i love you, i miss you

30 1 0
                                    

Beginikah rasanya mencintai? Beginikah harusnya rasa sayang yang tak tersampaikan? Jika ya adalah jawabannya lalu mengapa harus sesakit ini? Mengapa harus ada luka yang dirasakan? Bukankah mencintai itu sederhana? Seperti kata orang, mencintai itu mudah. Melupakannya yang susah. Tapi haruskah aku melupakannya setelah apa yang aku alami selama ini?
Mengapa aku tak bisa memilikinya? Apakah takdirku tak untuk bersamanya?

Dia sangat tahu bagaimana aku mencintainya. Bagaimana aku merelakan hatiku untuknya. Dia juga tahu bagaimana aku mencintainya dalam diam. Aku ungkapkan rasaku. Aku berkata jujur tentang hatiku. Walau sayang aku tak mendapat kesempatan itu. Tapi salahkah jika aku berusaha?
Jika mencintainya membuatku harus merasakan pahitnya juga, mungkin sebaiknya aku tak bertemu dengannya untuk selamanya. Walaupun aku tak bisa membohongi hati ini bahwa aku begitu mencintai dan menyayanginya. Namun dia sendiri telah dipilihkan seseorang yang tepat menurut kedua orang tuanya. Aku merindukannya dari sini. Aku berharap kebahagiaan untuknya selalu. Dan kenangan tentangnya selalu mendapat tempat di bagian hatiku yang lain.

Dia tidak benar-benar mencintaiku. Dia telah pergi dari hidupku. Tak tahukah dia betapa aku mencintainya? Betapa besar kasih dan sayangku padanya?  Dia tak mau melihatku. Dia hanya terpuruk bersama rasa yang tak ingin diperjuangkannya.

Dia berbicara cinta padaku. Aku tahu itu. Aku bisa merasakan ketulusannya. Aku juga bisa merasakan kasih sayang yang bahkan tak diberikan oleh calon tunanganku. Orang yang dipilihkan orang tuaku untukku.

Dia seharusnya ikut berjuang bersamaku. Tapi nyatanya dia pergi. Membiarkan hatiku terbengkalai seperti ini. Kenapa dia begitu egois? Tidakkah dia tahu jika ayahku ingin menguji rasa cinta kami? Aku memang telah dijodohkannya sedari dulu. Dengan orang yang memang telah lebih dulu aku cintai. Sebelum aku bertemu dengannya. Tapi dengan segala hal yang dia lakukan telah berhasil membuat hatiku luluh.

Jujur saja. Perasaanku pada calon tunanganku itu kini mulai berkurang. Mungkin karena besarnya cintaku pada lelaki bodoh itu yang berhasil membuatku berpaling.

Aku tak mungkin melanjutkan keinginan kedua orang tuaku. Aku tak bisa menipunya lebih lama lagi. Bahwa aku telah mencintai orang lain. Meski kini aku tak tahu keberadaannya. Meski akhirnya aku tak bersama salah satu di antara mereka.

Tapi akan lebih baik. Daripada membiarkan seseorang menggantungkan harapan padaku, harapan yang jelas tak akan dapat aku kabulkan, dan juga membiarkan seseorang lainnya terus membuatku berharap yang tak pasti karena kini dia telah pergi. Baiknya jika aku melepaskan semuanya. Aku juga akan baik-baik saja. Meski tak bisa aku pungkiri betapa merindunya aku kepada laki-laki bodoh yang kini telah pergi... aku tetap mencintainya. Dia tetap selalu ada di dalam bagian hatiku yang lain...

mencintaimu dalam waktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang