Gasoline

83 15 48
                                    

Dear diary...

We get the fire so hot, we can burn it up

You know what I mean

You bring the match, I'll bring the gasoline

(Karmin – Gasoline)

***

Hari telah berganti, hari ini sudah menjadi hari baru untuknya. Namun, hari barunya ini tetap sama seperti hari-hari biasanya, membosankan.

Pagi yang mendung, awan menghitam, lapangan yang mulai becek dibasahi air dari langit, ini bukanlah pertanda hari baru yang bagus.

Derap langkah kaki terdengar sampai ke dalam kelas meskipun ia dapat menerka bahwa langkah kaki tersebut berasal dari koridor. Suara tersebut begitu jelas karena suasana kelas hari ini sangatlah sepi. Pemandangan yang langka, sebenarnya. Biasanya, jika guru belum masuk ke dalam kelas, suasana di dalam kelas akan menjadi sangat bising dan tidak beraturan, berbeda dengan suasana hari ini. Mungkin karena ada pertandingan bola semalam—ia tidak begitu mengikutinya, lebih baik ia menggunakan waktunya yang berharga untuk tidur selama mungkin selagi tempat tidurnya masih nyaman—dan juga cuaca pagi hari ini mendukung sekali untuk tidur, akhirnya beberapa siswa laki-laki yang biasanya bertingkah aneh-aneh ketika sedang tidak ada guru memilih untuk tidur demi mengganti waktu tidurnya yang tersita oleh pertandingan bola semalam.

Langkah kaki itu semakin keras dan terdengar lebih jelas lagi dari sebelumnya. Mungkin, beberapa menit lagi ia akan mengetahui dari mana asal suara derap langkah kaki tersebut.

Bu Rosa datang dengan wajah sumringah seperti baru saja mendapatkan kado ulang tahun di tengah malam. Kedatangannya diiringi oleh seorang siswa lelaki berekspresi seratus delapan puluh derajat berbeda dari ekspresi wajah Bu Rosa pagi ini. Ya, kurang lebih ekspresi laki-laki itu sebelas dua belas dengan kondisi langit pagi ini—gelap, mendung, suram.

Ya ampun! Bu Rosa menemukan laki-laki itu dimana, sih? Ini sih malah membuat suasana paginya yang baru menjadi semakin buruk dari sebelumnya.

"Selamat pagi anak-anak! Pagi ini ibu membawa kabar gembira!" Meskipun tidak terlalu ingin mengetahui kabar gembira apa yang akan diberitahukan Bu Rosa kepada seisi kelas, tetapi dengan acuh tak acuh ia pun tetap mendengarkan apa yang akan diumumkan Bu Rosa kepada seisi kelasnya.

Tanpa menunggu jawaban dari anak muridnya, Bu Rosa melanjutkan pengumumannya, "Jadi, pagi ini kita kedatangan penghuni kelas baru! Dia ini baru saja pindah dari Ameri—"

"Bisa saya perkenalkan diri saya langsung saja?" Dengan suara berat, nada bicara yang rendah dan terkesan dingin, laki-laki itu memotong penjelasan dari Bu Rosa. Ih, tidak sopan sekali!

"Oh, oke... Silahkan perkenalkan dirimu." Dengan agak canggung, Bu Rosa mempersilahkan anak baru itu untuk memperkenalkan dirinya seperti yang diminta anak itu sendiri.

"Adrian."

Kemudian, kelas pun kembali hening, tidak ada satu pun yang berbicara, termasuk Bu Rosa dan si anak baru yang baru saja mengatakan sebuah nama—Adrian. Entah memang benar itu namanya atau itu nama seseorang yang secara iseng disebutnya. Entahlah, habis dia berbicara tidak jelas, sih. Masa, perkenalan hanya menyebutkan satu kata saja.

"Lalu?" Setelah hening yang cukup lama, Bu Rosa yang biasanya tidak berhenti mengoceh pun tidak tahan dengan keheningan yang menyergap kelasnya. Beliau meminta anak baru itu untuk meneruskan sesi perkenalannya.

"Udah, itu aja."

Seisi kelas pun melongo menatap anak baru yang sekarang berdiri di samping Bu Rosa. Apa-apaan itu? Perkenalan? Perkenalan macam apa yang seperti itu? Masa perkenalan hanya menyebutkan sepatah kata, sih? Bagaimana caranya orang lain dapat mengenal laki-laki itu kalau informasi yang diberikannya sangat minim?

"Y-ya.. Ya sudah Adrian, kamu bisa pilih bangku yang masih kosong. Silahkan." Bu Rosa pun akhirnya menyudahi sesi perkenalan si anak baru yang tidak penting itu, kemudian si anak baru berjalan ke arah sebuah barisan dan membuat salah satu gadis yang duduk di barisan tersebut merasa panik karena anak baru tersebut berjalan mendekat kearahnya. Ketika anak baru itu menunjukkan gestur ingin berjalan menuju bangku kosong yang terletak tepat disebelah bangku si gadis, dengan cepat gadis itu mencegah si anak baru.

"Jangan duduk disini. Bangku ini udah ada yang punya."

Dengan santai, anak baru itu berjalan terus dan tidak berhenti di bangku kosong milik teman sebangku gadis tersebut seperti apa yang gadis itu kira. Gadis itu mendengar suara bangku yang baru saja diduduki, tetapi ternyata suara itu berasal dari bangku yang terletak di belakang gadis tersebut.

"Maaf, jangan terlalu ngarep kalo gue mau duduk sama lo." Ujar suara dari belakang.

Sial! Anak baru itu benar-benar menyebalkan! Rasanya, gadis tersebut ingin menyiram bensin ke sekujur tubuh anak baru itu, lalu ia bakar dengan api yang menyala-nyala! Habis, masih pendatang baru saja tapi sudah memberi kesan yang menyebalkan, sih!

***

"Ada apa ibu memanggil saya?" Tanya si gadis pemilik panti asuhan dengan sopan—meskipun ia tidak henti-hentinya memprediksikan dalam hati mengenai apa yang akan wali kelasnya bicarakan kepadanya, apakah ini berarti buruk atau baik—sembari mendudukkan diri di kursi di hadapan wali kelasnya.

"Ibu tahu kalau selama ini kamu adalah siswi yang aktif, apalagi dalam kehidupan bersosial. Ibu harap kamu bisa membantu teman baru kamu untuk dapat lebih mudah bersosialisasi seperti kamu agar dia mendapatkan teman-teman baru di sekolah barunya karena ibu rasa sepertinya dia punya masalah untuk bersosialisasi dengan orang lain, apalagi dengan orang baru. Nah, apakah kamu bisa bantu ibu?" Tanya Bu Rosa penuh harap.

"A-apa, bu? Siapa yang ibu maksud?"

"Anak baru itu, Adrian."

Dan seketika tubuhnya beku karena ia terlalu terkejut. Mengapa harus ia yang diperintahkan untuk 'membantu' anak baru itu menyelesaikan masalahnya yang aneh itu? Padahal, ia sangat ingin jauh-jauh dari lelaki aneh dan dingin itu, apalagi setelah ia mendengar ucapan menyebalkan dari lelaki itu di kelas tadi.

Sekarang, bagaimana caranya untuk menolak permintaan wali kelasnya ini?  

Dear SeattleWhere stories live. Discover now