Maukah?

3.7K 39 0
                                    





"Kenapa pa?" tanya Aiman setelah duduk di kursi sebelah kanan papanya

"Gak papa cuma mau ngobrol sama kamu aja. Istrimu mana?"

"Disini papa" Hani yg mendengar papa mertua mencarinya langsung berjalan ke arah ruang keluarga dan duduk di kursi sebelah kiri orang tua Aiman.

"Loh kamu kok duduk disitu?" tanya papa bingung

Hani yg juga bingung langsung berinisiatif pindah duduk di lantai "Hmm.. Jadi Hani harus duduk di lantai ya pa?"

"Astagfirullah, ya gak dong Hani. Kamu itu harusnya duduk sama Aiman"

Aiman yg tadi sibuk menggonta-ganti channel saat papanya menyinggung namanya ia langsung berhenti dan menatap Hani.

"Gak usah pa. Lagian tempat duduk Aiman cuma muat untuk 1 orang aja" Aiman langsung menjawab papanya bermaksut agar ia tidak curiga

Papa memperhatikan Hani dan Aiman yg duduk di sisi kanan dan kirinya lalu menghela nafas pelan. "Kalian masih belum akur ya?"

Hani terkesiap dan langsung menatap papanya sedangkan Aiman sampai tersedak minuman yg baru ia minum. Papa dari dulu memang tau bagaimana kerasnya Hani dan Aiman menentang perjodohan ini bahkan Aiman 3 hari sebelum lamaran sempat hilang tanpa kabar walaupun di hari H ia tetap datang ke acara perjodohan dan Hani ia sempat mogok makan dan mengunci diri di kamar berhari-hari sampai ayah Hani yg curiga dia kenapa-napa menghubungi tukang kunci untuk membuka pintu Hani yg di kunci dari dalam.

"E..enggak kok pa kami udah baikan kok iya kan MAS AIMAN!!" bantah Hani cepat agar papanya percaya dan menekankan panggilan baru untuk suaminya.

Melihat papanya yg masih diam Aiman pun angkat bicara "Iya pa, kami gak pernah berantem kok. Iya kan SAYANG!"

"Tapi kenapa kalian tidak mau duduk bersama?" tanya papa lalu melanjutkan perkataannya. "Dengar ya Aiman papa memilih Hani karna papa sudah kenal dia dari kecil dan papa tau dia gadis yg baik, trus kamu Hani apa kamu masih sulit menerima kenyataan ini?"

Hani hanya diam sambil menundukkan kepalanya, ia bingung harus bagaimana ia tidak mau menyakiti perasaan papa tapi yg di katakan papanya seratus persen benar ia masih menolak perjodohan ini walaupun posisinya mereka sudah menikah.

Aiman yg melihat Hani hanya diam langsung mengambil tidakan maju dan menarik tubuh Hani untuk berdiri lalu Aiman duduk di tempat duduk Hani dan mendudukan tubuh Hani di sela pahanya sambil memeluk perut hani erat dan mencium pipinya lalu berbisik tepat di telinganya "ingat perjanjian kita harus mesra di depan orang tua"

Hani kaget dengan perlakuan Aiman yg menurutnya sudah kurang ajar tapi langsung memelas saat dia berbisik di telinganya. Sekarang yg ia lakukan mendongak dan menatap papa yg sudah tersenyum tipis.

"Tuhkan pa, kami udah baikkan dan Hani udah nerima kenyataan ini. Lagian Mas Aiman orangnya baik banget" jawab Hani sambil meringis dan menepuk pipi Aiman keras.

"Papa seneng liatnya. Tau tidak kalian itu serasi banget" kata papa sambil tersenyum bahagia yg terlihat jelas dari matanya.

Aiman menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Ia dengan berani meletakkan kepala Hani di pundaknya mengelus rambutnya dan menyatukan tangan mereka sesekali Aiman mencuri cium tangan Hani atau mencium pipinya. Hani yg geram hanya bisa menggelatukkan giginya dan berharap acara mari beromantis di depan orang tua ini cepat selesai.

"Oh ya.. Papa mau tanya kalian gak nunda momongan kan?"

"HEHH!" kaget keduanya bahkan Hani tanpa sengaja menyenggol dagu Aiman sampai dia meringis kesakitan.

"Kok kalian kaget gitu?"

"Pa bisa gak sih gak bahas masalah anak dulu. Kita baru beberapa hari nikah" kesal Aiman karna papanya tidak henti menanyai mereka hal-hal yg aneh

"Kamu kok marah gitu sih Ai, papa kan cuma nanya" papanya yg kesal dengan jawaban Aiman ikut terbawa emosi

"Tidak pa" Hani menenggahi pertengkaran kecil antara anak dan bapak itu

"Yaudah kalo gitu besok kalian berangkat bulan madu"

"Papa!! Kenapa sih papa selalu memaksa aku buat ngelakuin semua keinginan papa!!" marah Aiman bahkan dia sampai mendorong Hani dan berdiri di hadapan papanya

"Apa salah kalo papa pengen cepat punya cucu. Ai, papa sudah tua dan papa tidak tau berapa lama lagi umur papa. Papa cuma pengen ngerasain gendong cucu" kata papa sambil melihat ke dalam mata Aiman

"Aku tau. Tapi lusa Aiman udah harus kerja" sergah Aiman yg masih enggan dengan keputusan papanya

"Itu kan usaha kamu sendiri, apa gak bisa bosnya cuti lebih lama sedikit"

"Gak bisa pa, kerjaan udah numpuk gak bisa seenaknya di tinggal pergi gitu aja" kesal Aiman lalu dia pergi meninggalkan papanya dan Hani yg hanya mematung melihat adegan tadi.

Hani kembali duduk dan hanya mengamati papanya yg sedang memijit dahinya pelan.

"Maaf Han, kamu harus melihat kami bertengkar" sesal papanya dan Hani hanya mendengarkan tanpa ada niat untuk menjawab

"Kamu tau kan penyakit papa" Hani mengangguk

"Papa cuma pengen kalian bahagia. Kalo papa sudah meninggal papa pingin sudah ada pengganti papa disini yaitu anak kalian"

"Papa jangan bicara gitu ah! Papa akan sehat terus sampe anak-anak Hani sudah punya anak lagi" Hani menggenggam kedua tangan papanya dan mencoba menenangkan emosi papa mertua.

"Nanti Hani bakal coba bujuk mas Aiman. Jangan cepat emosi pa itu gak baik buat kesehatan jantung papa"

"Sudah papa sudah gak papa kok, kamu lebih baik nenangin suami kamu"

"Iya pa, Hani susul mas Aiman dulu" papa mertua hanya tersenyum dan membiarkan Hani pergi

Hani tidak tau kemana perginya si Aiman tapi feelingnya dia pasti di kamar. Perlahan dia membuka pintu dan melihat Aiman yg duduk di tepi ranjang wajahnya menunduk dengan tangan yg bertaut jadi ia berpikir kalo Aiman sedang menangis.

Menghela nafas dan perlahan duduk di samping Aiman. Hani bingung harus memulai bicara dari mana biasanya ia akan beradu mulut dengan Aiman tapi keadaannya sekarang berbeda saat melihat Aiman yg masih diam saja ia memberanikan diri mengusap pelan punggungnya.

"Gue gak nyangka kalo lo itu cengeng"

"Gue lagi males debat sama lo" Aiman menatap garang Hani. Dan tebakannya benar kalo Aiman menangis terlihat dari hidungnya yg memerah

"Yaelah Ai, galak banget. Gue cuma pengen ngehibur lo" Aiman kembali menundukkan kepalanya

"Lagian gue heran, anak sama bapak ngeributin soal cucu. Seharusnya sebelum ribut tanya ke gue dulu dong, gue mau hamil atau gak kan gue yg mengandung gue yg ngelahirin gue yg nyusuin"

"..........."

"Kalo anak cowok sama bapaknya harusnya bahas gaya apa yg bisa bikin cepet blendung" sekilas Aiman menatap Hani sambil tersenyum tipis sangat tipis tapi masih bisa ditangkap mata Hani kalo tadi Aiman tersenyum.

"Cieee.. Senyum... Utuk utuk utuk.."

"Gila lo" kata Aiman sambil tersenyum

"Tapi sumpah ya Ai, lo itu lucu ya kalo lagi ngamuk. Mata lo melotot kayak mau keluar gitu"

"Lucu?"

"Iya. Rasanya gue mau ngambil wajan terus congkel mata lo gue jadiin telur mata Aiman" mereka tertawa bersama untuk yg pertama kalinya

Setelah Aiman berhenti tertawa ia memandangi wajah ceria Hani yg masih tertawa keras tanpa sadar dia ikut tersenyum kembali.

"Hani kamu pengen gak punya anak?"

Tbc.

PASUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang