari."
"Salahmu kenapa tidak minta setiap hari."
"Oke, setelah ini berarti boleh setiap hari..." senyumnya, smirkevil.
"Enak aja! Kondisiku bahkan masih seperti ini." Shinhye mendelik.
"Setelah kau sembuh tentunya, Sayang!"
Shinhye diam. Hatinya tetap sedih kehilangan calon bayinya. Dan itu jelas karena kesalahannya.
"Mianhe, Yonghwa-ya! Aku harusnya tahu jika dia sudah ada di rahimku." ucapnya sendu.
"Lupakan. Kita berdua yang salah sampai tidak menyadari semua itu."
"Aku janji, ini tidak akan kuulangi."
"Yang penting kau sembuh dulu sekarang. Setelah itu kita bulan madu lagi, supaya kau cepat hamil lagi. Otteyo?"
"Maaf, karena aku teledor." Shinhye mengusap kelopak matanya.
"Kau sangat menginginkan bayi itu, Shinhye-ya?"
Park Shinhye mengangguk.
"Yang harus kau pikirkan, kondisimu sekarang syukur cepat baik. Dia tidak meninggalkan masalah di rahimmu. Khawatir dia meninggalkan masalah besar, itu yang sangat kutakutkan tadi. Kau tahu kan, sering ada blooding hebat hingga si ibu meninggal atau shock berat sampai hilang kesadaran dan dibawa ke ICU? Itu yang sangat kukhawatirkan. Dia rupanya menyayangi ibunya dengan keluar tanpa meninggalkan bahaya. Kita harus bersyukur, Shin!"
"Berapa kira-kira usia dia kata dr Kim?" pandang Shinhye dengan mata yang selalu saja membasah.
"Kira-kira 4 minggu. Itu memang usia yang rentan."
"Mulai sekarang aku akan menuruti semua perintahmu, Yeobo! Maaf selama ini aku selalu keras kepala dengan keinginanku sendiri." janji Shinhye bersungguh-sungguh.
"Kesadaran itu yang sangat penting, Shin. Kau tahu, setiap aku bawel itu karena aku menginginkan yang terbaik untukmu. Karena aku menyayangimu."
Shinhye mengangguk percaya.Hidup berumah tangga itu tidak selalu mudah, meski juga tidak sulit. Selama ada saling percaya, saling terbuka dan saling memahami... setiap masalah bisa diselesaikan.
Kehidupan pernikahan terkadang mirip hubungan 2 orang kekasih, 2 orang sahabat, hubungan kakak-adik, terkadang juga hubungan seperti anak dan orang tua. Complicated. Tapi disanalah indahnya, disanalah seninya.
Kehidupan pernikahan juga tidak cukup hanya berlandaskan cinta, sebab perasaan cinta bisa luntur tergerus waktu, meski juga bisa semakin dalam seiring berjalannya waktu. Kehidupan pernikahan yang terpenting harus berlandaskan rasa ikhlas. Mau dan bisa menerima kekurangan atau kelebihan pasangan. Mau memahami dan mengerti, bahwa setiap pribadi diciptakan Tuhan adalah berbeda. Mau menjembatani setiap perbedaan, berlapang dada memaafkan dan melupakan dendam. Sebab tidak ada yang selurus jalan tol saat 2 pribadi berbeda dipersatukan. Krikil, jalan menanjak, menurun, berkelok... akan selalu ditemui.Shinhye turun dari mobil dengan langkah pelan. Masih terasa sangat ngilu sama seperti habis bersalin. Yonghwa memapahnya. Ia tertidur dan tidak keluar kamar hingga berhari-hari. Meski akhirnya bisa menerima semua yang terjadi, namun ia jadi sangat berubah setelah itu. Ia akan bekerja hanya selama jam kerja. Ia tidak sibuk mencari referensi ke perpustakaan. Ia tidak berambisi membuat jurnal sering-sering. Ia tidak mau sukses berkarier namun gagal menjadi seorang istri dan ibu. Tidak ada yang berjalan sempurna pada 2 jalan berbeda. Jika ingin sukses dengan salah satunya, maka yang lain harus dikorbankan. Shinhye mengorbankan kariernya untuk meraih sukses dalam kehidupan pernikahannya. Apa pun alasannya, Yonghwa masih jauh lebih penting buatnya dari pada kariernya sebagai dokter bedah.
Selesai.
Readers! Author sendiri merasa kurang puas dengan ending seperti ini. Kurang nendang.
Tapi kali ini Author ingin menampilkan sisi lain dalam tulisan Author.
Pokoknya akhir seperti apa pun, cerita ini berakhir.
Author punya kebiasaan, ketika cerita menurun tensinya setelah mencapai klimaks, males buat selese-in. Rasanya kurang gereget lagi.
Itu pulalah yang membuat Author males juga bikin sequel. Kecuali, ada konflik baru lagi...
Tapi sejauh ini belum nemu selesai satu cerita dengan karakter yang sama, ada konflik baru.
Pokoknya, suka tidak suka, puas tidak puas, terima saja!
Gomowoyo untuk tetap vote dan comment!
Nanti lagi ya... di ff berikutnya!Kamsahamnidha! Anyong!😘👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Will Never Wrong side B
RomanceSahabat jadi cinta, ungkapan yang menggelikan bagi mereka. Cinta bagaimana pun mengandung makna yang lebih sakral dari persahabatan. Sampai kemudian keduanya sadar jika yang terjadi diantara mereka berdua selama ini agaknya perasaan cinta bukan pers...