Cerita 17 - Tempat Latihan

165 11 0
                                    

Setelah berjalan sekitar tiga menit, aku sampai di tempat menaiki kereta kuda yang menuju ke Asura. Tapi, di sana aku tak melihat kereta kuda sama sekali. Aku lalu berjalan menuju papan jadwal kereta kuda. Dalam satu hari, hanya ada tiga kereta kuda yang menuju ke Asura. Pukul 07:00, 13:00, dan 17:00.

Sekarang jam 2 siang. Sepertinya aku berbincang-bincang dengan Profesor Abimanyu terlalu lama sehingga aku kelewatan kereta kuda yang jam 1.

Meskipun masih siang, aku sudah merasa hari ini ialah hari yang cukup panjang. Rasa lelahku kemudian mulai berkumpul dan aku pun memutuskan untuk duduk di kursi tempat menunggu kereta kuda.

Aku duduk sambil melihat-lihat pemandangan kota Bode. Setelah kupikir-pikir, aku masih belum menelusuri kota Bode ini. Kereta kuda yang kunaiki pagi tadi cukup tertutup. Hanya ada dua jendela kecil di sisi kanan dan kirinya. Posisi dudukku juga tidak memudahkanku untuk melihat ke luar jendela. Tidak banyak yang bisa kulihat dari situ. Setelah sampai di kota, aku terburu-buru ke universitas Bode karena aku sendiri sudah terlambat. Aku sama sekali tidak memerhatikan suasana kota ini.

Masih ada tiga jam sampai kereta kuda datang, aku rasa aku bisa berkeliling kota Bode terlebih dahulu.

Berbeda dengan Elealion, 'bagian kota' di Bode tidak ditutupi dinding tinggi. Tapi, jika melihat ke arah pusat kota, kita bisa melihat tembok yang mengelilingi sebuah kastil. Aku rasa itu kastil kerajaan Bode. Kastil tersebut terlihat dua kali lebih megah dari apa yang ada di Elealion. Di atasnya juga terdapat kristal Rune yang melayang berputar secara perlahan. Yang kudengar, kerajaan Bode ialah kerajaan terkuat dari seluruh kerajaan ras Manusia. Tapi sepertinya perlindungannya tidak seketat kerajaan Asura. Apa mereka terlalu yakin dengan kekuatan pasukannya sehingga perlindungan seperti dinding yang tinggi itu tidak penting? Atau mereka hanya terlalu percaya diri kalau tidak akan ada yang berani menyerang kerajaan ini? Tapi kalau hanya seperti itu, tidak mungkin juga semua orang menganggap ini adalah kerajaan terkuat.

Ah, aku rasa aku bisa tanyakan mengenai hal ini ke Pak Arthur nanti ketika pulang.

Aku berjalan menelusuri jalanan di kota Bode. Suasana kotanya tidak terlalu berbeda dengan Elealion. Toko-toko yang berjajar di tepi jalan, pejalan kaki dari semua ras kecuali ras Iblis, jalanan yang ramai dari ujung ke ujung, aku rasa karena keduanya ialah kota besar, suasana seperti inilah yang normal. Toko-toko yang berjajar itu sebagian besar menjual daging dan sayuran, obat-obatan, dan makanan-makanan kecil. Ada juga toko senjata dan pelindung untuk para petualang. Aku benar-benar seperti berada di dalam sebuah RPG.

Saat aku sedang berjalan melihat-lihat toko yang berjajar di pinggir jalan, aku merasa diperhatikan oleh semua orang. Entah apakah karena mereka baru pertama kali melihat anak manusia kecil yang membawa pedang berjalan sendirian, atau mereka sadar bahwa aku bukan orang asli Bode. Aku tak peduli.

Setelah aku berputar-putar, melihat-lihat di keramaian ibukota, aku mulai merasa cukup lelah. Aku berjalan kembali ke arah universitas Bode dan menghampiri sebuah gerobak kecil yang menjual minuman berwarna-warni yang kulihat di dekat tempat menaiki kereta kuda. Seorang Dwarf wanita tua duduk di belakang gerobak itu sambil menghitung uang.

"Ini apa?"

"Yang mana? Kalau yang putih itu jus Kaktus Putih. Harganya 5 koin perunggu. Kalau yang hijau itu getah Mandragora yang dicampur dengan madu. 15 koin perunggu. Kau punya uang nggak? Kalau nggak, pergi aja sana!"

Dwarf itu melihatku dengan tampang sinis. Ekspresinya seperti berkata bahwa semua anak kecil itu tak punya uang. Yaa, memang uang yang kupunya juga hanya uang jajan dari Pak Arthur. Tapi tetap saja, wajah Dwarf tua ini menyebalkan. Aku jadi terbawa emosi dan menjawab dengan nada sedikit keras.

Kehidupan Kedua (Buku 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang