5. Tragedi

513 21 1
                                    


Mungkin kalian berpikir menjadi gay di Amerika merupakan suatu anugerah. Kalian akan diterima di kalangan manapun dan sebagainya. Kenyataannya nggak benar 100% begitu. Kalian masih akan ketemu dengan orang yang memandang kalian seakan-akan kalian berlumuran kotoran. Yup! Mereka, para homofobia, akan memandang kalian rendah serendah rendahnya, seakan-akan kalian itu seonggok kotoran menjijikkan. Orang-orang seperti ini masih banyak berkeliaran. Mereka merasa makhluk paling suci hanya karena mereka merasa diri mereka normal. Dan di kampus, enggak sedikit aku ketemu dengan orang seperti ini. Beberapa di antaranya adalah teman-teman dekat Melanie.

Siang ini aku dan Jason sedang duduk berdua di halaman kampus. Jason tengah mengajariku materi biologi tentang klasifikasi makhluk hidup. Well, sebenarnya materi ini memang udah pernah aku pelajari sewaktu high school, hanya saja aku lupa. Maklum, itu udah tiga tahun yang lalu. Kebetulah Jason masih ingat dengan materi ini. Dan yang lebih kebetulannya lagi, Profesor yang mengajar di kelasku sama dengan Profesor yang mengajar di kelas Jason tahun lalu. Jadi tugas yang diberikannya pun kurang lebih sama.

Jason sedang asik memberikan beberapa trik mengelompokkan hewan dan tumbuhan yang mungkin bisa aku coba. Beberapa kali tangannya akan membentuk pola-pola aneh. Kadang wajah tampannya pun menunjukkan mimik lucu yang membuatku nggak tahan untuk nggak tertawa.

"Kamu dengerin aku enggak, sih?" Jason mulai protes karena aku nggak berhenti ketawa.

"Hahahaha... Aku dengar, kok. Tapi bisa enggak, muka kamu biasa aja. Lucu banget tau, enggak, hahahaha..." Jason hanya mendengus nggak suka.

Jason selesai dengan trik-trik ampuhnya. Sekarang giliran aku mempraktikkan apa yang telah Jason ajarkan. Aku mulai dengan yang paling mudah. Tapi nyatanya, bagian paling mudah sekalipun terasa sulit bagiku. Entah udah berapa kali Jason memukul kepalaku dengan buku biologiku. Aku Cuma bisa meringis sambil memamerkan senyum terbaikku agar Jason nggak semena-mena dengan kepalaku yang sepertinya nggak berhasil sama sekali. Jason akan tetap memukul kepalaku kalau aku salah sebut nama.

Dari jauh, ku dengar seseorang memanggil Jason. Kami berdua serentak mengarahkan pendangan ke sumber suara. Itu Melanie and the gang. And here we go, sebentar lagi kalimat pusaka mereka pasti akan keluar.

"Ya, ampun Jason! Apa yang kamu lakukan di sini?! Hati-hati, nanti kamu ketularan jadi homo loh!" Itu Andrea, si rambut pirang. Aku dan Jason hanya bisa mendengus bosan sambil rolling eyes.

Christy si putri sok perfect maju mendekati Jason dan mengibas-kibaskan syal warna warninya ke tubuh Jason, "Semoga debu-debu homo enggak menempel di tubuh kamu, ya, Jas. Sayang, lho, cakep-cakep homo. Entar masuk neraka lagi. Ewh!"

"Girls! Enough! Kalian nggak bosen apa ganggu Charlie terus?!" Thanks, Melanie. Kamu emang selalu bisa diandalkan. "Sorry, Charl." Melanie mengusap bahuku.

"It's okay, Mel. Aku udah biasa dengar yang seperti mereka, kok. Oh, iya, ada apa?"

"Oh, hampir lupa! Jason, entar kita nggak jadi jalan, ya? Ada tugas dari Prof. Kathleen yang harus aku kumpul lusa. Aku harus riset segala macam. Kamu tau, kan, gimana dia?"

"No problemo, Sweetheart. Kita bisa jalan lain waktu."

"Good! Thanks, Honey." Melanie menunduk dan mengecup bibir Jason sekilas. "Bye, Charl!" Melanie dan geng bikin rusuhnya berlalu. Dipaksa berlalu lebih tepatnya. Melanie harus menarik mereka agar segera menyingkir dari tempat kami. Kalau enggak, mulut dan tangan jahil teman-temannya nggak akan berhenti mem-bully-ku.

Begitulah kondisiku di kampus. Beberapa dari mereka akan masa bodoh dengan orientasi seksualku. Tapi nggak sedikit yang menolak keberadaanku. Aku sih enggak ambil pusing dengan mereka. Toh, di kampus nggak ada peraturan 'yang homo dilarang kuliah di sini,' iya, enggak?!

Charlie Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang