Seperti biasa, pagi ini aku berangkat ke sekolah diantar Dad dengan mobil tua kesayangannya. Entahlah, aku juga nggak mengerti kenapa Dad terlalu memuja mobil ini. Sudah berkali-kali aku, Mom dan kedua adikku merayu Dad agar mengganti mobil bututnya ini namun berkali-kali pula Dad menolak. Dad selalu beralasan bahwa Montana, nama mobil butut itu, telah banyak berjasa pada keluarga kami. Dad bercerita kalau Montana-lah yang mengantarkan Mom ke rumah sakit saat akan melahirkan aku dan kedua adikku. Aku sampai bosan dengan cerita itu.
Kembali ke rutinitas pagiku. Dad akan mengantar aku dan kedua adikku tepat jam tujuh meskipun sekolah baru dimulai jam 8. Nah, pagi ini ada yang berbeda dari biasanya, ada penumpang tambahan di dalam Montana. Dialah Simon, tetangga baru kami. Rumahnya hanya selisih dua rumah dari rumahku. Keluarganya menempati rumah bekas Mr. George yang pindah ke Philadelphia dua minggu yang lalu. Kebetulan Simon dimasukkan ke sekolah yang sama denganku. Hanya saja usia Simon satu tahun di bawahku. Aku duduk di semester terakhir High School.
Menurut cerita Dad tadi malam, Simon adalah anak tunggal. Ayahnya meninggal lima tahun yang lalu. Baru bulan lalu ibunya menikah lagi dengan seorang duda tanpa anak. Atas alasan itu pula mereka memutuskan pindah ke Pittsburgh. Dad berkata kalau Simon sangat mirip dengan ibunya yang cantik. Dad juga bercerita kalau ayah tiri Simon masih sangat muda, sekitar 35 atau 36 tahun usianya. Bagaimana Dad bisa tau? Kemarin sore keluarga Simon mengundang tetangga sekitar ke rumahnya. Semacam acara temu ramah. Aku nggak ikut karena harus latihan vokal untuk penampilanku malam nanti.
Simon anak yang cukup pendiam. Dia hanya akan bersuara jika ada yang bertanya padanya. Nggak ada sedikitpun inisiatif untuk memulai percakapan terlebih dahulu. Sangat bertolak belakang dengan aku yang super duper ceriwis. Makanya sepanjang perjalanan ke sekolah, aku terus menghujani Simon dengan berbagai pertanyaan yang sebagian besar nggak penting untuk dibahas. Dad hanya bisa geleng-geleng kepala di bangku kemudi.
Tak terasa waktu seminggu berlalu begitu cepat. Simon mulai bisa membuka diri terhadap kami. Setiap sepulang sekolah Simon pasti mampir ke rumahku karena di rumahnya nggak ada orang. Mr. dan Mrs. Robertson, Ayah dan Ibu Simon baru akan kembali saat senja. Mereka sedang mengurus pekerjaan baru mereka di sini. Jadi sejak pulang sekolah hingga petang Simon akan berada di rumah ku, setidaknya hingga beberapa hari ke depan.
Pak Robertson adalah seorang editor majalah keluarga. Simon bercerita kalau Ayah tirinya itu sedang berusaha meminta persetujuan pihak redaksi agar diizinkan bekerja dari rumah saja. Pak Robertson tak ingin meninggalkan Simon di rumah sendirian. Nyonya Robertson sendiri adalah seorang reporter majalah di redaksi yang sama dengan Pak Robertson. Hal itu yang menyebabkan Nyonya Robertson sering pergi ke luar kota demi liputan.
Esoknya Simon mengatakan bahwa Ayahnya sudah diberi izin pihak redaksi untuk berkerja dari rumah. Simon terlihat sangat senang saat menceritakan kabar bahagia itu. Dan siang ini Simon mangajakku untuk berkunjung ke rumahnya.
Rumah Simon tampak sepi. Maklum saja, pekerja sastra seperti Pak Robertson nggak akan suka dengan keributan. Suara hanya akan mengganggu konsentrasinya saat bekerja. Simon memanggil Ayahnya beberapa kali hingga terdengar suara langkah yang berat mendekati pintu depan. Tak lama pintupun terbuka, menampilkan Pak Robertson yang hanya bercelana sangat pendek. Celananya terlalu ketat sehingga aku bisa melihat tonjolan 'itu' dengan jelas.
"Hey, kalian udah pulang ternyata!" ucap Pak Robertson semangat.
"Iya, Yah." Sahut Simon ala kadarnya.
"Hai, Mr. Robertson!" ucapku. Tangan Pak Robertson menggapai kepalaku kemudian mengacak-acak rambutku.
"It's william, Charl," ujarnya. Aku hanya bisa tertawa canggung menanggapinya.
Bagaimana nggak canggung, tubuh bagian atas Pak Robertson dibiarkannya terbuka, memamerkan dada bidangnya beserta abs yang mulai mengendur dimakan usia. Sepertinya beliau sedang olahraga karena kulit mulus-tak-berbulu-nya terlihat mengilap oleh keringat. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Gay mana yang enggak tergiur dengan pemandangan pria dewasa seksi seperti di depanku seperti ini?
Pak Robertson, aku tetap memanggilnya demikian karena belum nyaman, langsung mempersilakan kami masuk. Simon memintaku ke kamarnya duluan. Dia mau mengambil cemilan terlebih dahulu alasannya. Aku hanya mengangguk dan langsung berjalan menuju ke kamar Simon di lantai dua. Sebelum berbelok ke tangga, sempat aku melirik ke arah Pak Robertson yang ternyata sedang mengecup bibir Simon. Ah, mungkin itu hanya kecupan sayang antara Ayah dan anak, batinku.
Cukup lama aku menunggu di dalam kamar, sekitar 20 menit. Namun karena Simon punya banyak buku, aku jadi betah. Simon masuk dengan dua stoples kaca di tangannya. Yang satu berisi keripik kentang dan yang satu lagi berisi kue coklat. Begitu meletakkan dua stoples itu di dekatku dan menyampirkan tasnya ke kursi di dekat meja belajarnya, Simon keluar lagi, mengambil minum katanya.
15menit kemudian Simon baru kembali dengan dua gelas jeruk. Simon beralasan kalaugulanya habis sehingga ia harus membeli gula terlebih dahulu. Aku nggak ambilpusing dengan hal itu. Aku kembali tenggelam dengan bahan bacaanku sambilmengunyah keripik kentang yang hanya bersisa setengah bagian stoples saat ini.Sesekali Simon akan melontarkan beberapa joke dan pertanyaan aneh yang akujawab dengan nggak kalah aneh. Setelahnya kami akan tertawa terbahak-bahak.
################################################################################
Halooo! Apa kabar? Penulis abal-abal di sini!
Gimana chapter satunya nih? Kurang panjang? Kurang seru? Atau nggak asik sama sekali? Yaaaaah, maklumi aja, ya, aku masih perlu banyak belajar.
Hmm, siapa yang mau chapter berikutnyaaaaaaaa?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Charlie Punya Cerita
FanfictionHai! Aku Charlie, iya, Charlie Puth yang penyanyi itu. Ini cerita aku di universe yang lain. Penasaran gimana kehidupanku? Nggak usah sungkan untuk mampir! ########################################### Ini cerita keduaku di Wattpad. Kali ini aku solo...