Tujuh

1.8K 157 0
                                    

Ai Cen menangis sesegukan. Cukup lama, hingga seseorang menepuk-nepuk pelan punggungnya secara teratur. "Sssstttt... Aku disini."

"Si-siapa kamu?"

"Bukan waktunya berkenalan. Aku akan menolongmu keluar dari sini," bisik anak kecil itu tepat di telinganya.

Ai Cen menatap lama anak kecil yang sepertinya lebih tua darinya. Sepertinya Ai Cen harus percaya padanya kalau mau keluar dari tempat kumuh ini.

Ai Cen mengangguk. Anak kecil itu menariknya berdiri dan mengusap sisa air mata Ai Cen yang turun membasahi pipinya. "Jangan nangis lagi. Aku akan menolongmu."

"Terima kasih," ucap Ai lirih.

"Kamu belum keluar dari sini. Jadi, jangan berterima kasih dulu."

Ai mengernyit. Anak ini aneh, pikir Ai dalam hati.

Anak kecil itu menarik Ai keluar dari tempat kumuh itu. Pintu yang awalnya tertutup, rupanya telah terbuka. Anak kecil itu masih menarik Ai, hingga seseorang datang dan mencegah mereka. "Diam disana. Atau... Aku akan jerit sekarang juga."

"Diamlah, Mei."

"Koko, aku hanya mau membantumu. Nanti kamu terkena masalah gara-gara anak cacat ini." Wang Li Mei dan Wang Yu Chen, keponakan Wang Shang Di. Mereka berdua anak yatim piatu. Kedua orang tua mereka tenggelam di laut, saat perjalanan dari barat menuju selatan menggunakan kapal dan sekarang tinggal bersama Wang Shang Di.

Adi sekarang menjadi raja di bagian selatan, kerajaan milik kedua orang tua Mei dan Chen. Sekarang ia juga mengincar bagian barat. Bagian barat kekuasaan marga Huang yang paling ditakuti oleh semua kerajaan. Kedua, bagian timur kekuasaan marga Tan dan selebihnya hanyalah kerajaan kecil yang berada di tengah-tengah kerajaan Wang, Huang dan Tan.

"Jaga mulutmu."

"Tidak mau."

Mereka berdua beradu mulut. Ai bisa menyimpulkan bahwa mereka berdua saling menyayangi satu sama lain. Ai ingin seperti yang tengah mereka lakukan. Ia jadi teringat Amoi. Dan, ia ingin bertemu dengan Alie dan EnEn.

"Aku ingin pulang," ucap Ai lirih.

"Anak manja," ucap Mei ketus.

"Sana, masuk ke kamarmu, Mei. Jangan bilang apa-apa sama shushu."

"Baiklah."

Mei berbalik dan berjalan lurus, tanpa menghiraukan Ai dan Chen.

"Sekarang ikut aku. Ayo!" seru Chen.

Mereka berdua melewati lorong gelap, hingga tiba di sebuah pintu berukuran raksasa, Chen mendorongnya.

Ai melongo melihat ruangan tersebut. "Bagaimana bisa perbedaan yang begitu jauh antara tempatku tadi dengan ada di balik pintu ini?"

"Yang tadi itu penjara dan yang ini rumahku."

Ai hanya mengangguk. "Aku kenapa bisa ada disini?"

"Shushu yang membawamu kesini. Kamu di culik sekarang."

Ai menatap tak percaya dan refleks ia melepaskan pegangan tangan Chen dari tangannya dan berjalan menjauh dari Chen.

"Aku bukan orang jahat. Kamu percaya, kan?" tanya Chen dengan tatapan mata tajamnya.

Ai berpikir-pikir dan melirik Chen sejenak. Ia mengangguk dengan ragu.

"Tunggu disini sebentar."

Chen berjalan keluar, meninggalkan Ai sendirian.

Beberapa menit kemudian, Chen datang. "Ayo, mereka sudah tidak ada."

Chen langsung menarik tangan Ai. Mereka berdua berlari sembari tangan mereka saling menyatu, menjadi satu.

Belum sampai di depan gerbang utama, mereka berdua sudah di cegat oleh lima pengawal.

"Pangeran, apa yang kamu lakukan?"

"Anak ini tawanan raja."

"Minggir," ucap Chen dingin.

"Tidak bisa, pangeran. Anak kecil ini di larang keluar dari kerajaan."

"Kubilang minggir!" jerit Chen.

"Tidak bisa. Maaf, pangeran."

Salah satu pengawal langsung menggendong Ai. Ai berontak dalam gendongan pengawal. "Lepaskan aku!"

"Hei! Lepaskan dia! Kamu kasar sekali!" jerit Chen dan ia mencoba menolong Ai.

"Sudah. Lepaskan." Suara bariton menginterupsi.

"Hormat raja."

Raja Adi mengibaskan tangannya agar para pengawal segera enyah dari hadapannya. Para pengawal langsung mengikuti perintah raja Adi.

Seperginya para pengawal, raja Adi langsung mengumbar senyumannya. "Maaf atas kelancanganku ini putri. Aku tidak bermaksud jahat. Aku hanya mau membawa putri bermain-main disini."

Raut wajah raja Adi tiba-tiba berubah menjadi datar dan tatapan matanya seperti elang yang siap menerkam mangsanya. "Tapi, kalau putri mencoba-coba untuk kabur dari sini. Jangan harap."

Ai bergidik ngeri, sedangkan Chen memandang tak suka kepada raja Adi.

"Ingatlah, putri. Raja Alie pasti akan segera menyerahkan kerajaannya padaku."

Raja Adi menyipitkan matanya, menatap Chen. "Chen, jangan pernah kamu mencoba untuk membantunya kabur dari sini."

Raja Adi mendekati Chen, kemudian membisikkan sesuatu yang membuat Chen terdiam. "Ingat, nyawa Mei ada di tanganku."

"Pergilah sejauh yang kalian bisa," ucap raja Adi terakhir kalinya, lalu ia berjalan pergi sembari bersiul-siul.

"Sekarang, harus bagaimana? Aku takut." Ai menatap Chen, berharap Chen punya jalan keluar.

"Maaf. Kali ini aku tidak bisa. Nanti akan aku usahakan untuk mengeluarkanmu dari sini."

Sekarang hanyalah keheningan yang tercipta diantara keduanya.

Tiba-tiba Chen membuka suara, "namaku Wang Yu Chen, panggil saja aku Chen."

Ai tersenyum pelan. "Aku--"

"Ai Cen. Huang Ai Cen." Chen memotong pembicaraan Ai.

"Dari mana kamu tahu?" tanya Ai dengan alis saling bertautan.

"Rahasia."

"Nanti. Suatu hari nanti akan aku bocorkan rahasiaku," ucap Chen dengan senyum manisnya.

==================

Bersambung >>>


HUANG [Dreame/Innovel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang