HARI BAHAGIA

5.5K 235 19
                                    

Maaf baru update lagi yaa. Selamat membaca yaa readers ^.^

Setelah semua persiapan selesai. Dan hari ini adalah hari yang sangat spescial untuk ku dan ka hafidz. Aku terdiam dikursi rias sambil memandang diriku yang sedang di rias oleh orang salon. Dengan make up yang tidak terlalu tebal dan dibalut dengan kebaya yang simple.

"Sudah rapi mba" ucap pegawai salon. Dan mereka membereskan peralatan make up mereka.

Aku hanya membalas dengan senyuman. Aku menatap lurus kearah cermin entah sedang seperti apa perasaanku saat ini. Apa ka hafidz jodohku? , apa ini tidak terlalu cepat?, apa akan bertahan lama? Semua itu pertanyaan dalam benakku, aku hanya takut gagal karena aku masih belum banyak pengalaman mengenal cinta. Disaat aku terbawa oleh lamunan tiba-tiba pundakku merasa sentuhan yang halus.

"Ibu tahu kamu belum siap untuk menerimanya" ucap ibu yang membuatku terbangun dari lamunanku.

"Tidak bu, zahra sudah siap ko" ucapku sambil mengeluarkan senyum. Semata-mata aku ingin membuat ibu senang.

"Untuk kali ini kamu tidak bisa menutupinya zah, ibu ini tahu betul kamu seperti apa" ucap ibu sambil mengelus kepalaku dengan halus, dia bawa tubuhku kedalam pelukannya, air mata yang ku jaga agar tidak keluar dari bola mataku akhirnya pun mengalir begitu saja tanpa perintahku. Cukup lama aku berada dalam pelukan ibu.

"You are my everthing" ucapku yang masih memeluk ibu.

Disaat aku masih nyaman dengan pelukan ibu, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.

"Maaf mba, pempelai prianya sudah datang" ucap mba-mba WO yang mengurus pernikahanku.

"Oh iya mba" ucapku dan langsung beranjak dari tempat duduk yang berada di depan cermin.

Aku pun menuruni anak tangga satu persatu langkahku yang terdengar hati-hati dikarenakan baju pengantin yang aku gunakan cukup lumayan menyapu lantai. Aku melihat seluruh keluargaku dan keluarga ka hafidz sudah berkumpul. Dan aku melihat ka hafidz sudah duduk dikursi untuk ijab qobul. Aku melangkah kan kaki ku menuju tempat duduk yang berada disebelah ka hafidz, terdengar suara kamera. Semua terlihat hening dan khitmat.

"Sudah bisa dimulai" tanya pak penghulu. Aku dan ka hafidz hanya mengangguk.

Tangan ka hafidz sudah berjabat tangan dengan bapak penghulu.
"Saya nikahkan Hafidz fadhila bin trisno dengan Zahra Shalihatul binti Amarrudin dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai" ucap amil saat membacakan ijab kobul.
"Saya terima nikahnya Zahra shalihatul binti amarrudin dengan perangkat alat sholat dibayar tunai"lanjut ka hafizd dengan satu tarikan nafas, terlihat jelas ka hafidz sangat lega setelah berhasil mengucapkan ijab kobul.

"Bagai mana para saksi? Sah" tanya pak penghulu kepada saksi.

"SAH" serentak mengucapkannya.

"Alhamdulilah" ucap ka hafidz yang terlihat sangat bahagia.

"Menginjak acara yang selanjutnya yaitu kedua mempelai meminta restu kepada kedua orang tua" pembawa acara membacakan acara selanjutnya.

Aku dan ka hafidz berjalan menuju ayah,ibu dan om tris. Mengapa hanya om trisno saja? Pasti kalian bertanya dimana ibu ka hafidz. Ibunya ka hafidz telah lama meninggal dunia di saat ka hafidz berumur 10 tahun dan sampai sekarang om trisno belum menikah lagi karena ia sangat sibuk mengurus pekerjaannya sebagai pengusaha batu bara. Aku bersungkeman kepada ayah, ibu dan om trisno dan air mataku terus mengalir hingga akhirnya ka hafidz membawaku dalam pelukannya.

"Sudah jangan bersedih lagi" ucapnya sambil memeluk ku erat dan menghapus air mataku dengan jarinya. Tak ada yang bisa ku ucapkan selain rasa nyaman yang aku rasakan saat itu.

Aku dan ka hafidz pun menuju kekamarku, maksudnya kamar kami. Kami diperkenankan istirahat karena nanti sore akan dilaksanakan acara repsepsi kami.

Canggung itulah kata yang menggambarkan kami, aku terduduk dikasur dengan menatap lurus. Aku merasa sedih karena hari bahagiaku tak bersama sahabatku. Aku tak tahu mereka pasti sedang giat-giatnya belajar sedangkan aku lagi terdiam dikamar dengan ka hafidz yang semasa SMA sangat mereka idamkan.

"Zah" suara itu membuatku menoleh kearahnya. Ya itu panggil ka hafidz.

"Iya ka?" Jawabku.

"Boleh tidak kamu bagi kesedihanmu itu kepada kakak?" Ucap ka hafidz sambil duduk di sebelahku.

"Aku tidak sedih ka" lagi-lagi aku berbohong.

"Tak usah membohongi perasaan zah, sekarang kan kamu sudah menjadi tanggu jawab kakak seutuhnya, tak perlu canggung untuk berbagi cerita kepada suamimu sendiri" ucapnya sambil memegang tanganku. Aku terdiam sejenak.

"Aku hanya sedikit sedih, ketika hari bahagia ku tak didampingi sahabat-sahabatku, aku rindu berbagi kebahagian dengan mereka. Seandainya disaat resepsi nanti hadir sahabat-sahabatku aku pasti tidak akan jenuh dengan harus berjabat tangan dengan rekan-rekan bisnis kakak yang tak terhitung jumlahnya" jelasku kepada ka hafidz. Dan ka hafidz pun tak menanggapinya sama sekali.

"Andai sahabatku ada pasti aku tidak akan bercerita dengan tembok"sindirku kepada ka hafidz.

"Aku hanya ingin tahu, bukan ingin memberi solusi zah hehe" ledeknya.dan langsung masuk kedalam kamar mandi.

"Uhh ku kira cowok idaman di sekolah akan romantis kepada pasangannya, ternyata aku salah besar" ku kencangkan suara ku agar terdengar oleh ka hafidz.

"Aku tak mendengar zah" ledeknya lagi. Terdengar suara tertawanya

Menyebalkan memang, aku baru tahu bila ka hafidz seperti itu. Tak sesuai dengan wajah coolnya.

"Sekarang gantian kamu mandi zah" suruhnya.

"Hmm" aku beranjak dari kasur dan langsung masuk kedalam kamar mandi.


Terima kasih telah membaca
Jangan lupa vote&coment
Yaa readers :)

MenunggumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang