"Sal, denger- denger katanya kamu di sekolah banyak yang naksir ya? Kamu jadi primadona disana?" ucap Adit−Ayah Salma yang iseng.
Tentu saja pertanyaan itu membuat Salma malu. Rasanya nasi goreng yang sedang ia makan terasa hambar.
"Ihh Ayah sok tau, deh. Udah, ah, aku gak mau bahas- bahas" ujarnya melanjutkan sarapan.
Mereka tertawa bersama sambil sesekali saling berbagi cerita. Kebhagian dari sebuah keluarga kecil ini sangat berharga bagi Salma, walaupun tidak adanya figur seorang Ibu dalam kehidupannya. Tapi semua ini lebih dari cukup.
***
Jam istirahat tiba, sebagian murid berkeliaran keluar kelas, ada yang nongkrong di depan kelas, ada pula yang langsung menyerbu kantin sekolah. Begitu pula dengan dua sahabat ini.
"Radin, ke kantin lagi, yuk" ajak Salma yang mengambil selembar uang sepuluh ribu di dompetnya.
Radin tampaknya sedang sibuk dengan tugas yang sedang ia kerjakan itu. Kedua matanya tampak sedang fokus pada sebuah buku yang sedang ia baca, kemudian jari jemarinya dengan lincah menulis beberapa jawaban yang terdapat pada buku itu.
"Aduh, sorry ya, Sal, lo aja yang ke kantin, gue lagi ngerjain tugas Pak Dedi dulu, nih, tau kan si guru killer gimana ekspresinya kalau ada murid yang gak ngerjain tugas dari dia gimana?" jawabnya yang tak lama melanjutkan kembali pekerjaannya.
Terpaksa Salma harus berjalan ke kantin sendiri, dan merasakan sendirian resiko saat melewati koridor kelas XII-IPA. Dari kejauhan suara suaa gaduh dari kelas itu sudah terdengar begitu berisik. Salma melangkah dengan agak cepat, mencoba menundukkan pandangannya.
Benar saja, sapaan dan sapaan terdengar, dan sekarang lebih keras dari kemarin, lebih banyak dan yang paling penting lebih menggelikan, lebih dari dedek gemes.
Tepat di depan kelas XI-IPA, seorang lelaki yang berpostur tubuh cungkring kering itu menghampiri Salma.
"Hai Salma!! Tumben lo sendirian, mau gue temenin gak ke kantinnya?" ucap si cungkring dengan cengengesan.
Penampilannya begitu nerd, dengan behel yang terpasang di gigi bagian atas dan celana panjang yang ia kenakan melebihi pinggangnya.
Tiba- tiba muncul si gendut berkacamata dengan berlari kecil yang bergaya slomotion menggelikan. Berdiri di hadapan Salma.
"Oh Salmakuu....Kau bagaikan bidadari dalam hidupku...Kau bagaikan malaikat dalam malamku....Kau bagai sekuntum bunga mawar dalam pagi ku....Oh Salmakuu maukah kau menjadi−" Ucapan si gendut kacamata dipotong oleh Salma.
"Maaf ya, Kak, Salmaa buru- buru" tanpa basa- basi ia berjalan cepat melwati dua orang gila tadi. Salma sama sekali tidak menoleh ke belakang walau keduanya memanggil- manggil namanya.
Dibalik itu, seorang lelaki melihat kejadian tadi dari dalam kelas, kebetulan lelaki itu sedang duduk di mejanya yang berada di dekat jendela.
Salma sampai ke kantin dengan selamat. Ia tak dapat menahan tawanya akibat si gendut kacamata yang puitis itu.
Kondisi kantin yang tampak sudah agak sepi, hanya ada dua orang murid yang sedang berdiri di kedai mie ayam, dan tiga cowok yang sedang duduk di meja bagian ujung.
Salma bersinggah di kedai penjual siomay, berniat untuk membawa siomay itu untuk dimakan bersama Radin di kelas.
"Bu, siomay 5000 1 bungkus ya" pinta Salma mengacungkan telunjuknya.
YOU ARE READING
Bow-Friend
Teen FictionIni tentang sebuah hati yang terjebak di dalam nostalgia, yang takut menyakiti walau perasaan lain membawanya pergi ke lain tempat, yang memaksanya untuk membuat sebuah biji kebohongan yang membuah besar, yang membuatnya semakin takut untuk jujur, s...