DuapuluhTujuh

1.1K 108 8
                                    

Tok

Tok

Tok

"Masuk!"

Krietttt...

Degup jantung semakin tak karuan, diikuti langkahan kaki yang kian lama kian mendekati seorang pria paruh baya yang tengah duduk sembari menatap lekat sang pejalan dengan lilin sebagai penerang di tengah meja.

Penerangan hanya melalui lilin, hingga membuat sang pejalan mengernyit. Apa Raja menyukai kegelapan?

Sungguh, rasa penasaran menggerogotinya. Namun sangat disayangkan, rasa itu harus terkubur dalam-dalam.

"Tanpa cahaya, hidupmu terasa hampa. Tanpa belahan jiwa, kegelapan pun menjadi teman sejati."

Suara yang keluar dari bibir sang Raja menyiratkan kesedihan yang mendalam. Entah mengapa, hati ikut merasakan apa yang tengah dirasakan sang Raja.

"Aku sudah kehilangan Ai yang kucintai dan aku tidak mungkin kehilangan Ai yang kusayang."

Tiba-tiba Alie berdiri, lalu tersenyum tipis. "Terkadang takdir seakan mempermainkan kita. Tapi, aku beruntung. Meskipun kegelapan datang padaku, aku tetap bisa merasakan kebahagiaan lainnya." Alie terdiam sebentar, lalu ia kembali bersuara, "Ai, istriku... Ia pergi selama-lamanya. Tapi, ia memberiku sang buah hati. Maka dari itu, jagalah putriku baik-baik dan bersumpah di hadapan para leluhurku. Kamu akan menjadi Raja untuk menggantikanku."

Glek!

Azu... Ya, dia lah orang yang sedari tadi sedang mencoba bersikap sewajarnya.

"Tanggung jawabmu besar, jika kamu memilih putriku. Apa kamu bersedia?"

"A-aku--"

"Jawab dengan tegas!"

Azu terkejut.

"Tidak ada waktu lagi. Aku bosan menunggu," lanjut Alie dengan nada datar. Alie berbalik. "Lupakan saja perkataanku tadi. Pergilah."

"Aku bersedia!"

Alie tersenyum dan hanya ia sendiri yang tahu, lalu ia berbalik. "Bagus. Aku beri kamu waktu seminggu untuk menyelesaikan semua masalahmu dan besok ikut aku ke ruang para leluhur tinggal."

"Baik, Raja," ucap Azu pasrah.

"Aku ngantuk. Sekarang kamu boleh keluar."

"Baik. Selamat malam, Raja."

*****

Seorang pria berjalan mendekati Ai. Ai yang sedang menyiram bunga, lantas ia berbalik. Semula Ai terkejut, lalu ia tersenyum pelan -- yang membuat pria itu ikut tersenyum.

"Boleh, aku ikut bergabung?"

"Sejak kapan kamu harus minta izin dulu sama aku? Biasanya kamu main langsung," ejek Ai. Ia cukup bingung dengan sikap pria di hadapannya.

Pria itu mengusap tengkuknya yang tidak gatal. "Sebenarnya, ada yang mau kusampaikan."

"Apa itu?" Ai mengernyit.

"Raja Alie sudah merestui hubungan kita berdua."

Ai menatap tak percaya pria di hadapannya. "Bagaimana bisa papa--"

"Tentu saja bisa," potong Azu. "Aku boleh bercerita tentang apa yang sedang aku rasakan sekarang?"

"Ya, boleh," lalu Ai kembali berkata, "kamu hari ini kenapa? Tidak seperti Azu yang kukenal."

"Aku hanya merasa seperti sedang bermimpi." Azu berdehem, lalu ia kembali bersuara, "Raja Alie menyuruhku untuk menggantikan posisinya. Aku tidak bisa menolak."

"APA?!" pekik Ai.

"Suara cempreng kamu buat sakit telingaku," ejek Azu.

Ai melotot. Azu malah tertawa lepas.

"Bercanda," ucap Azu disela tawanya.

Tak jauh dari sana, Chen sedang menatap sendu Ai dan Azu.

"Rupanya Raja memilih Azu," gumam Chen.

"Dilarang mengintip," ucap seseorang nyaris seperti bisikan di sebelah kanan Chen. Chen sontak menoleh dan mendapati Amoi ikut menatapnya. "Cinta tidak bisa dipaksakan. Gimana kalau coba denganku? Mungkin, cinta itu bisa dipaksa kalau denganku."

Chen merasa Amoi tidak waras. "Kamu demam?"

"Aku habis patah hati dan sekarang aku mencoba membuka lembaran baru dan aku tidak demam. Oke?" jawab Amoi. Ia tidak setuju dengan pertanyaan yang dilontarkan Chen.

"Cari yang lain. Aku sama sekali tidak berminat," ucap Chen, lalu ia berjalan menjauh dari Amoi.

"APA?! Hei! Jangan lari kamu! Kemari kamu!" jerit Amoi tak senang.

Azu dan Ai kaget. Ai hendak menghampiri Amoi, tapi Azu menarik Ai kembali ke tempat semula. "Sudah, biarkan saja."

Ai mengernyit. "Yakin?"

"Tentu saja. Sepertinya, ia sedang mencoba mengikuti saranku." Azu tertawa lepas. "Bagus sih, biarkan Chen merasakan gimana rasanya menjadi aku."

Ai semakin bingung. "Maksudnya?"

"Lupakan saja ucapanku barusan. Ah, tapi jangan lupakan yang sebelumnya kukatakan padamu."

"Mengenai?"

"Tentu saja jadi pengganti calon mertua," jawab Azu antusias sembari mengedipkan sebelah matanya.

Ai yang mendengar kata 'calon mertua' langsung tersipu malu. 

"Kali ini kamu tidak akan bisa lari lagi dariku." Azu langsung mendekap Ai dan mengecup kening Ai.

"Ekhemm..."

Ai sontak menjauh dari Azu, sedangkan Azu menjadi gugup.

"Ai, papa pinjam calon suamimu," ucap Alie.

Deg! 

Jantung Azu berdetak tak karuan. Sejak bertemu Alie, nyali Azu menciut. Tatapan Alie mulai melunak padanya, tapi tetap saja ia mesti waspada.

Ai, ia malah terkejut mendengar ucapan papanya 'calon suami' yang bagi telinganya masih terasa asing. Tapi, ia tetap mengangguk. Ia tidak pernah membantah ucapan papanya.

Alie menyuruh Azu mengikutinya, hanya lewat tatapan mata dan Azu segera mengerti dan mengikuti langkahan kaki Alie. Sebelumnya, Azu sempat melambaikan tangannya kepada Ai. Ai juga membalas dengan lambaian tangan.

Tanpa terasa, mereka berdua sudah tiba di ruang para leluhur. Ruangannya begitu tertutup, tapi cahaya terang benderang menghiasi ruangan bernuansa putih. Azu sempat merasakan hawa yang tidak biasa.

"Ketakutan?" tanya Alie tiba-tiba.

"Ah, tidak," jawab Azu sembari menggeleng beberapa kali.

Azu meneliti seluruh ruangan dan ia terkesima melihat sebuah lukisan di bingkai dengan mewah dan wajahnya serupa dengan Ai. Apakah ini wajah sesungguhnya Ratu Huang Ai Ling? Mamanya Ai?

Alie tersenyum, saat melihat Azu tidak berpaling dari lukisan yang memperlihatkan kecantikan istrinya, lalu ia membuka suara, "ini istriku. Begitu mirip dengan Ai, bukan?"

Azu mengangguk. Alie mengambil dupa dan menyalakannya dengan korek api. Ia menatap Azu. "Ini untukmu."

Azu mengambilnya, lalu ia berlulut di depan para leluhur. "Aku memberi hormat kepada para leluhur."

Azu menelan ludahnya, lalu ia kembali berucap, "aku bersumpah demi semua yang kupunya, aku akan menjaga dan melindungi kerajaan serta Putri semata wayang di kerajaan Huang."

Alie tersenyum. Semoga kamu tidak melanggar sumpah yang sudah diucapkan di depan para leluhur. Inilah pilihanmu, anak muda. Kamu tidak punya pilihan lain. Dengan ini, aku sudah percaya sepenuhnya padamu.

=================
Bersambung>>>

HUANG [Dreame/Innovel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang