👑 BAB 2:: Sorry? Why?

373 13 2
                                    

Dear, Princess Halu.

Bisa saja aku berdamai dengan kenyataan, jika itu yang kumau. Walaupun sebenarnya aku lebih menyukai mimpi. Karena, kamu adalah alasan dari semua itu.

×××××××

MALAM ini Meli menunggu Bastian di balkon kamarnya. Entah kenapa, kali ini Meli sangat menginginkan Bastian berada di sana. Meski hanya sekedar mengobrol pun tidak ada-apa.

Namun, kenyataannya sampai sekarang hal itu tidak terjadi.

Kira-kira sudah 30 menit Meli berada di luar kamarnya, tetapi Bastian tak kunjung keluar dari kamarnya. Sejak tadi siang di kantin sikap Bastian jadi berbeda terhadap Meli. Lebih dingin dan jadi tidak banyak omong seperti biasanya.

Meli tidak mengerti apa salahnya, tapi justru Bastian lebih tidak mengerti dengan sikapnya. Kalau dipikir-pikir, cerita mereka memang terlalu banyak drama alay. Tapi ini masih dalam batas wajar, mengingat alay adalah proses menuju kedewasaan. Seperti perkataan Raditya Dika.

Sekarang lupakan tentang alay!

Sedari tadi Meli terus menerus menghela napas lelah, sambil memerhatikan pintu dan jendela kamar Bastian. Setidaknya ia tidak akan kaget kalau-kalau tiba-tiba saja Bastian telah berada di balkon kamarnya, seperti kelakuan Meli kemarin. Tapi, sepertinya tidak ada pergerakan apa pun pada knop pintu itu.

Bisa saja Meli langsung melompat ke balkon kamar Bastian seperti yang sering Bastian lakukan. Tapi ia ragu, mengingat bahwa Bastian tengah marah padanya dengan alasan yang belum jelas. Terakhir kali Bastian marah padanya sudah sangat lama, itu pun tidak sampai 24 jam. Dan, ini bahkan sudah hampir 24 jam jika Bastian tak kunjung keluar kamar.

Kemudian Meli mengambil laptop-nya, bermaksud untuk bermain game agar ia tidak mempunyai alasan untuk bengong. Ove bilang, kalau kebanyakan bengong bisa gampang kerasukan. Jadi Ove selalu mewanti-wanti Meli dan juga Ovi agar tidak bengong. Walaupun sebenarnya Meli tahu, Ove melakukannya hanya karena ia terlalu malas untuk menjadi pawang setan nantinya.

Namun, semakin lama Meli bermain game di laptop, ternyata semakin cepat pula matanya menjadi lelah. Mungkin karena radiasi. Kemudian jari-jarinya berhenti bergerak di atas keyboard, ia jadi kepikiran lagi tentang kejadian tadi siang di kantin.

Sebelumnya ia sempat menghindar dari pertanyaan yang menurutnya rumit dengan alasan ingin memesan makanan atau minuman. Padahal ia sendiri bingung, kenapa ia harus menghindar dari pertanyaan yang jawabannya simple? Bukankah ia hanya perlu menjawab, bahwa ia dan Bastian hanya sekedar sahabat? Hanya itu. Tapi, kenapa perasaanya mengatakan bahwa ini rumit?

Kemudian, dengan segera Meli menghapus semua pemikirannya. Ia tidak mau menjadi terlalu 'halu' untuk keadaan seperti ini.

"Bu, pesen susu cokelat di-blender, yah!" teriak Meli, menyaingi suara murid-murid lain yang juga berebut ingin memesan. Tapi Meli masabodo saja, toh mereka juga sama, tidak sabaran. Mungkin saja pesanan Meli akan dibuatkan lebih dulu jika ia bawel.

"Sabar dong, Neng!" tiba-tiba terdengar sahutan seseorang dari arah punggung Meli dengan nada yang sebenarnya terdengar bersahabat.

Awalnya Meli sempat jengkel, namun tak sampai dua detik dirinya langsung tersadar dan mengenali suara siapa itu. Ia segera berbalik badan, lalu orang itu menatap balik dirinya. Tepat di mata, dengan senyum tipis yang menghiasi wajah yang sungguh sempurna itu. Bahkan rasanya sudut bibir Meli terasa tertarik ke atas seolah ada magnet yang menariknya. Padahal hanya senyuman tipis, tapi hal itu sangat berefek besar bagi jantung Meli yang sudah mulai berdetak lebih cepat dari dua detik yang lalu.

Princess HaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang