dekat.

20 1 3
                                    


Setelah dua hari berada di rumah sakit, Rachel sekarang sudah bisa pulang kerumah. Yang menjadi pertanyaan Rachel adalah, mengapa kedua orangtuanya bisa bersikap biasa saja, seakan-akan tidak ada masalah yang menimpa rumah tangga mereka. Padahal, penyebab Rachel dibawa kerumah sakit karena kedua orangtuanya yang akan bercerai.

"Sini mah, papah bawain." Diva, ayah Rachel mengambil tas yang sedang dipegang istrinya.

Istrinya tersenyum sambil memberikan tasnya kepada Diva. Diva menerima benda itu dan menaruhnya di bagasi. Dan setelah itu, mereka mulai memasuki mobil.

Entah mengapa Rachel merasa ada yang ganjal. Dia tidak mengerti mengapa kedua orangtuanya terlihat seperti tidak ada masalah.

"Rachel mau makan apa?" Tanya sang ibu.

Rachel hanya menatap ibunya datar tanpa mengucapkan satu katapun. Dia masih tidak mengerti dengan orangtuanya.

"Rachel, kalau mama nanya di jawab dong." Diva bersuara. Dia mengucapkan kata itu tanpa melirik Rachel karena dia harus fokus mengemudi.

Rachel menghembuskan nafasnya berat. "Terserah." Jawabnya singkat.

Kedua orangtuanya saling berpandangan sesaat. Tatapan mereka bertanya-tanya tentang apa yang tengah terjadi terhadap putrinya. Tidak biasanya Rachel bersifat sedingin ini.

"Papah mau makan masakan mamah dong." Diva menoleh menatap Yanti, istrinya.

Istrinya tersenyum. "Papah mau makan apa?" Tanya Yanti.

Diva nampak berfikir sebentar. Mencari menu apa yang pas untuk makan siang mereka.

"Papah mau makan makanan kesukaan Rachel," ucap Diva antusias.

Kaya tau aja makanan kesukaan gue apa. Batin Rachel sambil menatap ke jendela mobil.

"Rachel suka makan nasi putih, sayur capcai sama cumi-cumi asam manis." Ibunya menoleh kebelakang, melihat Rachel yang masih diam tak bersuara.

Rachel sedikit terkejut mendengar ucapan ibunya. Pandanganya yang semula menatap jalanan kini beralih menatap ibunya. Dia tidak menyangka bahwa ibunya masih mengingat makanan kesukaanya.
Dulu, makanan itu adalah makanan yang sering dia makan saat usianya masih 8tahun. Dia ingat betul saat ibunya menyuapinya dengan begitu sabar sambil menyanyikan lagu twinkle twinkle little star's.

"Iya 'kan?"

Pertanyaan sang ibu membuat fikiran Rachel tentang masa kecilnya buyar. Dia menatap ibunya dan kemudian mengangguk.

"Mamah inget gak, Rachel dulu suka main ke taman yang deket rumah. Naik odong-odong sampe gak mau pulang. Padahal abang-abangnya udah cape."

Diva terkekeh mengingat masa kecil putrinya. Dan Rachel, dia lagi lagi dibuat terkejut mendengar ucapan ayahnya. Rachel pikir, kedua orangtuanya sudah lupa tentang dirinya.

"Iya tuh. Rachel juga suka mainin lipstick mama." Yanti tersenyum lebar. "Papah inget gak, waktu itu Rachel pernah make lipstick mamah sampe penuh satu muka. Dan disitu papah nangis, papah nangis karena papah sangka, Rachel berdarah," ucap Yanti sambil tertawa lepas.

Diva juga tertawa. Dia ingat betul moment seperti itu. Waktu itu Diva sangat khawatir sampai-sampai dia menangis.

Bibir Rachel refleks naik keatas. Hatinya yang semula beku perlahan mencair mendengar ucapan kedua orangtuanya. Sungguh, dia sangat merindukan moment moment seperti itu.

"Mamah kangen suasana kaya gitu."

"Papah juga."

Senyum Rachel masih mengembang. "Papah sama mamah aja kangen, gimana aku?"

something i needTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang