Cerita 21 - Asrama

126 10 1
                                    

"HAAH!?"

Aku langsung berteriak heran. Kali ini aku tak hanya terkejut, tapi juga heran. Bagaimana tidak? Aku yang bisa dibilang tidak tahu apa-apa ini tiba-tiba diminta untuk memperbaiki dunia? Bullshit macam apa ini?

Hm... Kalau ia memang benar-benar dewa, maka ia seharusnya benar-benar bisa mengabulkan permintaanku, kan? Berarti aku masih punya kesempatan untuk kembali ke Bumi? Tapi apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki dunia ini?

"Dik, kau baik-baik saja?"

Tiba-tiba ada yang menepuk bahu kananku.

Aku langsung sadar dan menengok ke samping. Seorang ibu-ibu tua menaruh tangannya di bahuku dan wajahnya terlihat khawatir melihatku.

"A... Aku..."

Aku melihat sekelilingku, dan semua orang yang ada di dalam kereta kuda ini memandangiku. Bahkan orang-orang yang seingatku tadi sedang tidur, kini semuanya bangun dan matanya fokus kepadaku. Aku kebingungan.

"Kamu baik-baik saja? Kamu tadi tiba-tiba berteriak kencang."

Ah... Sepertinya saat aku teriak tadi, waktu sudah kembali berjalan dan semua orang di sini mendengarku teriak.

Aku langsung menunduk. Aku sangat malu. Kalau aku bisa melihat mukaku sendiri saat ini, kurasa mukaku sudah sangat merah karena malu.

"Aku... maaf... tadi mimpi buruk..."

Hanya ini alasan yang bisa kubuat. Aku sudah terlalu malu bahkan untuk mengangkat kepalaku saja ku tak berani.

Aku mendengar beberapa orang sedikit menghela nafasnya ketika mendengar jawabanku. Saat aku sedikit melirik ke kanan-kiriku, orang-orang kembali mencoba untuk tidur kembali.

"Jangan khawatir... itu hanya mimpi. Istirahatlah lagi, dik. Perjalanan masih panjang."

Ibu-ibu yang di sebelah kananku pun juga mengangkat tangannya setelah menasihatiku. Ia sepertinya khawatir melihatku, seorang anak kecil bepergian sendirian seperti ini.

...

Beberapa saat kemudian, kereta kuda yang kunaiki ini sampai di Valhalla.

Setelah berhenti, aku langsung mengambil semua barang-barangku dan pergi berlari menuju asrama universitas Bode. Aku merasa tak punya muka lagi di depan orang-orang yang duduk bersamaku di kereta kuda tadi.

Aku terus berlari sampai asrama tanpa memerhatikan sekelilingku sama sekali. Ketika aku lelah dan berhenti, aku sudah berada di depan gerbang asrama. Aku melihat ke dalam sambil menunggu nafasku stabil kembali.

Berbeda dengan pertama kali aku melihatnya, sekarang halaman depan asrama ini saja sudah penuh dengan orang dari berbagai macam ras. Aku bisa melihat Lagartian yang tidur di atas pohon, Manusia dan Dwarf yang duduk beramai-ramai di rumput seperti sedang berpiknik, Elf yang serius membaca buku di bawah pohon, dan lain sebagainya. Melihat pemandangan ini, secara tak sadar aku pun langsung tersenyum. Perlahan-lahan, sembari menstabilkan nafas, semangatku pun naik.

Setelah nafasku sudah kembali stabil, aku tarik nafas panjang, kukepal tanganku, dan mulai melangkah masuk. Aku benar-benar tak sabar ingin memulai kehidupan kampusku di sini.

Aku masuk ke dalam asrama dengan berjalan perlahan-lahan sambil melihat sekelilingku. Kupikir, asramanya saja sudah seluas ini. Wajar saja kalau universitas Bode ini memang terkenal.

Melihatku berjalan membawa banyak barang, beberapa orang memerhatikanku seperti ada sesuatu yang aneh. Namun, ada juga orang-orang yang cuek. Aku pun tidak peduli. Sejak aku bereinkarnasi di tubuh ini, aku selalu dilihat orang lain seperti ini, seperti saat pasien Lisa melihatku berlatih sihir di rumah, atau saat pertama kali datang ke Valhalla. Aku sudah terbiasa.

Kehidupan Kedua (Buku 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang