Selama perjalananku dari rumah sampai ke universitas Bode, hampir semua orang yang kulalui melihatku. Mungkin mereka heran melihat anak kecil berjalan sendiri sambil membawa pedang. Aku menyembunyikan tongkat sihirku di kantong sehingga tidak terlihat, tapi aku tak bisa menyembunyikan pedang yang besar ini. Meskipun perjalananku menjadi sedikit canggung karena semua orang memerhatikanku, tapi aku mencoba sabar.
Perjalanan dari kota Elealion sampai ke kota Bode memakan waktu lebih dari 25 menit. Sebenarnya bisa juga dicapai dalam 20 menit, tapi kami beberapa kali diserang oleh monster-monster seperti Skum dan Anjing Bercula (seperti namanya, anjing yang memiliki cula). Setiap kereta kuda memiliki prajurit yang menjaga agar kereta tersebut aman sampai tujuan. Meskipun hanya prajurit rendahan, tapi kemampuan mereka cukup untuk menjaga kereta kuda agar aman sampai di tujuan. Prajurit yang menjaga kereta kuda ini kulihat memiliki kemampuan pedang yang cukup tinggi, meskipun Skum dan Anjing Bercula ialah monster tingkat E, tapi ia sama sekali tidak berkeringat menghadapi para Skum dan Anjing Bercula yang datang terus menerus selama perjalanan.
Beberapa kali kereta kudanya terhambat karena diserang membuatku juga ingin membantu prajurit itu agar bisa cepat sampai. Tapi aku memutuskan untuk bersabar. Selain karena aku tidak mau membuat diriku tambah canggung dilihat oleh penumpang yang lain, aku juga merasa harus menghemat tenaga untuk ujian nanti.
Setelah sampai di halte tempat aku turun, aku hanya perlu berjalan sekitar dua menit untuk mencapai universitas Bode. Universitas ini sangatlah luas. Dari luar pun terlihat gedung-gedung yang besar serta jarak antara gedung-gedung yang cukup jauh. Mungkin kalau di Indonesia, Bumi, luasnya kurang lebih seperti salah satu Universitas negeri yang cukup terkenal di Jatinangor.
Seperti yang tertulis di surat persyaratan ujian ini, aku hanya perlu masuk dan bertemu dengan Profesor Gairon.
Tanpa menunda-nunda, aku langsung menuju meja informasi yang kutemui saat masuk ke gedung universitas. Meskipun aku sudah sampai di depan meja, sepertinya penerima tamunya tidak menyadari kehadiranku. Ya, mejanya terlalu tinggi sampai-sampai aku pun tidak terlihat dari balik meja. Atau akunya yang terlalu pendek.
"Permisi!"
Greettt!!
Terdengar suara kursi yang tiba-tiba bergeser dan penerima tamu yang terkejut mendengar suaraku.
"I... Iya!!"
Ia langsung berdiri dan kebingungan karena tak melihat siapa-siapa. Aku mundur sedikit agar bisa melihat penerima tamu itu lebih jelas dan agar ia juga bisa menyadariku.
"Saya di sini."
"Eh? Ah!! Maaf saya nggak sadar."
Ia kemudian berputar keluar dari mejanya dan menghampiriku. Ia adalah seorang Elf. Setelah dekat denganku, ia sedikit berjongkok untuk berbicara kepadaku. Kulihat pin nama yang terpasang di dadanya, namanya adalah Mio. Parasnya cantik, rambutnya yang lurus berwarna emas mengkilat berjatuhan dengan indah di pundaknya. Tubuhnya juga bisa dibilang dalam kategori 'seksi'. Benar-benar cocok untuk penerima tamu. Kalau aku tidak masih berumur lima tahun, mungkin aku akan naksir padanya. Tapi sejujurnya aku masih canggung ketika berada di hadapan ras lain. Aku belum biasa melihat Elf dengan warna kulitnya yang berwarna kuning-kehijauan, Dwarf dengan badannya yang pendek tapi berwajah sangar, atau Lagartian yang secara harafiah benar-benar seekor 'kadal' yang berjalan dengan dua kaki. Bukannya aku rasis, tapi setelah 28 tahun aku hidup di Bumi dan enam tahun hidup di Venus, ini pertama kalinya aku melihat ras-ras ini. Ini pun juga menjadi alasan kenapa aku tak bisa membuat diriku merasa 'naksir' dengan Mio.
"Ada apa? Kenapa kamu sendirian di sini? Kamu tersesat?"
"Ng... Saya mau bertemu Profesor Gairon. Saya ingin mengikuti ujian untuk beasiswa masuk universitas Bode."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kehidupan Kedua (Buku 2)
FantasyKetika hidup telah berakhir. Ketika jiwa telah berpisah dengan raga. Ke mana kah kita akan pergi? Surga? Atau Neraka? Bagaimana jika kita mengulang kembali hidup ini?