Draco POV
Mereka tersenyum berdua. Mereka tersenyum berdua!
Hermione dan Weasel-bee tersenyum berdua.
Oke, oke. Aku tahu mungkin itu senyum persahabatan mereka, atau mereka sudah berbaikan dan menjadi sahabat seperti dulu, jadi aku tidak perlu uring-uringan. Tapi entah kenapa, aku tidak bisa menahannya. Menahan marah dalam hatiku, menahan tatapan tajam yang dikeluarkan mataku, menahan kekesalan dalam otakku.
Rasanya ingin kupisahkan saja mereka berdua!
"Hey Drake," ujar seseorang, membuyarkan khayalanku menggergaji tangan Weasley yang-what the h..-memeluk Hermione.
Pansy Parkinson, berdiri di sampingku dengan Astoria.
Melihat Astoria, aku merasa agak berbeda, sulit dijelaskan. Aku ingat dulu aku pernah menyukainya, dan aku tahu sekarang dia menyukaiku. Tapi kini aku tidak menyukainya dan aku yakin Astoria tidak tahu itu. Aku yakin yang dia tahu adalah aku masih menyukainya.
Itu yang membuat perasaan berbeda itu muncul. Bagaimana menjelaskan perasaan itu? Berbeda, agak canggung, tidak menyenangkan seperti dulu.
"Hey Par—ehm, Pansy. Dan hey, eh, Tori?"
"Ada apa denganmu, Drake?" Astoria terlihat khawatir.
"Eh? Err aku—tidak apa-apa. Tidak apa-apa."
"Kau yakin?"
"Tentu saj-"
"Tentu saja dia tidak apa-apa." Tiba-tiba Theo menubrukku dari belakang. "Dia hanya butuh Butterbeer. Benar kan?"
"Yeah," Blaise menatapku penuh arti, menyadari apa yang terjadi padaku sebenarnya.
Astoria masih menatapku.
Apapun yang terjadi, dia tidak boleh tahu kalau aku merasa marah (?) saat Hermione dan Weasel King tersenyum berdua.
"Oh? Oh yeah, yeah hanya butuh segelas butterbeer."
"Nah benar kan?"
"Kalau begitu, mungkin kita langsung ke Three Broomsticks?" tanya Astoria.
"Lebih baik begitu," Pansy mengeratkan sweternya. "Udara musim dingin sudah mulai masuk. Mungkin kita bisa menghangatkan diri disana."
Singkat cerita, kami tiba di Three Broomsticks lebih cepat dari yang kuduga. Haah, saat pertama kalinya masuk Azkaban, kupikir aku tidak akan pernah kesini lagi. Jangankan kesini, keluar satu cm dari Azkaban saja aku tidak pernah membayangkan.
"Lima gelas butterbeer, tolong," setuju pada penjaga bar.
Theo terkekeh melihatku. "'Tolong', Drake?"
"Mungkin dia sudah berubah karena Azkaban," komentar Pansy.
Kami menarik lima kursi dan duduk mengelilingi meja.
"Bagaimana rasanya jadi Ketua Murid, Drake?" tanya Astoria.
"Satu asrama dengan Mudblood, heh?" Pansy tersenyum sinis.
"Tidak menyenangkan," aku berbohong. "Dia marah-marah terus, tidak pernah berhenti teriak-teriak."
"Bersabarlah, Drake," Theo terbahak. "Wah, sepertinya berat sekali menjadi Ketua Murid."
"Yeah, aku ragu apakah aku nyaman menjadi Ketua Murid dengannya. Tapi asyik juga, bisa memberikan detensi."
Lima gelas butterbeer pesanan kami datang. Aku mengambil salah satu gelas dan meneguk isinya. Rasa hangat langsung menjalar di tubuhku.
Pansy menghela napas dan tersenyum setelah meneguk butterbeer-nya. "Lebih baik."
"Habis ini kita mau kemana?" tanya Astoria.
"Toko Lelucon Zonko, bagaimana?" usul Nott.
"Yeah, mungkin kau bisa membeli beberapa barang untuk menjahili Mudblood, Drake." Pansy terkekeh.
"Oh tidak," tolakku dengan gaya bercanda yang dibuat-buat. "Nanti dia makin sering marah-marah."
"Tidak apa-apa," Theo melambaikan tangan. "Kau bisa memberinya sedikit kutukan Cruciatus."
"Hei, dia bisa masuk Azkaban lagi," kata Blaise. Heh, aku baru mendengarnya bicara. Pendiam sekali dia sekarang.
"Bagaimana kalau kalian ke Zonko, sementara aku dan Blaise ke Honeydukes?" Aku tidak tahu kenapa membawa Blaise. Mungkin ada untungnya juga. Aku tidak bisa melepaskan diri dari mereka kalau aku bilang aku akan ke Honeydukes sendiri.
"Tidak biasanya kau seperti ini," kata Pansy terlihat agak curiga. "Tapi yah terserah kau lah."
***
Aku dan Blaise keluar dari Three Broomsticks dengan selamat. Kamu terburu-buru berjalan menuju Honeydukes.
"Kenapa sih kau ingin ke Honeydukes?" tanya Blaise.
"Aku punya firasat dia ada disana," kataku sambil memberi tekanan pada kata 'dia'
"Dia siapa?" Sesaat Blaise tampak bingung,lalu detik berikutnya dia paham.
"Kenapa sih kau ingin sekali menemuinya?" tanya Blaise.
"Tidak tahu, aku hanya merasa aku ingin menemuinya."
"Mungkinkah, Mate," kata Blaise. "Kalau kau suka dia?"
Aku menoleh dengan cepat mendengar perkataan Blaise. "Tidak. Mana mungkin aku suka dia? Kami hanya berteman dan gencatan senjata, itu saja."
Ya, aku dan Hermione hanya berteman dan berdamai. Tidak lebih dari itu.
"Begitu," gumam Blaise tidak percaya.
"Yeah, begitu." Ya, mana mungkin aku suka pada Hermione. Aku tidak suka dia.
Aku tidak ingin suka dia.
Kami sampai di Honeydukes. Aku memasuki toko, sedangkan Blaise menunggu di luar. Dan benar saja, aku melihatnya sedang membayar Kacang-Segala-Rasa di kasir.
"Untuk apa kau membeli kacang sebanyak itu?" Aku bertanya padanya.
Hermione berbalik dan matanya terbelalak kaget. Lalu dia mengembuskan napas lega.
"Kau mengagetkan aku," gerutunya.
Aku menyeringai melihat dia marah-marah.
"Tidak usah tersenyum, kau pirang menyebalkan," katanya, tanpa dapat menahan senyumnya.
"Kau tidak berhak melarangku, keriting," balasku.
"Siapa bilang?"
"Aku."
"Oh ya? Tapi aku hanya akan menurut kalau McGonagall atau guru lain yang bilang."
"Oh mungkin aku bisa memberi kutukan Imperio pada guru agar kau menurut padaku."
Hermione memberikanku tatapan menghina. "Apa kau gila? Melakukan itu hanya agar aku menurut?"
"Yeah, aku gila."
"Dasar bodoh."
"Kalau aku bodoh, aku tidak akan menjadi Ketua Murid denganmu."
"Meski kau Ketua Murid, kau tetap bodoh."
Kami berdebat sampai di depan pintu Honeydukes, lalu aku membukakan pintu untuk Hermione.
"Aku ditunggu mereka," kata Hermione sambil menunjuk Potter, dan kakak beradik Weasley.
Aku mencibir. "Kenapa sih kau senang sekali berteman dengan mereka?"
"Cobalah mengenal mereka," Hermione menyeringai. "Sampai nanti."
"Sampai nanti."
Aku tersenyum melihat Hermione yang melambaikan tangan lalu berlari kecil menuju teman-temannya, tanpa tahu ada yang tidak suka melihatku melakukan itu.
Dan tanpa aku tahu pula, orang itu merencanakan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love And War (Dramione Fanfiction)
RomanceHermione Granger Tidak kukira aku akan menyukaimu. Kau yang selalu membuat aku jatuh dalam pelukanmu, lalu saat aku lengah, kau khianati aku. Kau yang selalu menyeringai saat aku berhasil kau bodohi. Dan tak kukira juga, kau akan pergi dariku. Drac...