4. Move On => Lembaran Baru

307 20 0
                                    

Aku nggak jadi liburan di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku nggak jadi liburan di rumah. Hanya dua malam menginap kemudian kembali ke asrama. Aku patah hati dan tetap berada di rumah makin membuatku terpuruk. Jadi kuputuskan untuk mengisi liburanku di kampus, bergabung dengan beberapa klab kampus, mencoba melupakan kenyataan pahit tempo hari.

Segala bentuk koneksiku dengan Simon aku putus. Akun Simon aku blokir dari akun media sosialku. Nomor ponselku juga aku ganti. Aku beralasan pada Dad kalau jaringan di sekitar kampusku jelek. Mom dan Dad nggak masalah dengan hal itu. Mereka bahkan nggak bertanya macam-macam waktu aku pulang dengan keadaan yang mengenaskan dari rumah Simon. Yeah, aku belum cerita apa-apa ke mereka. Mungkin sebulan lagi, waktu mereka berkunjung ke Rhode Island.

Aku benar-benar gabung ke klab. Klab musik lebih tepatnya. Ya iya lah, emang mau ke klab mana lagi? Fotografi? Iya, aku juga gabung di klab itu, tapi lebih aktif di klab musik terutama waktu sesi vokalnya aja.

Sekarang aku makin sibuk, kuliah setiap pagi sampai siang, kemudian lanjut kegiatan klab musik atau fotografi di sore hari, kemudian malamnya waktuku untuk bersantai dan mengerjakan tugas. Di malam-malam tertentu aku akan keluar bersama teman satu kamarku, Jason, ke kafetaria di dekat asrama sekedar mencari angin segar.

Oh, iya, aku belum cerita tentang Jason! Jason satu jurusan denganku, tapi dia masuk satu tahun lebih awal dariku. Perawakannya tinggi, lebih tinggi dari aku, cukup berisi, rambutnya coklat terang, sama sepertiku, dan irisnya biru gelap. Yang aku suka dari Jason adalah walaupun dia straight, dia nggak sungkan untuk memelukku sepanjang malam. Jika hujan deras di malam hari, aku akan mengungsi ke ranjang Jason, masuk ke selimutnya, kemudian memeluk badan tegapnya sambil menyurukkan wajahku ke dada telanjangnya, tak jarang ke ketiaknya. Dan dengan santainya Jason akan balas memelukku. Kadang dia juga mengelus rambut atau punggungku sampai aku terlelap. Kami akan terus begitu sampai pagi.

Apa Jason tau kalau aku gay? Yups! Dia tau. Sejak pertama kali aku masuk ke kamar ini, aku sudah bilang ke Jason kalau aku gay. Jadi dia bisa menyesuaikan diri atau aku minta pindah kamar seandainya dia homofobia. Jason hanya mengendikkan bahunya kemudian mengambil sesuatu dari dalam laci di sebelah ranjangnya, sebuah figura foto. Dia menyodorkan figura foto itu ke arahku. Ada foto seorang bocah berumur sekitar 15 tahun dengan rambut ikal berwarna sama seperti warna rambut kami sedang tersenyum lepas ke kamera. Kata Jason itu adik tirinya, mereka satu ayah namun beda ibu. Namanya Patrick, dia juga gay sepertiku.

Jason bercerita, sejak Patrick come out kalau dia gay, mereka sekeluarga mencoba menerima kondisi Patrick. Tapi mereka memberi batasan, yakni Patrick baru diijinkan untuk pacaran setelah high school. Jadi Jason nggak masalah dengan kondisiku. Jason bahkan menganggapku adiknya. Aku yang kadang ketar ketir menahan debaran di dada jika aksi Jason sudah keterlaluan. Dan setelahnya Jason akan tertawa terpingkal-pingkal melihat wajahku memerah karena birahi.

Karena ini masih tahun pertama, kuliah yang aku ambil masih ilmu-ilmu umum. Nanti tahun ketiga baru mulai menjurus, begitu kata Jason. Jason lah yang sering mengajariku jika aku kesulitan mengerjakan tugas dari Profesor.

Oh, hampir lupa, Jason punya pacar, namanyaMelanie. Beberapa kali Jason mengajaknya ke kamar untuk belajar bersamameskipun Melanie beda jurusan dengan aku dan Jason. Melanie gadis yang supel,anggun, bersahaja. Wajahnya biasa aja, tapi karena pembawaannya itu, Melaniejauh terlihat lebih cantik dibanding teman-teman satu tingkatku yang sukaberlebihan dalam berdandan. Jika Jason dan Melanie disandingkan, kalian pastiakan berpikir kalau mereka nggak cocok,Jason deserves better. Tapi kalau kalian liat gimana cara Jason menatapMelanie, masih pakai mata, sih, menatapnya, cuma caranya itu. Aku bisamerasakan kalau Jason memang benar-benar cinta Melanie. Dan aku berharapMelanie pun demikian. Ah, andai Jason menatapku seperti itu juga, eh, nggak,deh, orang lain aja. Jason jatahnya si Melanie. Hahahaha!

######################################

Haihaihai!

Ada yg nunggu cerita ini engga? Baru bisa posting karena jam terbang lagi tinggi nih.

Oke, selamat menikmati. Ga usah sungkan untuk vomment. Ditunggu yaaaaa

Charlie Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang