"Degradasi mental. Hal itu disebabkan karena fungsi otak yang mengatur sistem daya ingat dan pengetahuan istri Anda menurun selama masa koma. Tentu benturan yang cukup keras pada saat kecelakaan adalah sumber utamanya."
Penjelasan dokter bernama Wiradhian itu seperti suara bising di jalan raya. Ada, tapi tidak diinginkan. Setidaknya itulah yang dirasakan Rakha. Kalau bisa, Rakha ingin menyumpal saja mulut dokter berusia lima puluhan itu agar kata-katanya tidak perlu ia dengar.
"Lalu?" tanya Rakha dengan nada datar, tanpa semangat.
Dokter Wiradhian menatap Rakha penuh prihatin sebelum melanjutkan, "Seperti yang Anda lihat, Pak. Secara fisik, kondisi istri Anda bagus dan normal, tetapi secara mental ..." jeda sejenak, jelas sekali Dokter Wiradhian berat untuk melanjutkan, "... Ibu Tatiana mengalami kemunduran. Karena itulah ingatan, tingkah laku, pengetahuan, bahkan keinginan Ibu Tatiana kembali seperti anak berusia lima tahun."
Ini lebih parah daripada mendengar suara petir di siang bolong. Lebih menyakitkan daripada jatuh kemudian tertimpa tangga. Mata Rakha terpejam kuat. Kembali mengingat wajah cantik nan polos milik istrinya yang sudah lebih dari dua puluh hari mengalami koma. Hari ini adalah hari ke-21 setelah Tatiana dinyatakan koma. Betapa bahagianya Rakha saat mengetahui mata bulat istrinya akhirnya terbuka. Mengerjap pelan, seperti bayi yang baru dilahirkan.
Rasa syukur Rakha pupus manakala mendengar suara serak istrinya, "Om siapa?" tanya istrinya. Rakha rasanya ingin mengatakan pada istrinya bahwa aktingnya tidak lucu. Rakha bahkan sempat berpikir bahwa ada kamera tersembunyi yang mungkin terpasang di kamar rawat istrinya. Apa saja, asalkan bukan kalimat Dokter Wiradhian.
"Ibu Tatiana pasti bisa kembali, Pak. Kita bisa mengusahakan bersama."
Mata Rakha terbuka mendengar suara pengharapan dari Dokter Wiradhian. "Lakukan apa saja, Dok," ucap Rakha sarat akan permohonan. "Kembalikan istri saya seperti sebelumnya."
"Ada terapi khusus yang bisa dijalani Ibu Tatiana. Anda bisa menghubungi psikiater di rumah sakit ini. Selanjutnya Anda bisa berkoordinasi langsung dengan bagian saraf dan kejiwaan. Saya juga akan membantu Anda, mengingat ada beberapa cedera fisik luar pada Ibu Tatiana. Sementara ini, yang bisa kita lakukan adalah jangan memaksakan apa pun karena memaksa Ibu Tatiana untuk segera kembali bisa memperparah keadaan."
Rakha menganggukkan kepalanya penuh terima kasih lalu beranjak meninggalkan ruangan Dokter Wiradhian setelah benar-benar mengucapkan terima kasih.
Sepanjang perjalanan menuju ruang rawat inap istrinya, Rakha terus berpikir keras. Pertanyaan yang terus berputar-putar di kepalanya hanya satu, apa yang harus dia lakukan?
Semakin mendekat ke ruangan yang ditujunya, langkah Rakha semakin berat. Rakha tidak tahu apa yang harus dilakukan pada istrinya yang berusia lima tahun?
Rakha terbiasa dengan istrinya yang berusia 26 tahun. Istrinya yang penyayang, lembut, dan murah senyum. Kali ini, ia harus menghadapi istrinya yang berusia lima tahun, polos dan penuh dengan kebingungan.
Rakha memejamkan mata saat tangannya sudah menyentuh handle pintu bercat putih itu. Ia hela napasnya berat. Setelah menguatkan dirinya berkali-kali, Rakha menggerakkan handle pintu itu. Lalu membuka pintunya pelan.
Di sana, di tengah ruangan, di atas tempat tidur berseprai putih-hijau, sedang berbaring istrinya yang kini menatapnya dengan mata bulat dan polos, juga sedikit berair.
Di detik berikutnya seribu pertanyaan menggantung di pikirannya. Bagaimana nasibnya ke depan? Bagaimana nasib kehidupan rumah tangganya? Bagaimana nasib putri tercintanya?
Istrinya, Tatiana Cantika-nya, Taca-nya ...
Cepat kembali sayang ...
---
Part pertama akan di-publish pada Januari 2017.
---
Salam,
rul

KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Kecil
Storie d'amoreRakha tidak akan pernah siap menghadapi istrinya yang sekarang