Aku berlari dengan cepat melewati lorong kelas dan juga menaiki anak tangga. Aku tidak ingin terlambat di pelajaran sejarah, yang mana guru itu amat sangat menakutkan. Dengan kumisnya yang tebal, kepalanya yang botak dan di tambah badanya yang besar, membuatku bergidik ngeri membayangkan sosoknya.Clekkk
aku membuka pintu dengan tangan gemetar, oh keberuntungan berpihak padaku, aku belum melihat sosoknya duduk manis di kursi guru.
"Tumben telat?" Belum juga aku duduk, suara Vina sudah membuat ku merasa jengkel.
"Bawel luh!" Ucap ku sewot. Aku duduk di kursi paling belakang, menaruh tasku dan mencari kunciran untuk menguncir rambutku.
"Selamat pagi anak-anak." suara itu, suara guru killer yang menggema di ruangan ini. Sial! Kunciran ku belum kutemukan juga.
"Rachel liat deh." Vina menepuk punggungku, mengisyaratkan aku harus melihat kedepan.
"Apaan lagi si!" Aku tidak mempedulikan suaranya, karna aku masih sibuk mencari benda yang belum ku temukan.
"Liat dulu bagong,"ucap Vina memaksaku untuk melihat kearah depan.
ucapanya membuat ku kesal dan melepas rambutku yang kini tergerai berantakan.
Mataku pun tertuju pada seorang pria berpostur tinggi dengan kulitnya yang kuning langsat, dan juga seragamnya yang rapih sambil membawa beberapa buku paket.
"Ganteng ya ka Briyan."
Pria itu, pria yang menolongku di perpus kemarin. Aku tak kuasa ketika aku harus menatap manik matanya, tatapanya yang dalam membuatku salah tingkah di buatnya. Tunggu,memangnya aku siapa sampai salah tingkah?! aku bertanya pada diriku sendiri dan menggelengkan kepalaku pelan supaya lamunanku buyar.
"Kedip bisa kali," ucap Vina menyenggol punggung ku.
"Apaansi." aku mendorongnya pelan dan membuat Vina mengerucutkan bibirnya. Aku terkekeh ketika aku melihat Vina cemberut seperti itu. Lucu.
"Ganteng ya Hel?" Vina masih memperhatikan pria itu dengan senyum yang masih mengembang.
"Iya-iya terserah." Aku tak mempedulikan pertanyaanya, aku lebih mempedulikan rambutku yang kini tergerai berantakan.
Saat menemukan benda yang aku cari, aku mulai menguncir rambutku seperti buntut kuda dan di tambah poni di bagian kanan.
Kulihat lelaki itu yang mulai pergi meninggalkan kelas ku. Entah mengapa, sorot matanya yang dalam membuatku diam tak berkutik. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
"Eh Rachel, tangan elo yg ini belom sembuh, udah ada luka lagi?" Suara Vina membuatku terseret ke dimensi nyata.
Ku jawab pertanyaannya dengan senyuman. Aku tak ingin Vina tahu aku yang sebenarnya. Aku takut dia akan menjauh jika dia tahu aku mempunyai keanehan. Aku tak ingin vina menjauhi ku.
"Elo kayanya suka banget ya ngoleksi bekas luka?" Pertanyaannya membuatku beralih menatap Vina dalam, menggali setiap kata yang terucap dari bibir perempuan itu.
"Kemaren gue abis motong kentang, dan gak sengaja kena tangan gue."
yaa aku tau, aku berbohong. Tapi ayolah, aku hanya ingin tidak kehilangan Vina. Aku tidak ingin duniaku sepi tanpanya. Aku tidak ingin.
Setelah mendengar jawabanku, vina hanya mengangguk dan beralih menatap guru yang sudah siap memulai pelajaran.
Dua jam berlalu dengan sangat membosankan. Penjelasan yang diberikan pak Dudung bagaikan alunan lagu yang siapa saja mendengarnya akan mengantuk dan sulit terjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
something i need
Dla nastolatkówketika cinta membuat semuanya berubah. apakah aku masih menginginkan pria yang membuat dunia ku bewarna? atau tidak sama sekali. karna ku tahu semua tidak akan seperti yang ku bayangkan!