Suara isak tangis dan batuk masih mengisi kamar suami-istri itu. Di tengah-tengah kasur, ada Rakha yang sedang memeluk Tatiana. Istri Rakha masih menyisakan isak pelan setelah menangis sejak satu jam yang lalu.
Tatiana sudah memakai piyama tidurnya. Perbannya pun sudah diganti. Lalu, sebab apa Tatiana menangis? Tentu saja karena Rakha, suaminya.
---
"Astaga, Taca!" sentak Rakha yang kaget. Bukan hanya kaget karena pemandangan yang aduhai terpampang nyata di depannya, bukan juga karena permintaan Tatiana untuk memandikannya, tapi karena keadaan kamar mandinya yang luar biasa kacau. Air sudah luber di sana-sini, botol sabun dan sampo sudah mengambang di lantai, baju kotor Tatiana ada di wastafel, dan tentu saja keadaan Tatiana yang telanjang plus busa sabun menempel.
Tatiana yang kaget dengan sentakkan Rakha yang nyaris membentak, tersentak dan akhirnya terpeleset ke dalam bath tub. Kepalanya yang masih di perban, terantuk pinggiran bath tub, sehingga mengalirlah darah segar dari luka yang belum kering itu.
Rakha buru-buru menguasai keadaan. Mematikan keran dan menarik sumbatan bath tub. Lalu menggendong Tatiana ke bawah pancuran, serta membersihkan sisa sabun di tubuh istrinya itu. Tatiana sempat memberontak dalam pelukan Rakha, sampai Rakha harus mengeluarkan sedikit tenaganya untuk menahan pergerakan istrinya.
Setelah selesai memandikan Tatiana, Rakha membawanya ke kamar mereka, mengeringkan tubuh Tatiana dan memakaikan pakaian, bahkan selama proses itu berlangsung Tatiana masih menangis keras. Tepat bersamaan dengan itu, Rissa dan Bu Asih masuk. Bu Asih sigap menuju kamar mandi untuk membereskan kekacauan di sana. Sementara Rissa menemani Rakha untuk mengurus luka dan perban Tatiana.
Rakha yang tadinya ingin mengganti pakaiannya sempat ditahan Tatiana, yang menangis semakin kencang saat akan ditinggal. Untungnya, Rissa dan Rakha berhasil membujuk Tatiana. Sehingga Tatiana mau melepaskan Rakha. Tidak lebih dari sepuluh menit, Rakha kembali dengan pakaian kering.
Tatiana langsung memeluk Rakha erat sekali. Rakha jadi merasa bersalah pada Tatiana. Tatiana pasti kaget dengan seruannya, pun juga pasti merasa sakit karena lukanya kembali terantuk pinggiran bath tub.
Sambil mengelus punggung Tatiana, Rakha membisikkan kata-kata yang sarat permintaan maaf. "Maafin aku ya, Sayang, udah bentak kamu. Kamu kaget ya tadi? Sampai jatuh." Terus begitu berulang-ulang.
"Rakha," panggil Tatiana dengan suara teredam dada Rakha. Rakha menyahutinya dengan gumaman. "Taca haus."
Rakha menundukkan kepalanya, ingin melihat wajah Tatiana, tapi ibu anak satu itu malah semakin menenggelamkan wajahnya di dada Rakha yang bidang. Rakha mengecup puncak kepala Tatiana. "Sebentar ya, aku ambilin minum dulu."
Tatiana malah semakin mengeratkan pelukannya dan menggelengkan kepalanya. "Jangan tinggalin Taca," protes Tatiana dengan suara manja. Sesungguhnya, suara Tatiana yang manja seperti ini, baru pertama kali Rakha dengar, kecuali dulu, saat Taitiana memang benar-benar usia lima tahun. Setelah beranjak remaja, Tatiana yang dikenalnya adalah perempuan anggun, mandiri, dan lemah-lembut. Rakha jadi tertawa sendiri dengan tingkah unik istrinya.
"Aku cuma mau ambilin minum doang kok ke dapur. Nanti balik lagi."
Tatiana tetap menggeleng dan memeluk Rakha. Rakha akhirnya memanggil Bu Asih, dan meminta tolong pada wanita paruh baya tersebut untuk mengambilkan minum dan makan malam untuk mereka.
Rakha menghela napas pelan. Biar begitu ia tetap mengelus punggung Tatiana, mencium puncak kepalanya, dan ... sesekali menepuk bokong istrinya itu. Masih empuk seperti sebelum kecelakaan. Rejeki suami soleh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Kecil
RomanceRakha tidak akan pernah siap menghadapi istrinya yang sekarang