part 7. Mami Tasya

67 15 12
                                    

Tasya adalah panggilan kesayangan buat sahabat sekaligus inspirasi bagi guru-guru muda. Wanita paruh baya ini begitu bersemangat dalam memperjuangkan profesinya.

Mungkin jika aku atau kalian, dengan usia yang tidak muda lagi, sementara kemampuan terbatas, akan pasrah dengan nasib.
Tapi tidak dengan beliau.

Ketentuan pemerintah tentang kualifikasi seorang pendidik adalah S1, memaksa guru untuk meningkatkan kompetensinya dengan kembali ke bangku kuliah. Tidak layak disebut guru, sehingga ia dapat memenuhi standar minimal pendidikan S1. Bahkan bisa disebut mala praktek. Mengapa demikian ? Karena guru itu sebuah profesi akademis yang harus memenuhi standar.

Tasya dan banyak teman guru yang lain berjuang bersama untuk menyelesaikan pendidikan S1 nya. Waktu, moril dan tentu saja materiil telah banyak dikorbankan untuk memenuhi asa tersebut. Bagaimana tidak, berapa sih honor yang diterima guru swasta? Namun itu tidak menyurutkan mereka untuk tetap semangat mengejar mimpi.

4,5 tahun sudah Tasya dan teman-teman berkompromi dengan tumpukan buku-buku modul. Mungkin akan mudah bagi anak kuliahan yang tinggal duduk manis, semua fasilitas disediakan orang tuanya. Tapi tidak dengan Tasya. Tasya harus bisa berbagi dengan anak-anaknya yang juga sedang kuliah.

Ketika suntuk melanda, malas melanjutkan kuliah, malas mengerjakan tugas-tugas kuliah, maka mami Tasya lah yang membuat semangat kembali. Malu dengan beliau, diusia setengah abad, masih semangat untuk menyelesaikannya. Bersyukur bisa memiliki teman yang inspiratif seperti beliau.

Jadwal GP IN ON IN pun dia lalui dengan semangat, terbukti ketika harus mengikuti PLPG, mami Tasya masih memikirkan tugas-tugas GP. Malam pertama di PUSDIKLAT, beliau isi untuk membuat resume modul A bersama teman-teman di kamarku. Kebetulan mereka mendapat jadwal sama yaitu modul AB.

Sampai jam 23.00 mami Tasya masih bersemangat menyelesaikan resume modul A, namun sayang aku dan teman-teman sudah tidak kuat lagi menahan kantuk, mamipun pulang ke kamarnya dengan rasa kecewa.

"Nggak apa-apa yang Mi, besok dilanjut lagi." ucapku.

***

Hari selanjutnya ternyata kami harus konsentrasi dengan PLPG, namun mami Tasya masih terus menanyakan kelanjutan tugas-tugas GP.

Rasa gundah yang kurasa sewaktu menerima pesan di group NS/IN Jabar tentang target post tes minimal 80, membuatku melupakan GP.

"Kita konsen PLPG saja ya Mi? Kan minimal UTL 70. Kita belajar soal-soal saja." ucapku kepada mami Tasya.

Mami Tasya lega karena ucapanku itu, dan tidak menanyakan tugas-tugas GP lagi. Kami konsen setiap malam belajar soal-soal untuk target UTL, dan akhirnya lulus.

Usaha yang sungguh-sungguh adalah setengah kesuksesan, setengahnya lagi adalah do'a kepada Sang Pencipta.

Perjuangan belum usai hanya sampai UTL, ada workshop dan pier teaching.

Kulihat mami Tasya begitu kebingungan dalam menyusun RPPH, karena RPPH berkaitan erat dengan media yang harus dibuat. Penentuan tema kelinci, membuatnya gamang dalam membuat media.

Masih terbayang di pelupuk mata, ingin rasanya membantunya, tapi aku juga tidak bisa membuat bentuk kelinci. Apalagi aku juga harus menyelesaikan media untuk menyertai RPPH. Aku tidak bisa cekatan dalam membuat media, karena kebetulan tangan kiri ku cidera jatuh dari motor beberapa waktu sebelum berangkat PLPG. Disela-sela kebimbangannya, mami Tasya masih bisa bernyanyi riang menghibur kami yang tegang dengan tugas workshop.

Selesai peir teaching, masih satu lagi yang mengganjal, UTN. Mami Tasya sibuk mencari soal-soal ukg. Padahal sudah banyak yang memberi fotocopi soal-soal, namun masih gamang. Kubantu download soal UKG yang ada di laman. Segera di print dan bersama soal-soal yang lain beliau pelajari dengan panik.

UTN kemudian pulang dengan tanpa tahu hasilnya. Pulang PLPG bukan berarti berhenti dengan tugas, karena tugas-tugas GP urung dikerjakan di tempat PLPG.

"Mami," Sering kupangil dilubuk hatiku.

Engkau salah satu orang yang membuatku bisa kuat dan lulus S1.

Pos tes GP dilalui dengan nyanyian , YA SUDAHLAH...

***

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pengumuman kelulusan PLPG.

Tepat pukul 12.00 hari rabu tanggal 28 Desember 2016, hasil PLPG diumumkan serentak seluruh Indonesia melalui laman masing-masing rayon.

Aku dapat tautan link rayon sudah sore, karena kebetulan hari itu aku sedang rihlah dengan teman seprofesi ke gunung.

Segera ku-share link ke group supaya semua bisa cek hasil PLPG. Sedih rasanya ketika mami Tasya mengatakan kalau tidak lulus, bahkan aku sampai tidak bisa tidur malam itu.

29 Desember 2016, dinas pendidikan kabupaten mengundang perwakilan dari guru yang mengikuti PLPG , 3 orang per kecamatan dari semua jenjang. Kebetulan yang datang kebanyakan yang dinyatakan tidak lulus.

Berbagai himbauan dari guru telah ditampung, ingin rasanya mengatakan," Mengapa tidak ada kebijakan untuk guru yang sudah lama mengabdi dan guru yang sebentar lagi purna karya?"

Urung karena sudah terwakili oleh salah seorang guru yang menyampaikan unek-uneknya bahwa 2 tahun lagi umurnya setengah abad, berjuang sudah sejak lulus SGO, kuliah untuk dapat S1 dengan perjuangan yang tidak ringan, terjaring PLPG dengan standar yang tinggi dan akhirnya tidak lulus UTN. Kuterdiam, tak bisa berkata-kata, hanya cucuran air mata yang membasahi pipi.

"Mami," lirih batinku berucap.

Jam 11.30 acara evaluasi PLPG selesai, aku bersama beberapa teman kuliah dulu berjanji kumpul di CCM termasuk mami.

Mami, kau inspirasi kami.
Tetaplah tersenyum, tetaplah ceria seperti waktu-waktu yang lalu.
Semoga bulan Maret/April nanti Dewi Fortuna bersamamu.

Lika-liku Sang GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang