Seorang perempuan bertubuh mungil, tidak tinggi dan tidak pendek, tidak gemuk dan cenderung kurus. Dia mempercepat langkahnya, melewati parkiran, kantin dan ruangan demi ruangan. Wajahnya terlihat panik. Tiba-tiba handponenya berdering. Tangannya dengan cepat meraba saku ransel sebelah kanan di punggungnya dan mengambil handpone tanpa menghentikan langkahnya dulu.
"Assalamualaikum, Fik," jawabnya dengan nafas yang sudah tidak beraturan.
"Waalaikumsalam. Kamu udah dimana, Mah?" suara yang diseberang setengah berbisik.
"Aku udah dekat kok dari ruangan. Prof udah datang? Kuliahnya udah mulai?" Suaranya sudah tidak jelas karena ngosngosan, ditambah lagi dia panik, takut sekali tidak bisa ikut kuliah karena telat. Dosen yang masuk pagi ini terkenal ahli dalam urusan membuat malu mahasiswanya yang datang terlambat.
"Iya, cepetan! Mumpung belum 15 menit." Setelah mengatakan itu telvon ditutup.
Perempuan berhijab yang bernama Fatimah ini langsung berlari menuju ruangan kuliah setelah seseorang menelvonnya tadi, memberitahukan dosen sudah di ruangan.
Sampailah dia di depan ruang kuliah. Tidak seperti yang dibayangkan, teman-teman kelasnya masih ada yang berada di luar ruangan, duduk dan bercanda ria. Ruang kuliah pun masih terbuka lebar.
Kelewatan si Fika, dia ngerjain aku, batinnya.
Dia masuk ke ruang kuliah dan melihat teman-temannya tertawa kecil saat dia muncul dari luar. Dengan wajah cemberut yang sok ngambek, ditambah nafasnya yang masih belum normal akibat lari-larian menuju ruang kuliah, dia melangkah menuju sisi kiri ruangan itu, tempat dimana dia dan sahabat-sahabatnya sering duduk saat mengikuti kuliah setiap harinya.
"Afwan banget deh, Mah. Aku diperalat mereka buat ngerjain kamu," Fika, yang menelvonnya tadi, merasa bersalah setelah melihat kondisi sahabatnya yang bercucuran keringat.
"Lagian, siapa suruh telat terus. Gimana, kapok?" Nina yang bertubuh agak subur seperti Fika masih tertawa kecil.
"Jahat banget sih kalian." Fatimah masih cemberut, ngambek.
"Nih, supaya dahaga kamu ilang!" Sarah yang duduk di sampingnya memberikan botol yang berisi air minum kepadanya.
"Memangnya ngapain, bu, kok telat lagi? Untung banget dosen belum datang," Eva yang berpenampilan modis dan duduk di bagian paling ujung, tepat di sebelah Sarah, ikut nimbrung setelah memperbaiki kerudungnya di depan cermin kecil yang selalu dibawanya dalam tas.
Setelah meneguk air minum yang diberikan Sarah dan berusaha menormalkan perasaan dan pernafasannya, Fatimah menjawab pertanyaan Eva.
"Tadi, aku nyempetin dulu sholat dhuha sebelum berangkat, kayak kemarin-kemarin. Nggak tau kenapa, minggu ini, hidupku dan hariku sepertinya nggak lengkap kalau nggak sholat dhuha sebelum ke kampus. Kalau aku lewatin sholat dhuha, pasti nyeselnya sampai sore," Fatimah menjelaskan dengan serius.
Teman-temannya saling berpadangan.
"Nah, kan! Dosa loh kalian ngerjain Imah. Dia telat karna sholat dhuha," kata Sarah yang menyalahkan Fika, Nina, Eva, Ismah dan Dea.
"Ini ide Eva loh, Mah. Aku cuma ditugasin nelvon kamu aja," Fika melimpahkan kesalahan ke Eva.
"Biar Eva yang nanggung dosanya sendirian, biar kapok, besok-besok nggak jailin kita-kita lagi," kata Dea yang penampilannya tidak kalah modis seperti Eva. Dia selalu terlihat sangat cantik.
Mereka kompak menyalahkan Eva.
"Dasar nih kalian. Mentang-mentang ide aku, aku yang disalahin. Padahal kalian juga sekongkol sama aku," Eva membela diri, tidak terima disalahkan sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ya Akhi Ya Ukhti
EspiritualCerita ini hanya fiktif belaka. Menceritakan tentang kehidupan dari sekelompok mahasiswa dan mahasiswi dari salah satu kampus ternama di kota Makassar. Mereka adalah orang-orang yang dijuluki akhi-akhi dan ukhti-ukhti oleh teman-teman di kampusnya k...