N.B. disini ceritanya tentang flashback doang, gimana ceritanya Malfoy bisa balik ke Hogwarts terus jadi ketua murid bareng Hermione.
***
Hermione POV
Aku mencengkeram pinggiran tempat tidur erat-erat. Bisa-bisanya Si Pirang itu malah berbohong!
Perkamenku berkurang, jelas-jelas ada yang mengambilnya.
Dan nama yang akan kutanya pertama kali adalah, Draco Malfoy.
Maksudku, siapa lagi coba yang bisa masuk asrama ketua murid ini? Tidak ada yang tahu kata kuncinya, kecuali aku dan Malfoy, dan para guru. Tidak ada murid dari keempat asrama di Hogwarts yang bisa masuk kesini.
Aku menatap Crookshank yang berjalan mondar-mandir di depanku, dan menggendongnya.
"Menurutmu, siapa yang mengambil perkamenku?" desahku.
Kucing itu mengeong pelan di pelukanku.
"Aku tahu sisanya masih banyak, Crookshank. Cukup untuk mengerjakan beberapa tugas. Tapi aku hanya ingin tahu, siapa yang mengambilnya."
Aku mengelus bulu Crookshank.
"Apakah Malfoy, Crookshank? Apa ada orang lain ya?"
Crookshank mendengkur pelan di lenganku sementara aku bercerita.
***
Pagi menjelang seiring naiknya matahari. Aku memakai jubah sembari berkaca. Malfoy...entah sedang apa dia di kamarnya. Mengingat Malfoy, tentu saja aku ingat yang pertengkaran kemarin itu. Tapi yang kumaksud bukan yang itu, melainkan pertama kali Malfoy disini, maksudku setelah perang dengan Voldemort.
Flashback on
Hari itu hari pertama kembali ke sekolah. Makan malam seperti biasa diselenggarakan di aula utama. Harry dan Ron juga melanjutkan sekolah kami yang tertinggal, juga anak-anak yang seharusnya ada di Azkaban, tapi mendapat pengampunan karena kewajiban sekolah untuk penyihir usia sekolah. Akan tetapi, mereka harus kembali ke Azkaban pada waktu yang ditentukan.
Malfoy termasuk anak-anak yang diampuni itu. Dia kembali ke Hogwarts setelah menghabiskan musim panas di Azkaban. Orangtuanya, Narcissa dan Lucius, tetap di Azkaban. Malfoy terlihat agak suram saat kembali ke Hogwarts, tapi itu bisa dimaklumi. Musim panas di Azkaban, pasti musim panas terburuk yang ia jalani.
Kastil Hogwarts kembali pulih, tidak rusak disana-sini seperti saat perang dulu.
Anak-anak yang kembali lumayan banyak. Aku, Harry dan Ron diantaranya.
Sebuah surat diberikan padaku saat aku berada di kompartemen kereta menuju Hogwarts. Surat itu dibungkus amplop dengan pinggiran berwarna emas. Dengan lencana Hogwarts didepan amplop.
"Apa itu, Hermione?" tanya Ron waktu itu.
"Entahlah, ini dari Prof. McGonagall," jawabku.
Aku merobek perlahan amplop itu, lalu menemukan kertas dan dua buah lencana.
"Bloody hell," kata Ron. "Itu lencana ketua murid."
Aku membuka kertas itu, mengabaikan kata-kata Ron. Dengan suara keras aku membacakan isi surat kepada Ron dan Harry.
"Kepada yang terhormat,
Miss Hermione Jean Granger dan Mister Draco Lucius Malfoy,"
Aku mengangkat alis pada Harry dan Ron untuk kalimat awal itu. Harry mengangkat bahu.
"Go ahead," kata Ron penasaran.
Lalu aku meneruskan membaca surat itu.
"Dengan ini kuangkat kalian berdua menjadi ketua murid. Bersama surat ini, lencana ketua murid diberikan pada kalian berdua. Aku harap kalian dapat mengemban tanggung jawab yang mulia ini.
Kepala Sekolah,
Minerva McGonagall."
Mulut Ron ternganga lebar. Mata Harry membulat. Aku tidak menyalahkan mereka. Aku sendiri juga kaget.
"Bloody hell," gumam Ron. "Bagaimana? Ketua murid? Kau? Malfoy?"
Dibandingkan Ron yang hanya bisa tergagap-gagap, Harry lebih pandai menguasai rasa kagetnya.
"Wajar jika McGonagall mengangkat Hermione sebagai ketua murid. Nilainya bagus di semua pelajaran," kata Harry.
"Tapi Malfoy?" Ron mengangkat alis. "Apa yang dipikirkan McGonagall sampai menjadikan anak bodoh itu sebagai ketua murid?"
"Apakah kau iri, Ron?" ejekku saat itu.
"Iri? Tidak, tentu saja!" dengusnya dengan pongah. Padahal aku tahu dia iri dengan jabatan yang diberikan Prof. McGonagall pada Malfoy.
"Maksudku, kalau begitu, kau akan satu asrama dengan," Ron diam sebentar. "Malfoy."
Aku diam. Harus kuakui, itu benar. Aku tidak mau satu asrama dengannya, Malfoy si Ferret pirang pongah dan tidak sopan, yang tidak layak menjadi ketua murid dibandingkan Harry yang telah mengalahkan Voldemort.
"Oh yeah, itu benar," gumamku. "Dan hari-hariku di Hogwarts akan hancur karenanya."
Kereta tiba-tiba berhenti. Kami sudah sampai di Hogwarts. Kami bergegas turun dari kereta dan langsung bertemu Hagrid.
"Senang bertemu kalian, Harry, Ron," katanya. "Dan tentu, Hermione."
"Senang melihatmu, Hagrid," kataku, lalu Hagrid pergi mengurus murid tahun pertama. Aku menoleh ke kanan dan melihat Malfoy.
"Itu dia," bisik Ron padaku.
"Aku tahu," aku balas berbisik, lalu melangkah pelan menuju tempat Malfoy berdiri.
Malfoy, seperti biasa, memakai jas hitamnya dan bersikap pongah dan angkuh luar biasa. Membuatku muak.
"Malfoy," tegurku pelan, berjarak 1 meter darinya.
"Apa?" Dia memandangku dengan jijik.
"Ada surat," kataku singkat, tak ingin berlama-lama di dekatnya. "Untukmu."
"Surat?" Dia mengangkat alis, dan membaca surat yang kusodorkan.
Setelah membacanya, mata Malfoy membesar.
"Lelucon macam apa ini?" katanya. "Kau yang menulisnya?! Memakai nama McGonagall?! Hebat sekali, Mudblood!"
"Aku tidak menulisnya!" bantahku. "Kalau aku yang menulisnya, aku akan memakai nama Harry atau Ron. Bukan namamu!"
"Oh yeah, yeah! Amat sangat bisa dipercaya!" sindirnya sambil melempar kertas itu kearahku, lalu aku menangkapnya. Setelah itu, Malfoy menyeringai sinis, dan menaiki kereta dengan teman-temannya.
"Sombong sekali," dengus Ron dibelakangku. "Padahal apa yang bisa dia banggakan? Orangtuanya yang darah-murni itu kan sudah di Azkaban."
Flashback off
Yeah, aku tahu itu sulit dipercaya. Tapi itu memang benar terjadi.
***
Gimanaa? Heh satu lagi part gaje dari cerita ini 😥
Apaya? Bingung nih mau ngomong apa :)
Yah seperti biasa aja lah ya, vomment cerita ini yaa. Tetap menerima kritik dan saraaan :)Hoho,
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
Love And War (Dramione Fanfiction)
RomantikHermione Granger Tidak kukira aku akan menyukaimu. Kau yang selalu membuat aku jatuh dalam pelukanmu, lalu saat aku lengah, kau khianati aku. Kau yang selalu menyeringai saat aku berhasil kau bodohi. Dan tak kukira juga, kau akan pergi dariku. Drac...