Part 7

41 8 0
                                    

Sammy tertegun. Dia menatap sosok yang telah lama dirindukannya lekat lekat. Sampai saat ini, Tasha masih menduduki posisi mantan terakhirnya. Karna selepas putus dari gadis itu, kenyataannya dia masih juga belum bisa melupakannya atau bahkan mencari sosok pelampiasan lain demi melupakan gadis itu.

Bagi Sammy, mendapatkan Tasha dalam kehidupannya adalah anugerah terbaik. Karna bagi dirinya yang kenyataannya adalah seorang playboy, Tasha justru mampu membuatnya tidak berpaling dan setia hanya pada satu wanita saja. Tasha.... adalah bagian dari hidupnya yang sulit untuk dilupakan.

"Tasha" Sammy tersenyum ramah. Dia menarik kursi disebelah gadis itu, dan mendudukinya sebelum melanjutkan, "Aku gak nyangka bisa ketemu kamu disini" ujarnya menyamarkan raut wajah penuh kerinduan yang hendak dia tunjukkan.

"Ah, study tour" jawab gadis itu menahan gugup. Pasalnya setelah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan lelaki itu, inilah pertama kalinya mereka kembali saling bicara. "Aku kebetulan ikut study tour, mangkanya bisa ada di kota ini. Aku...maaf, sama sekali gak tau kamu pindah kesini" lanjutnya penuh penyesalan.

Sammy menatapnya maklum. Hari itu dia memang tidak sempat mengatakan kemana akan pindah karna gadis itu terlalu histeris saat Sam justru mengatakan ingin LDR. "Aku mengerti" jawabnya.

"Kamu sendiri, kesini untuk makan siang?"

Sammy menggeleng, "Aku kesini untuk melihat lihat. Ini rumah makan milik keluargaku" ujarnya membuat Tasha tercengang.

Sebenarnya inilah alasan dibalik Tasha ingin putus saja. Selain karna dirinya yang tidak percaya pada hubungan LDR, Sammy yang seorang playboy dengan status kaya raya membuatnya ketakutan. Bukan hanya merasa tidak percaya akan perasaan Sammy, tetapi juga perkataan Sammy yang seolah menegaskan kalau mereka berdua tidaklah cocok.

Memang tidak secara langsung, tetapi siapa yang tahan kalau pembicaraan mereka setiap harinya hanya berhubungan dengan merk, hadiah, dan kelangsungan usaha keluarga Sammy?

Tasha benar benar merasa ditampar bolak balik untuk menyadari perbedaan status keluarga mereka yg jomplang. Memang benar, kalau Fauzan sama kaya rayanya atau bahkan lebih diatas Sammy. Tapi.. Fauzan sama sekali tidak mengungkitnya hingga Tasha merasa..
Kalau dirinya berhak merasakan mimpi itu lebih lama lagi. Setidaknya sampai Fauzan sadar akan dirinya yang tidak akan pernah cocok bersanding dengan Fauzan.

"Aku balik ke bus dulu." pada akhirnya, Tasha memilih berbalik arah saja. Perkataan Sammy benar benar membuatnya terbangun dari mimpinya bersama Fauzan. Sekarang dia justru berpikir, pantaskah ia untuk Fauzan?

"Eh, Ta! Mau kemana?" Perkataan Siva pun tidak ia hiraukan. Tasha telah kehilangan nafsu makannya. Yang dia butuhkan hanya kabar dari Fauzan untuk menegaskan pada dirinya sendiri, kalau ini semua bukanlah mimpi.

Baru saja memikirkannya, ponselnya mendadak bergetar meminta perhatian.
Fauzan Setiawan : "Udah sampai dengan selamat? Kapan pulang? Mss y"

***

"Apa yang udah lo lakuin sama Tasha hah? Kenapa dia gak jadi makan?" Begitu menangkap wajah Sammy dihadapannya, Siva langsung menyemburkan gerutuannya begitu saja. Begitu tidak habis pikir dengan mantan kurang ajarnya salah satu sahabatnya ini.

"Gue gak ngelakuin apa apa" Sammy mendesah. Dia telah menelaah kalimatnya dan tidak merasa ada yang salah. Tetapi raut wajah Tasha yang berubah tadi membuatnya kembali merenung. "Apa Tasha sakit? Dia suka badmood kalau lagi sakit" Sammy menjelaskan.

Siva tidak menggubrisnya. Cewek itu memutar bola matanya kesal lantas berkata, "Gak usah kasih tau gue! Gue sahabatnya! Gue lebih tau dibandingkan elo"

"Hentikan perdebatan kalian ini." Hanif melerai, dia kembali berkata dengan nada yang jauh lebih lembut, "Ini rumah makan. Tempat umum. Bisa kalian hentikan pertengkaran kalian dan saling berjabat tangan?"

"Gua ama cewek lo udah bukan anak kecil lagi." Sammy melengos. "Kita cukup anggap ini gak pernah terjadi, dan gue akan pergi dari sini. Sementara kalian bisa lakukan hal yang sama."

"LO ngu--"

Hanif menghentikan perkataan Siva dengan menariknya menjauh. Cowok itu sudah lama tidak melihat Siva semarah ini sebelumnya. Dan dia benar benar dibuat terkesima dengan pemandangan Siva yang terlihat semakin cantik saat sedang marah.

"Kamu harus ngerti dengan yang aku katakan kali ini, Siva" Hanif menatapnya lembut. Mecoba memberikan pengertian. "Memarahi seseorang seperti tadi bukanlah hal yang pantas. Kita masih berstatus pelajar, jadi cobalah menyelesaikan permasalahan layaknya pelajar. Kalau orang orang disekitar kalian tadi mendengar pertengkaran kalian yang mungkin akan membawa cerita lain lagi.. apa itu pantas? Maksud aku, beberapa orang diantara mereka masih begitu tabu dengan hubungan pada usia sedini ini. For god sake! Kita bahkan masih kelas dua smp"

Sekali lagi, Siva itu adalah perempuan terlola sepanjang sejarah cerita ini. Dan mungkin, karakter Hanif yang terbiasa menyampaikan segala sesuatunya dengan dewasa, membutuhkan banyak waktu bagi Siva sendiri untuk menelaahnya dengan baik.

"Kamu sama Sammy itu sama aja!" Siva menjerit. Hanif itu sahabatnya sedari kecil, dan selama itu pula Hanif tak pernah membentaknya seperti tadi. Hanif atau bahkan teman temannya yang lain mungkin benar ketika mengatakan kalau dirinya lola, tapi untuk masalah persahabatan Siva tidak akan pernah menutup mata begitu saja melihat sang sahabat diperlakukan kurang baik seperti sekarang ini.

"Keras kepala dan cerewet" Hanif mendengus. Cowok itu menyempatkan diri tersenyum manis sambil mengelus puncak kepala Siva. Menebar sesuatu magis yang terasa lembut di hati gadis itu sendiri.

Entah sejak kapan...
Sadar atau tidak sadar, Siva telah jatuh dalam perangkap seorang Hanif.

***

Ditempat lain, Fanya sedang membereskan alat tulisnya ke dalam tas sebelum kemudian berjalan gontai keluar kelas. Ini baru hari pertama tanpa sahabat sahabatnya. Tapi rasanya sungguh sepi. Keduanya diakui atau tidak telah memiliki tempat sendiri sendiri dihatinya yang tidak akan pernah tergeser oleh siapapun.

"Hai cantik, pulang bareng yuk"

Fanya meliriknya tanpa minat. Tidak perlu ditanyakan lagi siapa yang akan mengganggunya saat ini, karna hanya ada satu nama yang bersedia melakukan itu dengan tampang mempesona menyihir setiap mata yang memandang. Benar benar ciri-ciri seorang playboy.

"Lo gak bosen apa nanya begitu mulu? Ini sudah ketiga kalinya sejak keberangkatan Siva dan Tasha" Fanya bertutur menahan kesal. Dirinya ingat sekali bagaimana seolah lelaki itu membuntutinya kemanapun kemudian menawarkan pulang bersama.

"Sebenarnya ini keempat kalinya" Reyno membenarkan. "Kemarin siang, kemarin sore, kemarin malam, dan hari ini." Cowok itu kemudian memutar bola matanya seolah mengingat ingat sesuatu. "Dan, oh! Berhenti menghitungnya karna akan ada besok dan besoknya lagi" lanjutnya tersenyum manis.

Mata Fanya membulat. Dia terkejut dengan perkataan laki laki tidak tau malu ini. "Lo gilaaa???!!!"

Anehnya Reyno malah mengangguk dua kali. Cowok itu kemudian berkata, "Gila karna cintamu" ujarnya kemudian terkekeh. "Jadi.... mau pulang bareng?"

Ya ampun!! Apa ucapannya tadi tidak cukup jelas, kalau dirinya menolak pulang bersama lelaki ini?

Fanya menarik napasnya dalam dalam. Kemudian memandang Reyno sesaat sebelum menyemburkan kata-kata pedasnya dan berlalu begitu saja, "OGAH!!"

Reyno tersenyum manis. Sambil menatap punggung Fanya, dia bergumam, "Galak banget sih" gerutunya masih sambil tersenyum. "tapi tetep aja cantik" lanjutnya terkekeh geli seorang diri bagaikan orang bodoh.

Reyno hanya tidak tau..
kalau diam-diam gadis itu merona mendengar ucapannya.
Entah suara Reyno yang terlalu keras, atau telinga Fanya yang seolah tidak ingin melewatkan satu katapun dari bibir Reyno.

Hari ini, baik Siva, Fanya, maupun Tasha, sama sama merasakan kebahagiaan mereka meski berada jauh antara satu dengan yang lain. Dan ketiganya, juga akan memulai awal baru hubungan percintaan mereka dari sini.

Problem of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang