Reyno mengumpat. Dia berteriak sekeras-kerasnya hingga membuat warga refleks berhenti. "Ini Cuma salah paham" ujarnya sambil sesekali meringis "dia adik saya. Dia marah karna saya lupa hari ulang tahunnya" Reyno menjelaskan kronologis kejadian yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Semuanya secara refleks saling memandang. Mereka sama-sama berusaha untuk memikirkan penjelasan rasional yang dijelaskan oleh satu-satunya pemuda diantara mereka. Salah seorang bapak akhirnya hanya berdehem ringan. Seolah sama-sama menyepakati kalau dialah yang akan mewakilkan semuanya.
"Masalah keluarga ya" desahnya menggeleng tak habis pikir. "Maaf ini cuma salah paham" lanjutnya menunjukkan wajah penyesalan. Semuanya juga tahu kalau masalah keluarga adalah masalah yang paling rumit kalau untuk dihakimi.
Reyno mengangguk singkat. Dia memutar bola matanya dengan malas kala segerombolan itu akhirnya pergi. "Dasar orang tua rumpi!" ujarnya diikuti umpatan umpatan lainnya. "Gak ada pilihan lain. Gue harus temuin temennya Fanya yang satu lagi"
***
"Hi" Reyno menyapa
Siva menengok ke kanan dan kiri kemudian menunjuk dirinya sendiri seraya berkata, "Lo nyapa gue?" Tanyanya dengan pandangan tak percaya.
Reyno tertawa kecil. Dia mengangguk dua kali, "Ya iyalah emang disini ada siapa lagi selain lo"
"Ya mungkin mbak-mbak yang beli bakso itu" tunjuknya pada salah satu mbak-mbak yang duduk membelakanginya di salah satu stan penjual bakso. "Atau mungkin juga penjualnya" lanjutnya menggendikkan bahunya pelan.
"Lo lucu deh" Puji Reyno setengah ragu. Dia menggaruk belakang kepalanya refleks, tidak menyangka kalau temannya Fanya yang satu lagi agak bego. Masalahnya dia hanya ingin mendapatkan nomer ponselnya Fanya. "Boleh minta nomer hp Fanya?"
"Boleh-boleh nih gue kasih" Siva menyerahkan kertas berisi nomer ponsel Fanya dengan wajah polosnya. "Kalau gitu aku pulang duluan ya ganteng"
"Makasih ya cantik. Gue pulang dulu" Reyno berbalik badan dan sambil melihat kertas yang berisikan nomer hp Fanya. Setelah dirasa Siva sudah sangat jauh, cowok itu memekik. Meloncat sambil meninju udara saking girangnya.
"Akhirnya"
***
Sementara di tempat lain, Fauzan tengah berdiri di depan cermin dengan keadaan tangan yang masih menggenggam 2 tiket nonton bioskop. Dia berniat ingin mengajak Tasha untuk menonton film bersama. Tetapi dia justru malah kebingungan saat ini. Dirinya belum mempunyai kepercaan diri yang cukup untuk mengajak gadis itu sehingga membutuhkan waktu berjam-jam untuk mempersiapkan diri dengan cermin sebagai latiannya.
"Lo mau gak nonton film bareng gue?" Fauzan mengerutkan keningnya. Dia berpikir bahwa kalimat yang diucapkannya terlalu frontal.
"Hai, Ta apa kabar? Film yang lo tunggu-tunggu udah keluar di bioskop, lo mau gak nonton bareng gue?" Fauzan menggeleng-gelengkan kepalanya. Merasa bahwa kalimat yang yang diucapkannya terlalu bertele-tele.
Dia merasa sangat stress memikirkan hal ini. Dia baru menyadari bahwa dirinya ternyata seseorang yang terlalu kaku. Bahkan untuk mengajak pujaan hatinya sekalipun, dia sampai-sampai harus berlatih di depan cermin. Fauzan menghembuskan napasnya sekali lagi dan kembali memfokuskan pandangan, menatap cermin dengan yakin.
"Okei.. sekali lagi" gumamnya menggosok kedua tangannya yang mulai terasa dingin. Oke, ini baru pada cermin, belum pada Tasha yang asli. "Eh, kayaknya ini hari keberuntungan gue deh. Masa gue nemu tiket dikantong" ujarnya tersenyum bodoh, mulai berlatih lagi.
Ekspresi Fauzan perlahan berubah. Dia mengacak rambutnya dengan frustasi, "Ya kali nemu tiket dikantong!" desahnya mengusap wajah. Dia memutuskan untuk langsung menemui Tasha saja, dirumahnya. "Bodoamat!"
***
Hanif sendiri saat ini sedang duduk didepan laptopnya. Menatap serius mencari informasi yang sangat dibutuhkannya. Konsentrasinya tak terpecahkan. Lebih dekat lagi, dapat terlihat dengan jelas kalau dia saat ini sedang membuka internet ditemani secangkir teh herbal kesukaannya.
"Bang, lo gak lagi nonton video porno kan?"
Hanif terperanjat. Dia secara refleks langsung menutupi layar laptopnya. Kevin, adiknya tertawa. Dia berkata, "Tumben nonton BF gak ngajak ngajak. Dapet koleksi baru ya?" tanyanya terbahak bahak.
Hanif menoyor kepalanya. "BF mulu otak ni anak" gerutunya menggeleng tak habis pikir. "Gue sibuk! Keluar sana! Masuk kamar orang kebiasaan baget gak ngetuk pintu dulu"
"Banyak omong lo! Kuota kondom gue habis, njing!"
"Modem Tai! Urusin tuh burung!" Hanif berseru kesal. Dia memijit pelipisnya dan kembali duduk di kursi kebesarannya melanjutkan, "Cara menaklukkan wanita antimainstream" gumamnya sambil mengetikkan kata demi kata pada kolom internet.
5 Cara menaklukan wanita yang tomboy
"Antimainstream sama tomboy sama gak ya?" Hanif bergumam. Namun tak hayal dia menekannya juga. Siva gak tomboy. Justru malah terkesan berbeda karna bego dan lemotnya yang plus plus. Oh, juga mata keranjangnya yang cuma bisa melihat cowok ganteng kecuali dirinya.
Berikut adalah 5 cara menaklukan wanita tomboy :
Dekati Dia
Jangan gombal
Jangan terlalu banyak komentar
Jangan terlalu dekat
Tembak langsung.
(dikutib dari : blogspot.com)
"Okei. Gue bakalan jalankan rencana gue dari besok" gumamnya tersenyum senang. Namun rupanya kebahagiaannya tidak bertahan lama karna setelah itu, ponselnya berdenting singkat,
Ketua Kelas goblok : "Mohon maaf sebelumnya atas keterlambatan informasi yang disampaikan oleh pihak sekolah. Saya selaku ketua kelas ingin menyampaikan bahwa study tour akan diadakan 3 hari lagi dengan saudara Hanif sebagai perwakilan kelas kita."
Hanif Abdillah : "Sok baku banget loh cuk!"
Ketua Kelas goblok : "Biar keliatan wibawanya Nyonya.. betewe, si Siva ikut loh.. gue yang rekomendasiin buat lo"
.
.
.
Hanif mematung. Siva... akan ikut bersamanya?
"What a beautiful day ever‼ yeappie‼ Perubahan rencana! 3 hari lagi!"
+Tbc