Puppet

34 10 12
                                    


Dear diary...

Don't you get the feeling that you're tangled up

I can pull a string until it's good enough

But don't you love it, love it

When you're my puppet, puppet

(Karmin – Puppet)

***

Teman-temannya yang lain mungkin terheran-heran melihat dirinya yang tak henti-hentinya berusaha untuk berteman dengan Adrian—si anak baru yang pendiamnya setara dengan sebuah patung, bertampang dingin sedingin es, memiliki sorot mata tajam layaknya guru-guru killer di sekolahnya, dan mungkin jika ada yang menyangka bahwa Aline giat mengajak Adrian berbicara hanya karena usaha pendekatan agar bisa menjadi pacar, mereka yang berpikiran seperti itu salah besar! Perlu Aline tegaskan sekali lagi, ia melakukan ini semata-mata hanya karena mendapatkan 'mandat' dari wali kelasnya dan setelah ia lihat, sifat Adrian itu sebenarnya unik, lain daripada murid laki-laki yang lain. Memang, anak baru itu tetap memiliki sifat menyebalkan seperti murid laki-laki lainnya juga, tapi Adrian menyebalkan dengan cara yang berbeda.

Aneh kan Aline ini? Padahal sudah dijuteki habis-habisan dan tidak pernah ditanggapi ketika sedang berbicara, tetapi Aline masih tetap berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan lelaki dingin tersebut, dan sepertinya Aline tahu satu cara untuk membuat orang sedingin Adrian menjadi mencair.

"Adrian! Adrian! Tunggu!"

"Apaan sih manggil-manggil gue?!" Yang dipanggil malah memasang tampang sewot dan menjawab dengan nada ketus seperti biasa.

"Ih, santai aja, kali. Ayo, ayo, kita ngomongnya sambil jalan ke luar sekolah aja, biar menghemat waktu." Ajak Aline berusaha seramah mungkin menghadapi orang itu.

"Ngomongin apaan, sih? Kita? Kan lo yang mau ngomong, ngapain ngajak-ngajak gue segala?"

"Ya iya lah gue ngajak lo! Kan gue mau ngomongnya sama lo!" Aline berusaha sesabar mungkin menghadapi anak baru itu.

"Tapi, gue enggak mau ngomong sama lo. Ngomong aja sama tembok, sana!" Jawab Adrian dengan tega, lalu dia berjalan lebih cepat untuk menjauh dari Aline.

"Eh, enak aja... Woy, tunggu!" Aline pun tidak patah semangat. Ia berlari kecil untuk menyejajarkan langkahnya dengan Adrian.

"Gue ini milih lo jadi lawan bicara gue karena gue memang punya keperluan sama lo! Gue enggak ada keperluan sama tembok!" Ujar Aline setelah berhasil menyusul Adrian.

Adrian mendengus dan akhirnya menghentikan langkahnya untuk benar-benar menatap perempuan berisik yang sedari tadi berlari mengejarnya itu. "Kayaknya kita enggak pernah terlibat dalam suatu keperluan, deh. Jadi, gue enggak merasa perlu untuk dengerin apa keperluan yang lo maksud itu."

Ugh, benar-benar! Cowok ini ketus sekali!

"Langsung aja, deh! Lo suka anak-anak, enggak?"

"Hah? Ngapain lo nanya kayak gituan ke gue? Lo mau gue ngurusin anak-anak lo? Lo udah punya anak?" Kali ini, pertanyaan yang keluar dari mulut Adrian cukup banyak juga.

Aline mengangguk, "Betul, tapi enggak sepenuhnya benar. Bukan anak-anak gue, lebih tepatnya adik-adik gue. Ada beberapa pengasuh yang pulang kampung, jadi gue butuh tenaga tambahan untuk ngerawat mereka, nih. Pokoknya, lo harus dateng jam tiga sore nanti ke Panti Asuhan Cemara!" Aline bersikap layaknya seorang bos, sementara Adrian memasang tampang tidak terima.

Dear SeattleWhere stories live. Discover now