"Makasih ya udah nganterin gue pulang." Setelah turun dari motor, Rachel memberikan sebuah helm berwarna hijau ke arah Bryan. Tidak lupa, dia juga memasang senyuman paling manis.
Bryan membalas senyuman Rachel. Lelaki itu menerima helm dan menaruhnya di atas tangki motor ninjanya.
"Kaka gak mau mampir dulu?"
"Maunya sih mampir, tap----"
Suara Bryan terhenti ketika dia merasakan ponselnya bergetar di saku celananya. Lelaki itu mengambil ponselnya, dan nama Fabian tertera di layar kacanya.
"Halo," sapa Bryan.
"..."
"Lah, ko cewe?"
"..."
"Hah?" Bryan melebarkan pandanganya.
"..."
"Lo sekarang di mana?"
"..."
"Oke. Tunggu di situ."
Setelah mengatakan kata itu, Bryan menaruh kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Rachel bisa melihat wajah Bryan yang amat sangat panik.
"Kenapa?" tanya Rachel penasaran.
"Gapapa." Bryan tersenyum sebentar. Setelah itu, dia menyalakan motornya dan memasukan gigi.
Bryan menghentikan laju motornya ketika pergelangan tangannya digenggam Rachel.
"Kasih tau gue ada apa." Sorot mata Rachel sangat dalam. Dia amat sangat khawatir dengan Bryan. Dan hal itu sudah tidak bisa di tutupi lagi.
"Fabian, Richard, Gilang, dikeroyok."
"Hah?"
"Gue harus buru buru. Takut mereka kenapa-kenapa."
"Tapi, kalo nanti lo yang kenapa-kenapa gimana? Gue takut."
Bryan tersenyum. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat setelah Rachel mengatakan kata barusan.
"Suara cewe itu siapa?"
Pertanyaan Rachel membuat Bryan menatap perempuan itu bingung. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia hanya ingin Rachel tidak merasakan apa yang Bryan rasakan. Rasanya amat sangat khawatir mengetahui bahwa ketiga sahabatnya tengah dikeroyok.
"Jangan bilang itu Vina."
Bryan bungkam. Rachel sudah terlanjur mengetahuinya. Dan seketika, wajah Rachel pucat, keringatnya mulai mengalir.
"Gue mohon, kalo itu Vina gue mau ikut." Rachel menggoyangkan lengan Bryan. Berharap lelaki itu akan menyetujui permintaannya.
Bryan menggeleng "bahaya".
"Ka, temen gue lagi ada di sana. Gue mohon, gue mau ikut. Gue mohon."
Satu butiran bening meluncur di pipi Rachel. Pertahananya goyah. Kekuatanya runtuh seketika. Kelemahan seorang Bryan adalah melihat perempuan menangis, dan hal itu akan membuat Bryan merasa bersalah.
"Gue mohon." Rachel menatap Bryan dalam. Air matanya masih menggenang di kedua bola matanya.
Akhirnya Bryan mengangguk lemah. Dia tidak tahu harus berbuat apa. "Tapi lo gak boleh jauh jauh dari gue. Oke?"
"Oke."
°°°°°°
Bryan memakirkan motornya asal setelah sampai di sebuah gedung tua. Dia membuka helm dan kemudian turun dari motor. Sama seperti Bryan, Rachel juga membuka helmnya dan menyusul Bryan yang sudah turun dari motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
something i need
Teen Fictionketika cinta membuat semuanya berubah. apakah aku masih menginginkan pria yang membuat dunia ku bewarna? atau tidak sama sekali. karna ku tahu semua tidak akan seperti yang ku bayangkan!