Sepuluh

480 67 4
                                    

Kini, Ai dan pria itu sudah berada di hutan yang jauh dari selatan.

"Lama tak bertemu." Suara pria itu memecahkan keheningan.

Ai kaget. Benarkah dia anak kecil itu?

"Siapa kamu?" tanya Ai.

Pria itu tiba-tiba menarik Ai ke dalam pelukannya, lalu mencium Ai tanpa izin.

Pria itu tiba-tiba menarik Ai ke dalam pelukannya, lalu mencium Ai tanpa izin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ai hendak berontak, tapi tangannya lemas seketika. Entah sejak kapan, Ai sudah menutup kedua matanya. Ia merasakan suatu getaran di hatinya.

Ini tidak benar, pikir Ai dalam hati.

Ai segera mendorong pria itu, lalu menamparnya. "Lancang sekali!"

"Manis."

Ai tersipu malu. Pria ini gila!

"Siapa pria yang bersamamu tadi?"

"Bukan urusanmu, Tuan."

"Selalu menjadi urusanku, Kitty."

Ai melebarkan matanya. "Kamu?"

"Tan Wie Zu. Panggil aku, Azu."

"Kenapa baru sekarang?"

Berkali-kali Ai berpikir, ini tidak mungkin. Aku tidak sedang bermimpi?

"Aku...," Azu tampak berpikir keras, lalu ia tersenyum. "Aku ingin kamu merindukanku."

Ai tiba-tiba teringat nama Azu. Azu yang terkenal suka mempermainkan hati wanita dan ia juga pandai memikat hati wanita hanya dengan menatap mata lawan selama beberapa detik.

"Kamu pangeran dari kerajaan Timur?" tanya Ai dengan nada rendah.

Azu tidak menjawab, melainkan ia tertawa terbahak-bahak.

"Ada yang lucu?" Ai menautkan alisnya.

"Sedikit," jawab Azu disela tawanya.

"Di bagian mana?"

"Pengembara sepertiku, mirip dengan pangeran Azu dari Timur?" Azu menyeringai. "Apa pangeran Azu yang itu lebih tampan dariku?"

"Aku tidak pernah bertemu dengannya. Hanya saja, aku sering mendengar tentang pangeran Azu dari para pelayan."

"Berarti aku lebih tampan darinya," putus Azu, tanpa malu.

Ada sesuatu yang janggal di hati Ai. Jika dia ini bukan pangeran Azu. Lalu, bagaimana dia bisa menemuiku sewaktu kecil?

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Kitty?"

Ai tersadar dari lamunannya. "Tidak ada."

Azu menatap Ai lekat. "Kamu bohong lagi."

"Sepertinya, kamu lebih suka aku menebak isi pikiranmu?" lanjut Azu.

"Kalian cari dia sampai dapat! Jangan sampai kehilangan jejak!" Suara seseorang menginterupsi mereka berdua--tidak begitu jauh dari tempat mereka berdua berdiri.

Azu yang merasa terancam, ia langsung menarik Ai berlindung di sebuah gubuk kumuh.

Ai ketakutan. "Apa yang--"

"Ssssttt... Diam dulu," potong Azu.

Ai menyipitkan matanya--menatap Azu. "Berniat jahat?"

"Cerewet sekali. Kalau kamu secerewet ini, bisa-bisa kita di tangkap. Mau?"

Ai menggeleng cepat. "Kalau begitu, diam dan ikuti saja aku."

Mau tak mau, Ai menurut.

Berdiam saja tidak menyelesaikan masalah, pikir Azu.

"Kamu tunggu di sini sebentar."

Saat Azu hendak pergi, Ai menarik ujung baju Azu. Azu menoleh, "ada apa?"

"Um... Itu... Aku takut," ucap Ai lirih.

Azu berpikir sejenak, lalu ia mengelus pelan kepala Ai. "Sebentar saja. Aku janji. Tidak akan lama."

Ai melirik sekeliling tempat ini. "Jangan lama."

"Siap!" sahut Azu.

Azu melangkah menjauh dari Ai, lalu ia tersenyum sendiri. "Cukup penurut."

*

Chen keteteran mencari keberadaan Ai.

Ai, kamu dimana? Siapa pria yang membawamu kabur?!

Tanpa sengaja, Chen bertemu dengan orang yang mencari Azu. Ia bersembunyi di balik pohon besar, kemudian ia menguping pembicaraan mereka. "Cari pangeran sampai dapat. Jika tidak, bersiap-siap kepala kalian di penggal raja."

"Baik, ketua."

"Ini semua akibat ulah pangeran Azu. Andai ia bukan pangeran, sudah aku bunuh sedari awal," ucap salah satu pengawal yang berada paling belakang.

"Hus! Jangan sembarangan bicara," tegur pengawal di sampingnya.

"Jika kamu benci, simpan dalam hati saja. Jangan mengumbar. Hati seseorang, siapa yang tahu," sahut pengawal--yang ikut mendengar.

Suara mereka semakin menjauh, serta pacuan kuda terdengar begitu nyaring di telinga Chen.

"Pangeran Azu?" gumam Chen.

Ia jadi teringat, hari dimana Azu memberanikan diri menyapa Ai. "Kebetulan atau takdir?"


HUANG [Dreame/Innovel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang