6. Tragedi 2

355 21 2
                                    

Uhuk uhuk

Ada yg nungguin si Charlie enggak, nih? Ga ada, ya? Ya udah deh gpp.

BTW, sorry, ya, gak bisa posting 2 hari sekali lagi. Makin sibuk ini.

okelah, silakan menikmati cerita si Charlie yg nggak nikmat ini

######################################

Pagi harinya, aku dan Jason terbangun bersamaan. Kami sama-sama membelalakkan mata, sama-sama mengecek isi selimut kami, dan sama-sama kaget. Hingga sekitar 15 menit, nggak satupun dari kami yang bersuara. Kami hanya menatap ke langit-langit kamar, mencoba memroses kejadian yang kami alami tadi malam.

"Hmm, Charl, sorry." Itu Jason. Aku mengubah posisi tidurku menjadi menghadapnya, Jason pun melakukan hal serupa.

"Ada apa?" Bukannya merespon, aku malah bertanya balik. Logikanya, nggak mungkin Jason pulang dalam keadaan mabuk kemudian memperkosaku tanpa alasan.

"Aku terlibat percakapan sengit kemarin..." dan bla bla bla, Jason menjelaskan bagaimana orang tua Melanie keberatan dengan Jason yang sekamar denganku dan sebagainya, dan sebagainya. See, jadi homo di Amerika gampang-gampang susah, kan?

"Terus, yang tadi malam itu maksudnya apa, Jason?" Jason bungkam. Wajahnya, telinganya hingga lehernya memerah. Pandangannya turun ke dadaku dan itu malah membuatnya semakin merah. Aku ikutan menunduk dan melihat dadaku. Dan ternyata ada mahakarya Jason di sana. Aku kembali menatap Jason tepat di iris biru gelapnya. "I'm waiting, Jason," tagihku lagi.

"I don't know, Charl. Itu terjadi begitu aja. Aku kalut, aku mabuk, aku ngeliat kamu, aku tidurin. Udah. Aku nggak tau kenapa aku ngelakuin hal itu," Jason masih merah waktu menjelaskan hal ini. Sesuatu di bawah sana juga sepertinya menggeliat di pahaku. Bukan milikku tentu aja, itu punya Jason.

"It's okay. Toh, udah kejadian juga. Anggap aja angin lalu," aku ambil jeda, "By the way, yang tadi malam itu first time aku," cicitku.

"Really, Charl?!" Jason melotot, "bukannya kamu udah pernah punya pacar, ya, si siapa itu, aku lupa," Jason mengerutkan keningnya, mencoba mengingat nama mantanku.

"Simon," sahutku akhirnya karena Jason nggak juga bisa mengingat nama mantanku itu, "tapi dulu aku selalu jadi pihak yang menusuk."

"Well, it explains everything." Jason menyeringai.

"Everything what?"

"Everything, darah itu, ketatnya 'cengkeramanmu', ternyata aku yang beruntung ngerasainnya untuk pertama kali," wajahku memanas. Pasti aku merah sekarang, "ngomong-ngomong, the same here, tadi malam juga yang pertama untukku." Sekarang aku yang gantian terbelalak.

Ngomong-ngomong, aku memang berdarah. Waktu aku bangkit dari ranjang, aku ngeliat noda merah di atas bed cover. Jason langsung menggantinya dengan yang baru. Yang ada noda darahnya itu dimasukkannya ke keranjang pakaian kotor. Biar diantar ke tempat cuci umum katanya.

"Jadi, mmm, kamu dan Melanie?"

"Melanie menganut 'seks setelah menikah'. Jadi hingga tiga tahun kami pacaran, kami nggak pernah melakukannya. Paling berani kami cuma kissing. Dan, Melanie itu pacar pertamaku." Iya, Jason dan Melanie udah pacaran sejak high school, mereka memutuskan memilih kampus yang sama meskipun berbeda jurusan.

"Pertama kali, ha? Tapi aku ngerasa kamu kaya udah ahli, lho! Aku bahkan menikmati meskipun kasusnya aku lagi diperkosa." Aku mencolek puting merah muda Jason.

"Stop doing that, Charl! Kalau aku kepengen lagi gimana? Ha?" Jason meronta, mencoba menjauhkan tanganku dari tubuhnya.

"Gampang, kita bisa ulangi yang tadi malam." Setelah berkata begitu, aku langsung mendorong Jason agar telentang, kemudian kududuki perut sixpacks-nya. Sambil kissing, aku mencoba memasukkan Jason Jr. ke lubangku. Kami ulangi hingga tiga kali. Beruntung hari itu hari sabtu, nggak ada kuliah, jadi nggak masalah kalau kami 'olahraga' pagi berjam-jam.

Seperti yang aku bilang, untuk ukuran pemula, Jason memang luar biasa. Aku bahkan bisa keluar tanpa menyentuh tititku. Dan tentang berjam-jam, iya, kami memang melakukannya berjam-jam. Kami sampai melewatkan sarapan dan makan siang. Setelahnya, baru kami mandi berdua. Benar-benar mandi.

Kami keluar kamar sekitar jam 4 sore. Ralat, bukan kami, hanya Jason. Aku malu keluar kamar dengan kissmark yang bertebaran di leher dan dadaku. Aku juga masih susah untuk berjalan. Bukan karena Jason bermain terlalu ganas atau apa, tapi ini kali pertama, lho. Aku butuh adaptasi. Jujur, agak sakit memang. Tapi, ya udah lah, toh kami sama-sama menikmati.

Jason kembali sekitar setengah jam kemudian, dengan dua kantong belanja yang dua-duanya penuh di tangannya. Aku menggelar matras tipis di tengah-tengah kamar. Kami seperti sedang piknik di dalam kamar. Jason mengeluarkan isi kantong belanjanya satu persatu. Ada ayam goreng, burger keju, susu, dan buah-buahan di satu kantong, dan satu kantongnya lagi berisi cemilan seperti keripik kentang dan biskuit serta minuman soda.

"Sepertinya ada yang sedang balas dendam," sindirku.

"Hahahaha... aku nggak mau loyo karena seks pertamaku, ya! Dan lagi, aku rasa kita udah perlu menyediakan stok cemilan. Waktu kita akan lebih banyak di kamar mulai sekarang. No girl friend means no hang out," sahutnya sambil terkekeh geli.

"Hei! Kita masih bisa hang out kalau kamu mau," sanggahku.

"Oke, itu bisa kita bicarakan nanti. Sekarang ayo kita makan! Aku luar biasa lapar!"

Kami larut dalam acara makan besar kami. Jason memang beneran lapar. Statement-nya tentang stok makanan hanya bullshit. Belum ada satu jam, semua makanan di depan kami habis nggak bersisa. Aku membantu Jason membereskan sisa-sisa acara makan besar kami.

Karena aku udah merasa mendingan di bawah sana,Jason mengajakku keluar, sekedar berjalan-jalan ke taman. Sebenarnya kami ingin langsung tidur, tapi Jason takut buncit, jadi kami butuh beberapa gerakansebelum tidur. Acara makan besar selesai, jalan-jalan ke taman asrama juga udah, waktunya kami tidur.

Charlie Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang