Bodoh sih, setidaknya aku merasa seperti itu. Aku memperhatikan setiap murid yang lewat dikoridor. Sepertinya aku benar benar berharap bertemu dengan dia. Ehm, maksudku Dimas.
"Tam, balik duluan ya" kata Tiara
"Oh oke."
Aku memang begini, ngomong seadanya. Seperlunya.
"Tam? Mau gue anter balik?" Tanya temanku. Rio.
"Gue dijemput" kataku tersenyum. Lalu, Rio pamit.
FYI, Rio itu teman satu komplek rumahku. Hanya beda beberapa blok saja.
Seperti biasa. Aku tidak suka menunggu. Hal yang sangat amat aku benci adalah menunggu.
Untungnya, halte dekat sekolah sedang sepi. Kemana Tito Dan temannya Yang lain? Ah.. untuk apa aku mencarinya.
Sambil menunggu, aku memainkan handphone. Main game lebih tepatnya. Saat aku fokus dengan game yang sedang aku mainkan, tiba tiba aku melihat sebuah. Oh bukan sepasang sepatu didepan ku.
Perlahan aku menegok keatas. Karna posisinya memang dia berdiri.
Deg.
Him again.
Dia tersenyum kepadaku. Senyuman yang sangat memikat. Membuat semua wanita yang melihat akan selalu terpana dibuatnya.
Tapi, aku benci dirinya. Jangan bilang bahwa jika aku terlalu benci, nanti aku akan jadi cinta. Camkan baik baik. Aku tidak akan pernah jatuh cinta padanya. Apalagi laki laki macam dia.
"apa kabar Mei?" tanyanya
"mau apa lo disini?" kataku to the point
"gue.. Gue cuma mau minta maaf" katanya sambil menunduk
Aku tidak akan tertipu olehnya.
"gue udah maafin." kataku. "jadi lo boleh pergi dari sini"
"gue mau kita kaya dulu" katanya memelas
"tapi gue gamau"
"please.. Kasih gue kesempatan"
Aku menghela nafas "udah berkali kali gue kasih lo kesempatan tapi lo selalu sia siain."
"mending, lo pergi sebelum Lio datang dan liat lo" kataku (lagi)
"mei!! Kenapa sih lo harus selalu ngelibatin Lio, ditiap masalah lo dan gue? Gak bisa lo selesaiin masalah lo sendiri? Gue sabar ya ngadepin lo. Tapi lo selalu menghindar" katanya sambil mencengkram pergelangan tanganku
"gue benci lo Ren! Lo tau itu kan?" Aku menantangnya menatap matanya Tanpa rasa takut.
FYI, dia adalah Rendy. Mantan pacarku. Dia adalah mantan sahabat abangku juga. Mereka bertengkar setelah Rendy mencoba untuk.. ya kalian tau Hal apa itu. Aku tak usah menyebutnya. Waktu itu aku masih labil, karna aku sangat percaya padanya,aku hanya bisa ikut kemanapun dia ajak pergi. Dan untungnya, Lio menolongku sebelum kejadian itu terjadi.
"Lepasin Cewek gue"
Aku menoleh, melihat seseorang memarkirkan sebuah motor Dan setengah mukanya tertutup buff. Aku tidak kenal.
Rendy melepaskan cengkramannya.
Sakit.
"Banci berani kok sama Cewek" katanya sambil terkekeh
"Gausah ikut campur lo" kata Rendy
"Apaan? Es Campur? Lo kasar sama Meiliana karna lo mau tau tukang es campur?"
"Dasar budeg" Maki Rendy
"Oh lo mau gudeg? Kebetulan gue gak tau tukang gudeg. Kalo tukang es campur gue tau, biasanya suka mangkal deket pangkalan ojek" katanya lagi
"Mei, Ayo gue anter pulang." Kata Rendy kepadaku
"Mei balik sama gue" kata anak laki laki itu
"Diem lo kampung! Gue gak ajak lo ngomong" kata Rendy sambil menunjuk muka anak laki laki itu
"Selow bang jangan ngegas elah"
"Ayo Mei ikut. Pulang sama gue" Rendy menarik tanganku.
"Wey bang. Gue udah ngomong baik baik sama lo. Meiliana Cewek gue. Kenapa lo tambeng sih"
"Banyak bacot" satu pukulan mendarat di pelipis anak laki laki itu
Aku menjerit. Menutup mulutku. Harusnya ada anak anak lain disini. Tapi berhubung sudah sore, pasti sudah pada pulang.
"Brengsek" itu Lio.
"Bangsat! Lo ngapain dateng lagi dihidup ade gue nying!" Satu pukulan
"Gak puas lo dulu hampir masuk penjara?" Dua pukulan
"Jangan ganggu hidup ade gue lagi!" Tiga pukulan.
"Ini yang terakhir karna gue nyesel pernah sahabatan sama lo" empat pukulan.
YOU ARE READING
Seandainya
Teen Fictionseandainya aku bisa meminta permintaan, aku akan mengulang waktu saat besamamu. seandainya kejadian itu tidak terjadi, pasti aku masih bersamamu saat ini. seandainya ... seandainya ...