~ Selamatkan Kawan ~

86 4 1
                                    

Si pria kekar dan pengawalnya pun membawa pergi Erin, Arif dan Pak Tejo. Mereka pergi meninggalkan gua tersebut dan membiarkan Dika di dalam. Sementara itu, Dika sudah mengetahui bahwa mereka pasti akan pergi menuju Dieng. Setelah beberapa menit berselang, Dika bangun dan mengusap keringat di dahinya.

"Fyuh, selamet, untung tembakanya meleset" kata Dika dalam hatinya.

Ternyata timah panas tembakan si pria kekar tidak benar-benar mengenai kakinya. Dika hanya berpura-pura terjatuh agar mereka lekas pergi. Dika pun berjalan meninggalkan gua tersebut. Dia pergi kembali menujurumah Pak Tejo. Ia berencana mengambil beberapa makanan dan barang-barang yang diperlukan unuk misi menyelamatkan ketiga kawanya. Sesampainya di rumah Pak Tejo, ia membuka semua lemari, pergi ke dapur, dan mencari-cari di gudang. Ia menemukan sekarung singkong mentah di belakang rumah Pak Tejo. Ia pun lekas mencari panci dan pisau lalu merebus singkong tersebut. Sembari menunggu hasil rebusan, Dika pergi menuju gudang dan menemukan sebuah pisau saku. Ia mengambilnya beserta sarungnya lalu menyelipkanya di sabuknya. Dika lalu pergi menuju pojok gudang, disana ia menemukan senapan angin dengan ukuran yang panjang.

"Kalo gue slempangin di punggung keren kali ya? Ah ngga usah lah, ketahuan polisi kelar udah" kata Dika dalam hatinya.

Ia pun kembali untuk mengambil rebusan singkongnya. Ia mengangkat pancinya lalu memindahkan singkongnya satu persatu ke dalam plastic kresek. Kemudian, Dika memasukkan kresek tersebut ke dalam ranselnya. Hal terakhir yang ia lakukan, ia mengambil boto-botol plastik bekas, mencucinya dengan bersih, lalu mengisinya dengan air yang ada di dapur Pak Tejo.

Setelah selesai, ia berjalan keluar dari rumah Pak Tejo. Ia berjalan ke arah perkotaan Purbalingga. Baru saja ia berjalan di jalan raya. Ia melihat sebuah motor roda tiga dengan bak terbuka di belakangnya sedang berhenti dan memuat beberapa meubel. Dika menghampiri motor tersebut. Lalu datanglah si supir motornya.

"Ada apa mas? Ada yang bisa saya bantu?" tanya si supir.

"Emm, mas ini barangnya mau diantar ke mana?" tanya Dika.

"Wonosobo mas, emang kenapa ya?" tanya si supir.

"Itu arah ke Dieng bukan ya mas?" tanya Dika.

"Iya mas, masih satu arah. Kalo mau ke Dieng mas tinggal ke utara dari Wonosobo" jawab si supir.

"Oh kebetulan kalo gitu, saya sedang ada keperluan, saya harus segera pergi ke Dieng. Tapi saya nggak ada duit buat naik bis" kata Dika.

"Jadi mas mau ikut saya?" tanya si supir.

"Penginya sih begitu mas" kata Dika sembari meringis malu.

"Ya udahlah, tapi mas naiknya di belakang ya sama barang-barang saya" kata si supir.

"Oh iya mas nggak papa. Makasih sebelumnya mas" kata Dika.

"Iya mas sama-sama. Oh iya, nanti kalo di depan ada polisi saya klakson tiga kali, mas nanti ngumpet ya di bawah meja" kata si supir.

"Oh oke mas. Oh iya ngomong-ngomong saya Dika" kata Dika sembari menjulurkan tanganya.

"Oh iya, saya Solihin, panggil aja Mas Lihin kalo nggak Kang Lihin" kata Kang Lihin sembari menjabat tangan Dika.

"Iya Kang" jawab Dika.

"Ya udah naik mas, kita berangkat sekarang" kata Kang Lihin.

"Oh iya mas" jawab Dika.

Kemudian Dika naik ke atas bak motor tersebut. Ia mencoba mencari posisi duduk yang enak dan nyaman baginya. Tetapi pada akhirnya dia hanya mampu duduk dengan keki ditekuk di sudut bak dikarenakan banyaknya barang bawaan Kang Lihin. Motor Kang Dikin pun mulai berjalan. Sepanjang perjalanan Dika menyaksikan panorama yang indah. Entah kenapa, ia tiba-tiba teringat Ibunya kembali. Ibunyalah yang membawanya ke pencarian gila ini. Beberapa kali, Kang Lihin mengklakson tiga kali tanda peringatan Dika harus bersembunyi. Dika pun dengan sigap bersembunyi di bawah meja yang ada di bak motor tersebut. Ia berhasil lolos dari penglihatan para polisi.

The Lost TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang