Part 1. Program Guru Pembelajar

451 63 205
                                    

Tahun 2016 menjadi momentum bersejarah bagi dunia pendidikan, terutama tentang sesuatu yang sudah lumrah, diubah 180 derajat.
Untuk menjadi seorang yang berdiri didepan podium, biasanya ya itu-itu saja. Sudah jamah. Tapi pemerintah melalui P4TK merubah kebiasaan, yang biasanya tersingkir dan terasing, tidak terkenal, tiba-tiba mendapat panggilan untuk menjadi seorang Nara Sumber dan Instruktur Nasional. Semua elemen pendidikan terperangah. Mempertanyakan kebijakan yang tidak pandang bulu ini.

Dimulai awal tahun 2015, Kemendikbud mengadakan UKG (Uji Kompetensi Guru) untuk menilai kompetensi guru di bidang kemampuan intelektual yaitu pedagogi dan profesional sebagai pemetaan awal guru. Namun pada gilirannya, menjadi penentu berbagai macam kebijakan.

Hasil dari UKG 2015 ternyata masih dibawah standar yang ditetapkan. Banyak guru dari berbagai jenjang pendidikan mendapat nilai dibawah KKM yang ditetapkan yaitu 5,5.

Skenario dimulai. Pemerintah melalui P4TK membuat rancangan untuk mengadakan diklat dan pelatihan bagi guru.
Bermula dengan mengadakan pelatihan untuk Narasumber (NS), Instruktur Nasional (IN) dan membuat konten LMS yang dipersiapkan bagi guru belajar secara online.  NS dan IN dipilih dari guru yang memiliki nilai UKG 80 ke atas.

Ada 10 modul yang dipersiapkan untuk dipelajari guru per-jenjang pendidikan. Guru dipetakan sesuai  kemampuannya sehingga guru mengetahui kemampuan apa yang masih kurang dengan cara membuka akun di konten GPO (Guru Pembelajar Online).

Program ini sangat bagus secara konsep, namun pelaksanaannya menemui banyak kendala. Bagaimana tidak, notabene guru yang masih gaptek (gagap teknologi) merupakan kendala awal yang ditemui. Bahkan untuk yang terjaring sebagai NS dan IN pun tidak sedikit yang masih gaptek, sehingga pembekalan dari P4TK bagi NS dan IN masih sangat minim diterima oleh peserta diklat.

Ekspektasi pemerintah terhadap kemampuan guru yang terjaring sebagai NS dan IN terlalu tinggi.  Pemerintah menganggap bahwa mereka yang telah memiliki nilai diatas 80, otomatis bisa memahami konsep yang dibuat pemerintah. Kenyataan yang terjadi di lapangan tidaklah demikian. Sehingga timbul gejolak di lingkungan guru sendiri dengan meragukan kemampuan NS dan IN.

Terbayang sudah bagaimana tekanan NS dan IN. Mereka dituntut untuk segera meningkatkan kemampuannya menjadi pemateri, dan juga harus bisa menyakinkan rekan guru yang lain bahwa dia mampu melakukan itu, sementara pemerintah tidak mau tahu bahwa mereka yang sudah didiklat NS dan IN harus bisa menangani masalahnya sendiri.

Keinginan NS dan IN untuk diberi pembekalan lanjutan pun urung dilaksanakan. NS dan IN harus bisa belajar mandiri. Sementara, ketika diklat NS dan IN dilaksanakan, konten LMS (Learning management system) belum bisa diakses.

Semakin berat saja beban NS dan IN untuk mempelajari sendiri konten tersebut bersama guru yang diampunya. Sedangkan guru yang diampu tidak mau tahu kalau sebenarnya NS maupun IN juga baru bisa membuka laman itu ketika sudah ada guru yang diampu.

Seorang NS maupun IN bisa menangis sepanjang malam karena memikirkan beban berat yang ditanggungnya, belum lagi dengan tugas utamanya sebagai seorang guru.  Saya kebetulan merupakan salah satu dari IN tersebut.

***

Teringat ketika awal mendapat undangan untuk ikut diklat IN di Hotel Mega Anggrek Jakarta.

Waktu itu hari Senin, 13 Juni 2016, kebetulan ada pertemuan kepala TK se-Kecamatan Citeureup.  Aku menerima telpon yang menanyakan apakah mau ikut pelatihan ke Jakarta hari itu, cek in jam 13.00, sementara telepon  berdering sekitar pukul 11.

Kebayang paniknya diriku, "Pelatihan apa? 10 hari? sekarang?"

Suara di telpon menanya lagi, "Bagaimana, Bu?"

Di sampingku ada Bu Juanah ketua IGTKI (Ikatan Guru TK) kecamatan Citeureup, mengatakan ,"Sudah Bu, ikut saja, kesempatan langka bisa diundang Kemendikbud mengikuti pelatihan, di hotel pula."

Akhirnya kuiyakan, kemudian pamit meninggalkan rapat tersebut, kebetulan suami menjemput. Kuceritakan kepada suami bahwa baru saja ada telepon yang memberitakan tentang Pelatihan di Hotel Mega Anggrek Jakarta. Alhamdulillah suami men-support.

Tapi ada masalah, aku belum menyelesaikan tugas sebagai guru untuk menyiapkan raport yang akan dibagi hari Kamis tanggal 16 Juni 2016. Bersyukur raport sudah selesai diisi, tinggal memasukan portofolio peserta didik ke tas masing-masing.

Bersama suami meluncur ke sekolah tempatku mengabdi.
Dengan cekatan suami membantu memilah portofolio anak dan memasukan ke tas masing-masing, sembari ijin ke teman-teman guru dan karyawan untuk mengikuti diklat ini. Berat rasanya meninggalkan tugas utama yaitu melaporkan perkembangan peserta didik ke orang tua, dengan menitipkan raport ke teman guru, dan kebetulan juga memiliki tugas tambahan sebagai kepala TK.

Bersyukur yang kesekian kali karena yayasan  mendukung, dan beliau bersedia untuk mengawal acara pembagian raport pada hari Kamis.

Aku bergegas menemui bu Desi yang telah menguruskan surat tugas di Dinas Pendidikan Kabupaten .  Jam sudah menunjukan pukul 12.45 sementara aku belum pulang ke rumah menyiapkan baju.

"Bagaimana bisa sampai di Jakarta pukul 13.00?"

Dan yang lebih parah lagi, belum punya koper yang dapat memuat baju untuk 10 hari. Suamiku sangat pengertian, berhenti di toko tas dan koper untuk membelikan  sebuah koper yang lumayan besar. Tanpa tawar menawar, langsung dibayar kemudian meluncur pulang.

Sampai di rumah kepanikan semakin memuncak melihat jam sudah menunjukan pukul 13.30 sementara aku belum sempat sholat dhuhur.
Suami menenangkan dan menyuruh untuk sholat terlebih dahulu.

Selepas sholat, aku  memasukan baju kira-kira cukup untuk 10 hari, dan berbagai perlengkapan diklat. Selesai membereskan semua dan jam  menunjukan pukul 14.30.

Aku pasrah, namun suami menguatkan,"Kita datang ke sana, kalau diterima ya syukur, kalau sudah telat ya pulang lagi."

Suami keluar rumah untuk mencari taksi, dipesan antar balik, karena khawatir aku ditolak.

Baru kali ini pergi tanpa perencanaan dan pengeluaran yang lumayan besar, dengan tekat semoga ini ada kemanfaatannya.

Tanpa pic dan sampul .. Krn  baru mencoba menulis di wattpad.

Maaf jika monoton dan tidak menarik rangkaian kalimatnya.

*****
Hari ini ditemani rintikan hujan di desa kelahiran Sanden Bantul Jogjakarta, kutulis curhatan ini yang masih lekat di sanubari, sembari menikmati libur panjang akhir tahun yang ternyata berbeda dengan di Bogor tempatku mengadu nasib.

Di sini sekolah-sekolah sudah mengakhiri libur panjangnya, sementara di Bogor masih 1 minggu lagi.

Memang awal libur akhir semester tidak bersamaan.
Sehingga aku sendiri disini dan bisa asyik menulis.

****

Desember 2016

Lika-liku Sang GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang