Prolog

11 1 0
                                    


I stare every single photo in my room. Foto-foto yang mengingatkan aku pada mereka yang pernah mengisi kehidupanku. Setiap lembar foto yang tertempel di dinding kamarku, menarikku pada arus kenangan masa lalu, bittersweet. Aku sudah tak mampu membedakan lagi apa itu kenangan manis dan apa itu kenangan pahit. Semua ku rasa, semua indah dalam deraian air mata bercampur gelak tawa.

Kehidupan memang seperti ini, tak ada yang benar-benar di yakini atau yang tidak di yakini. Hem… aku heran mengapa begitu mudahnya bagi seorang manusia untuk berubah pikiran. Detik ini aku berkata tidak mungkin, tapi sedetik kemudian aku melakukannya. Ya begitulah, aku selalu merasa diriku merupakan makhluk paling aneh-dalam konteks kelakuan dan pikiran, of course not about physical look walaupun itu juga sering terjadi-di bandingkan dengan orang lain.

Betapa bodohnya aku yang tetap memendam rasa aneh dalam hatiku yang dulu ku sebut dengan “cinta.” Lebih baik aku ikut ujian Statistika Sosial, daripada harus mengatakan “I love you” secara langsung. Ya, selama ini aku menulis setiap titik kehidupanku dalam sebuah buku kecil berwarna pink dan bertuliskan ‘Best wishes’, tapi tak pernah sekalipun aku menuliskan namanya yang sesungguhnya. Kenapa begitu? Mungkin bahkan aku tak percaya pada diriku sendiri.

Di awal kehidupku, aku banyak mengenal manusia, tapi aku merasa tak ada seorangpun yang benar-benar bisa menjadi sahabatku. Itulah mengapa aku lebih suka menghabiskan waktuku bersama Kakakku, walaupun kita tidak dekat, tapi Dia lah laki-laki yang akan melindungiku sekuat tenaganya.

Ketika tiba saat itu, saat aku memasuki masa-masa SMA, yang orang bilang masa-masa yang paling indah, Aku pun terus berusaha mencari arti dari ikatan itu, ikatan yang mereka sebut dengan persahabatan. Aku bisa mendapatkannya dengan temanku di 3 tahun terakhir, tapi sekarang aku harus berpisah dengan mereka, it means that I have to find another one, tanpa melupakan mereka pastinya.

Mungkin inilah yang aku cari, aku bisa menjadi diriku sendiri di hadapan mereka. Banyak hal yang unik di setiap diri mereka, pengalaman yang tak pernah terbayang akan ku lalui, nyatanya aku bisa merasakannya. Hidupku seperti hamparan pelangi, yang bermula dari dua keadaan yang berbeda, kemudian bertabrakan menjadi satu dan membentuk warna-warni yang indah, dan sayangnya, itu hanya berlangsung sebentar…

SOLITUDE BREAKERWhere stories live. Discover now