10. Kaulah segalanya

2K 280 192
                                    

Keira mengerjapkan kedua matanya saat mendengar suara seseorang memanggil-manggil namanya dengan lirih. Dipandangnya jam dinding yang baru menunjukkan pukul setengah empat pagi. Kemudian ia menatap Kaisa yang masih tertidur lelap di sampingnya, mendekap salah satu boneka kesayangannya. Tatapannya beralih ke sebelah Kaisa. Raykarian pun tampak tenang dalam tidurnya. Hingga gumaman kecil Raykarian terdengar,dan membuatnya terbangun.

"Kei," gumam Raykarian lirih, "Kei."

Keira beranjak dari tempat tidur, lantas menghampiri Raykarian dan duduk di tepi ranjang. Tangan kanannya terulur, menyentuh kening Raykarian. Keira menarik tangan kanannya kembali, ketika merasakan panas dari tubuh Raykarian.

"Kei," gumam Raykarian kembali.

Keira terdiam. Menatap wajah pucat Raykarian dengan tatapan sendunya. Tangan kanannya tertahan di udara saat ingin menyentuh wajah Raykarian.

"Keira di sini, Mas," sahut Keira menahan rasa takut dan cemasnya, "Mas Raki, bangun!"

Keira berusaha membangunkan Raykarian yang masih meracau memanggil-manggil namanya. Perlahan, kedua mata Raykarian terbuka. Ia terdiam saat melihat Keira sudah berada di hadapannya.

"Minum obat dulu ya, Mas! Badan Mas Raki panas lagi," tutur Keira takut.

Raykarian mencoba terbangun. Namun, ia merebahkan tubuhnya kembali kala merasakan pusing hebat di kepalanya. Rintihan kecilnya terdengar bersamaan dengan tangan kanannya yang berusaha memijat pelipis untuk mengurangi rasa pusing. Keira pun memberanikan diri untuk membantu Raykarian duduk.

"Keira bantu ya, Mas," ujar Keira waswas.

Raykarian menyandarkan kepalanya di kepala ranjang, setelah Keira berhasil membantunya untuk duduk. Ia membuka matanya dengan terpaksa. Menahan rasa pusing yang teramat sangat. Ia masih tetap terdiam, memerhatikan Keira yang sedang mengambil obat untuknya.

"Ini obatnya, Mas." Keira menyodorkan obat penurun demam dan sakit kepala kepada suaminya, Raykarian.

Dengan lemas, Raykarian mengambil obat itu dan langsung meminumnya. Ia memandang Keira yang hanya terdiam meninggalkan kamar setelah membantunya meminum obat. Helaan napas hangatnya berembus, sebelum kembali merebahkan tubuh lemahnya. Kedua matanya memejam sesaat sebelum suara lirih Keira mengusiknya.

"Keira kompres dulu ya, Mas. Biar cepat turun demamnya," tutur Keira sebelum meletakkan handuk basah di dahi Raykarian.

Jantung Keira berdegup kencang saat Raykarian menatapnya dengan lekat tanpa suara. Ia menggigit bibir bagian bawahnya. Menahan rasa sesak di dadanya.

"Kenapa kamu melakukan itu, Kei?" tanya Raykarian tanpa melepas tatapan tajamnya.

Keira tersentak mendengar pertanyaan ambigu dari Raykarian, "Apa maksud Mas Raki?" tanya Keira bingung.

"Kertas yang sudah kamu remas, tidak akan pernah kembali menjadi utuh seperti semula."

Air mata Keira menetes setelah mendengar perumpamaan yang diucapkan oleh suaminya, Raykarian. Ia tak tahu apa yang sedang dimaksudkan Raykarian saat ini. Entah kesalahan apa yang sudah membuat suaminya menjadi murka kepadanya. Namun, perumpamaan itu mengingatkannya akan kesalahan-kesalahannya terdahulu. Kesalahan yang mungkin tak akan bisa termaafkan kembali. Kesalahan yang membuat dirinya harus menjauh dari keluarganya sendiri.

Napas Raykarian tertahan. Melihat Keira menangis dalam diam sembari menatapnya dengan tatapan penuh kesakitan. Perlahan, kedua matanya memejam. Hatinya sakit ketika melihat Keira menangis kembali. Pesan dari Kenzi pun masih terngiang jelas hingga detik ini. Rasanya, ia telah gagal membuat Keira bisa tersenyum kembali seperti dulu.

SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang