Wanita itu menangis tersedu di tempat tidurnya. Di samping kanannya, ada seorang suster yang berusaha untuk membujuk agar tangis si wanita segera berhenti dan ia bersedia untuk disuntik. Dialah Tatiana Cantika, atau yang biasa dipanggil Taca. Wanita yang mulutnya terus bergumam tidak ingin tubuhnya tersentuh jarum.
"Taca ... nggak mau ... disuntik, Tan ... te Suster. Ta... ca takut di ... suntik. Sakiiit," ucap Tatiana terbata-bata di antara tangisnya yang belum mereda.
"Nggak sakit kok Bu Tatiana. Kalau pun sakit paling hanya seperti digigit semut. Sebentar, terus ilang sakitnya," ujar suster berusaha membujuk Tatiana.
Ucapan suster tersebut berhasil membuat air mata Tatiana sekejap berhenti. Tatiana menarik cairan hidungnya. "Bu Tatiana?" tanya Tatiana terdengar bingung dan penasaran. "Ibunya Taca ada di sini, Tante Suster?"
Suster yang usianya di pertengahan tiga puluh tahun itu malah menggaruk kepalanya yang tertutup hijab berwarna putih saat mendengar pertanyaan Tatiana yang aneh. Ini Si Ibu gimana sih? Kok malah nanyain emaknya? Tanya suster itu dalam hati.
Rakha yang sudah masuk ke dalam kamar dan menyaksikan itu semua memutuskan untuk mendekat, dengan langkah yang sengaja dikeraskannya. Dua wanita yang sama-sama bingung itu kontan menoleh bersamaan.
"Maaf, Suster, bisa ditinggal dulu? Biar saya yang coba bujuk. Kalau istri saya sudah mau, saya akan panggil Suster ..." Rakha melirik tag nama suster itu. " ... Rosita untuk datang ke sini."
Suster Rosita menghela napas sebentar sebelum mengiyakan dan pamit untuk meninggalkan Tatiana dan Rakha. Sepeninggal Suster Rosita, Rakha mendekat ke ranjang yang sedang ditiduri Tatiana. Rakha duduk mengisi sisi kosong di pinggir ranjang itu. Sementara Tatiana hanya memerhatikan gerak-gerik Rakha tanpa berucap sepatah kata apa pun.
"Om siapa? Kata Tante Suster tadi ada 'Bu Tatiana', emang ibunya Taca ada di mana Om? Taca mau ketemu ibu," ujar Tatiana tanpa basa-basi lagi.
"Jangan panggil aku Om ya, dengernya aneh," jawab Rakha. Rakha mengulurkan tangannya, mengelus pelan perban di kepala istrinya. "Kamu biasanya panggil aku Kha, Rakha, atau Sayang."
Tatiana merengut bingung. Kedua alisnya hampir menyatu, tampak kesulitan mencerna ucapan Rakha. "Om Rakha?"
Rakha memejamkan mata sedetik, untuk menguatkan dirinya sendiri. Kata apa yang harus digunakannya untuk menjelaskan kepada Tatiana. Untuk berkenalan 'kembali' seperti ini pun rasanya sudah sulit, apalagi untuk ke depannya.
"Panggil aku Rakha. Rakha." Rakha mencoba langsung pada intinya saja, tidak perlu diberi penjelasan yang malah membuat Tatiana tidak mengerti.
Kali ini Tatiana mengangguk. "Rakha," ucap Tatiana pelan, ada kesan malu-malu yang ditunjukkannya. Tatiana seperti baru berkenalan dengan orang baru.
Sementara Rakha berdesir mendengar namanya mengalun dari bibir istrinya. Jika tidak mengingat kondisi istrinya yang baru sadar setelah koma dan terbangun dengan masalah mental, Rakha pasti sudah menciuminya penuh cinta. Rakha begitu merindukan istrinya.
---
"Taca nggak mau makan itu!" Tatiana melakukan GTM -Gerakan Tutup Mulut- ketika Rakha ingin menyuapi makan siang untuk istrinya itu.
Masakan rumah sakit yang dari segi tampilan, aroma, dan rasa begitu hambar. Membuat siapa pun jadi tidak berselera untuk menyantapnya, termasuk bocah berusia lima tahun sekali pun.
Rakha hanya bisa menghela napas berat. Sedari tadi Rakha belum mengucapkan sepatah kata pun. Betapa takutnya Rakha jika ia mengeluarkan suara, maka suara bentakkan lah yang keluar. Tatiana yang di hadapannya ini tidak berhenti mengoceh, segala hal ia komentari dan pertanyakan. Benar-benar persis tingkah lakunya seperti anak usia lima tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Kecil
Roman d'amourRakha tidak akan pernah siap menghadapi istrinya yang sekarang