Inside Out

21 3 0
                                    

Dear diary...

Say I got some time left

But they tell me time does not forgive

I was playing with fire so I got burned

But I've been using my brain it's the hearts turn

(Karmin – Inside Out)

***

Siang hari sepulang sekolah adalah waktu yang tepat untuk bermalas-malasan di kamar. Di luar sangat panas, membuat Aline menjadi malas untuk beraktivitas di luar rumah. Lagipula, otaknya ini sudah lelah karena telah diforsir seharian di sekolah tadi, jadi sekarang ia butuh istirahat.

Namun, Aline tidak benar-benar bisa beristirahat siang ini, karena Shafa juga ikut bermalas-malasan di kamar Aline. Sepulang sekolah tadi, Shafa ikut pulang ke rumah Aline, ingin mengobrol-ngobrol, katanya. Jadilah Aline malah mengobrol dengan teman sebangkunya itu sepulang sekolah, bukannya tidur untuk memulihkan tenaganya.

"Line, kalo di perhatiin, akhir-akhir ini lo makin deket sama Adrian, ya?" Ujar Shafa sambil menaruh tas ranselnya di atas meja belajar Aline, kemudian ia mendudukkan dirinya pada ujung tempat tidur sahabatnya itu.

"Oh, si anak baru itu? Enggak ah, biasa aja. Kenapa memangnya, Shaf?" Aline yang sedari tadi fokus pada layar ponselnya kini mengalihkan pandangannya kepada perempuan di ujung ranjang itu.

"Ya, lo yang ngerasanya begitu, orang-orang yang ngeliat ngerasanya kalian memang semakin deket. Jangan-jangan..." Shafa memicingkan matanya penuh selidik, sementara yang ditatap hanya diam saja. Meskipun begitu, diam-diam Aline memikirkan sesuatu.

Apakah teman-temannya melihat hubungan Aline dan Adrian menjadi semakin dekat? Rasanya, hubungan pertemanan antara Aline dan Adrian itu biasa-biasa saja, bahkan hubungan pertemanannya dengan anak baru itu baru saja dimulai.

"Jangan-jangan apa maksud lo?" Aline mengernyitkan kening, bingung.

"Lo udah jadian sama dia, ya?!" Shafa langsung to the point, membuat Aline terkejut untuk sesaat.

"Hah?! Ya enggak, lah! Pikiran dari mana sih lo bisa nyangka kayak gitu? Lagian, gila aja kalo gue jadian sama patung es kayak gitu! Bisa-bisa gue mati kedinginan, deh!" Sangkal Aline.

"Ah, serius? Terus, sebenarnya perasaan lo ke dia itu gimana?" Oh, kenapa Shafa semakin ingin tahu saja, sih?

"Ya... enggak gimana-gimana. Kayak ke temen biasa, kok." Jawab Aline jujur, membuat Shafa refleks menghembuskan napas lega.

"Kenapa?" Aline merasa agak terkejut ketika mendengar gumaman Shafa tadi.

"E-enggak..." Shafa pun merebahkan diri di atas kasur Aline, berusaha menghindari tatapan heran Aline yang tertuju padanya.

"Shaf, lo ini temen gue. Cerita-cerita dong kalo ada sesuatu yang mungkin aja mengganjal perasaan lo." Aline pun ikut berbaring di kasurnya.

"Beneran nih enggak apa-apa kalo gue cerita ke lo soal ini?" Shafa terlihat ragu-ragu, takut jika reaksi yang akan diberikan oleh temannya itu tidak sesuai dengan apa yang dibayangkannya.

"Ya... memang lo kesini mau cerita-cerita, kan? Lo tadi bilang kalo mau ngobrol-ngobrol. Ya.. ya udah, sekarang cerita aja." Aline meyakinkan Shafa untuk mengeluarkan unek-uneknya. Setelah memikirkan beberapa saat, akhirnya Shafa bersedia untuk menceritakan apa yang mengganggu perasaannya selama ini.

"Sebenarnya, gue mau minta bantuan sama lo. Enggak apa-apa kan, Line?"

"Bantuan apa, Shaf? Bilang aja sih, santai aja sama gue. Selama gue bisa bantu lo, kenapa enggak, kan?" Meskipun tidak yakin dengan apa yang dapat ia lakukan untuk membantu sahabatnya itu, tetapi Aline tetap optimis bahwa ia dapat menolong Shafa.

"Entahlah, mungkin perasaan gue ini sama seperti perasaan sebagian besar cewek-cewek di sekolah. Gue... gue... suka sama Adrian." Meski tahu bahwa tidak ada yang akan mendengar percakapan mereka di dalam kamar Aline ini, tetapi Shafa mengatakan ucapannya yang paling akhir dengan suara yang sangat pelan, nyaris seperti sebuah bisikan.

"HAH?! LO SUKA SAMA PATUNG ES ITU?!" Aline justru menanggapi ucapan Shafa dengan nada yang sangat berbeda dari nada bicara Shafa sebelumnya. Saking terkejutnya, Aline sampai berteriak hingga suaranya menggema di seluruh penjuru kamarnya.

"Siapa yang suka sama patung es, Aline?" Suara mama Aline terdengar dari luar kamar. Ah, pasti suara Aline terlampau kencang sehingga terdengar sampai bagian luar kamar.

"Tuh kan, nyokap lo sampe denger, Line! Nanti nyokap lo nyangka gue freak, lagi! Kalo nyokap lo nyangka gue beneran suka sama patung es kan gawat." Protes Shafa dengan nada pelan yang penuh penekanan di setiap katanya, agak panik sekaligus malu apabila mama Aline tahu jika yang dimaksud Aline 'suka dengan patung es' adalah dirinya.

"Ah, tenang Shaf. Nyokap gue kan enggak tau siapa yang lagi kita omongin." Jawab Aline menenangkan Shafa.

"OH ENGGAK, MA. ITU CUMA CERITA DI FILM YANG LAGI ALINE TONTON, KOK." Serunya dari dalam kamar, berpura-pura sedang menonton film di dalam kamarnya, semoga mamanya percaya.

Setelah merasa bahwa mamanya sudah berada jauh dari kamarnya, ia pun meneruskan percakapannya dengan Shafa. "Gimana ceritanya sih lo bisa suka sama anak baru itu?" Aline menjadi penasaran. Shafa bilang, sebagian besar cewek-cewek di sekolah menaruh perasaan pada Adrian. Memangnya, apa spesialnya cowok itu sih sampai menarik perhatian hampir seluruh isi sekolah?

"Duh lo ini, padahal lo itu cewek yang sekarang ini paling deket sama Adrian, tapi kok lo yang malah enggak nyadar betapa charming-nya Adrian itu, sih?! Lo itu enggak mempan sama cowok, ya?" Tanya Shafa gemas.

"Enggak mempan sama cowok maksud lo?! Enak aja! Maksud lo, gue enggak suka cowok tapi suka cewek, gitu?" Tanggap Aline tidak terima.

"Yang kalimat terakhir itu bukan gue yang bilang, ya..." Kemudian, Shafa tertawa melihat temannya itu yang kesal karena candaannya.

"Tsk, pokoknya menurut gue, Adrian itu biasa-biasa aja! Enggak ada bagus-bagusnya! Tapi kalo lo butuh bantuan gue untuk... ya... mungkin ngedeketin lo sama Adrian, gue usahain untuk ngebantu, deh." Jawab Aline pada akhirnya.

"Beneran, Line?! Seriusan? Aaaaahhh! Aline memang temen gue yang paliiing baik!" Kemudian, Shafa pun memeluk Aline dengan erat karena terlalu senang.

"Tuh kan, sekarang kebukti siapa yang suka cewek..."

Mendengar Aline berkata seperti itu, Shafa pun langsung melepas pelukannya pada Aline dilengkapi dengan tatapan sebal. Sekarang, malah ia yang dibuat kesal oleh Aline.

"Yeee, meluk temen sendiri bukan berarti suka, ya!" Meskipun Shafa berusaha mengelak, tetapi Aline sudah terlanjur tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kesal Shafa yang belum hilang juga. Melihat Aline yang tidak berhenti tertawa, pada akhirnya Shafa pun juga ikut tertawa karena melihat wajah Aline yang memerah karena terlalu banyak menertawai Shafa.

Dear SeattleWhere stories live. Discover now