Part 8. Hikmah

30 10 0
                                    

Kukutip tulisan seorang teman yang mengirim pesan di WA group PLPG.

***

Ah, teringat saat itu, PLPG.
Ada seorang dosen yang bertanya pada salah satu temanku yang sudah cukup berumur.

"Ibu usianya berapa? Semoga tahun ini lulus ya, jadi bisa menikmati hasil sertifikasi nya karena sebentar lagi pensiun."

Ketika itu, karena ibu A  merupakan orang yang selalu memberikan kebahagiaan untuk banyak orang, jadi dia hanya memberikan senyum. Tak menampakkan miris, kalut, dan wajah sedih lainnya.

Yang membuat aku kaget, teman sekelompokku (sebut saja mbak B) dia tiba2 menangis. Sambil sesenggukan, dia mengetik, mengerjakan tugas kelompok kami.

Sambil mendiktekan hasil tugas, aku bertanya ada apa. Ternyata dia menangis karena memikirkan ibu A. Aku kaget, dia memiliki empati yang tinggi, pastilah mbak B ini memiliki kesedihan yang teramat di masa lalunya.

Mbak B ini bisa dibilang low profile, sekalipun dia memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas.

Menjelang keberangkatan PLPG pun, beliau tak membuat status tentang keberangkatannya di PLPG. Pun tampaknya, bila beliau lulus, beliau tak akan mengumbarnya di medsos. Karena beliau teringat dengan teman lain yang belum terpanggil PLPG.

Dan beliau tetap menangis pelan sambil berkata lirih mengenai ibu A. Sampai aku lihat dia tak kuat menahan semuanya.
Aku minta pada teman sebelah untuk menggantikannya mengetik.

"Mbak lanjut dulu ya nangisnya, biar tenang."

Dan kemarin, hasil kelulusan PLPG pun diumumkan. Ternyata ibu A tidak lulus, dan diharapkan dapat mengulang PLPG di tahun depan. Aku langsung japri ibu A, betapa pasti perih hatinya saat ini.

Di usianya yang mendekati masa pensiun itu, bagaimanakah akan menghadapi tahun depan untuk mengulang? Tapi begitulah ibu A, dia optimis dan bersemangat. Tak ada kesedihan dalam tiap katanya.

Lalu bagaimana dengan mbak B, akankah beliau menangis lagi untuk ibu A?

Dari ibu A, aku belajar mencapai target dengan penuh semangat, kegigihan dan optimisme.

Dari mbak B? Empati yang luar biasa itu, aku pun ingin memilikinya.

***

Hikmah dibalik ini ternyata di manapun berada kita akan mendapatkan inspirasi dari lingkungan sekitar.

Mengambil sisi positif dari setiap kejadian, akan menjadikan kita terus belajar dan belajar.

Belajar tentang semua terutama arti dan makna kehidupan.

Jangan pernah merenungi nasib, teruslah berusaha tuk mencapai impian, nggak perduli gagal ataupun berhasil, karena Alloh menilai usaha bukan hasil kerja.

Jadikan setiap langkah yang dilalui sebagai sarana mendekatkan diri kepada Illahi.

***

Kulihat banyak postingan di group guru pembelajar tentang perjuangan mereka di ujung belahan bumi sebelah sana, bagaimana mereka harus berjuang melawan alam yang tidak bersahabat. Jalanan yang berkubang lumpur jika hujan melanda, harus menyeberang sungai dengan menaiki gethek, dan masih banyak lagi, namun mereka tetap bersemangat dengan harapan ikut andil dalam mencerdaskan bangsa.

***

"Program GP harus ditinjau ulang," banyak yang berkomentar di sana. Beban berat mereka apakah tidak cukup untuk menilai kompetensi guru. Tentang perjuangan menembus alam, apakah masih harus dibebani berdaring yang tentunya hanya bisa dilaksanakan di kota-kota yang mempunyai akses internet.

***

Dibuat kebijakan IN ON IN untuk mengatasi keterbatasan sinyal Internet dengan sasaran daerah 3 T.

Senyumin saja ya.

IN ON IN yang sudah diuji cobakan di daerah perkotaan saja menemui banyak kendala, yang paling krusial adalah masalah pendanaan. Bagaimana tidak, peserta ditarik biaya untuk bisa mengikuti program ini.

Bagaimana dengan daerah 3T?

Relakah Anda melaksanakan itu?

Lebih tepatnya, tegakah
anda?

Memikirkan saja aku tidak berani, apalagi jika itu dilaksanakan.

Aku tegaskan sekali lagi, bahwa program Guru pembelajar itu sangat bagus karena akan menfasilitasi guru meningkatkan kompetensinya.

Namun pelaksanaan yang terkesan dipaksakan menjadikan banyak opini negatif yang berkembang.

Apalagi dengan target yang tidak realistis.

Meningkatkan kompetensi tidak serta merta bisa dilalui guru hanya dalam waktu 2 atau 3 hari atau paling lama 1 minggu.

Semangat literasi sepertinya lebih dahulu harus ditanamkan ke setiap insan guru. Membaca adalah jendela ilmu.

Bagi orang Islam tentu tahu bahwa Kalam pertama yang diturunkan dalam pedomannya (Al Qur'an) adalah 'Iqro'.
Alloh memerintahkan kepada umatnya untuk selalu membaca.

Dengan membaca, ilmu akan bertambah, kemudian setelah kefahaman didapat, maka akan bisa mengimplementasikan dalam setiap gerak langkahnya.

Belajar sepanjang hayat bukanlah slogan apik yang terpampang didinding, namun butuh aktualisasi.

Yok sebagai warga guru jadikan program Guru Pembelajar sebagai kawah candradimuka untuk menggembleng kita menjadi lebih semangat dalam membaca dan belajar lagi.

Bagaimana kita bisa mengikuti perkembangan keilmuan jika kita stag dengan apa yang sudah kita dapat di bangku kuliah.

Tantangan masa depan buat anak didik kita akan lebih komplek dari sekarang, bagaimana kita bisa mengawal mereka, jika kita hanya memiliki pengetahuan yang itu-itu saja.

***

Masih TBC

Lika-liku Sang GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang